Pemahaman Digital Kurang, Pinjol Malah Jadi Masalah Bagi Perempuan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rata-rata kelompok yang menjadi sasaran platform peminjaman online ( Pinjol ) adalah perempuan . Namun karena tidak memiliki pengetahuan yang cukup, dimana peminjam kerap tidak membaca syarat pinjaman hingga berujung kepada permasalahan yang melibatkan perempuan.
Alih-alih membantu perekonomian, pinjol justru membawa perempuan masuk ke persoalan konsumerisme. Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia, Mike Verawati mengatakan, Pinjol dinilai belum menemukan skema yang tepat guna membantu masyarakat.
"Kalau kita lihat pola-pola pinjol itu selalu menawarkan barang-barang rumah tangga, atau hadiah tertentu voucher yang sebenarnya itu tidak ada urusannya bagaimana penguatan ekonomi perempuan. Ini yang harus dilihat sama OJK dalam hal ini. Terutama menyasar pada pinjol-pinjol ilegal,“ ujar Mike dalam diskusi daring.
Mike menilai, masyakarat khususnya perempuan harus jauh lebih waspada terhadap informasi atau tahapan yang ditawarkan pinjaman online. Apalagi harus memberikan data pribadi bahkan nomor HP keluarga peminjam.
Menurut Mike pendekatan pemahaman digital harus dilakukan secara menyeluruh bahkan hingga pedesaan dan tidak berbasis di kota saja. Ancaman kekerasan online terhadap perempuan belakangan semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan data safenet, kekerasan online terhadap perempuan trennya terus meningkat.
Divisi kebebasan berekspresi Safenet Nenden Sekarang Arum mengatakan, pada 2020 sedikitnya terdapat 620 kasus aduan yang masuk ke safenet. Angka ini meningkatkan 10 kali lipat dibandingkan tahun 2019.
"Itukan benar-benar meledak jumlahnya dan kalau kita lihat aduan di Komnas perempuan, itu senada jumlah sama sama trennya meningkat. Di komnas perempuan kenaikannya mencapai 4 kali lipat. Itu berarti tren kekerasan secara online ini meningkat drastis," terangnya.
"Apalagi tahun 2020 hingga sekarang ketergantungan kita terhadap teknologi dan internet semakin meningkat. Jadi kita seolah-olah tidak bisa hidup tanpa internet. Sekolah, kerja semua menggunakan internet. Faktor tersebut karena exposure kita terhadap internet itu juga meningkat risiko kekerasan berbasis gender di online,” ujar Nenden.
Nenden meminta masyarakat harus paham jika data diri tersebar, akan menjadi sebuah jejak digital. Nenden mengistilahkan analogi "yang fana adalah waktu, jejak digital abadi". Artinya jejak digital seseorang akan sulit dihapus.
Dalam diskusi yang sama Sakdiyah Ma'ruf yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan pekerja kreatif menilai, ada sejumlah persoalan yang terjadi dalam kasus kekerasan online terhadap perempuan akibat pinjol.
Dari sisi pemerintah, akses pendanaan dan permodalan harus menjadi perhatian. Mulai dari kebutuhan rumah tangga sampai menyelamatkan UMKM.
"Kemudian hal yang paling mendasar kalau kita berbicara soal keuangan, bagaimana literasi keuangan keluarga. Bagaimana kita semua suami dan istri atau single mother yang kesulitan pendanaan atau permodalan karen statusnya, itu juga tanggung jawab negara," sambungnya.
"Terus bagaimana keterbukaan dalam keluarga, apa sih hutang konsumtif, hutang produktif yang digunakan untuk barang barang konsumsi atau yang digunakan memang kebutuhan mendasar perumahan atau permodalan usaha,” ujar Sakdiyah Ma'ruf.
Alih-alih membantu perekonomian, pinjol justru membawa perempuan masuk ke persoalan konsumerisme. Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia, Mike Verawati mengatakan, Pinjol dinilai belum menemukan skema yang tepat guna membantu masyarakat.
"Kalau kita lihat pola-pola pinjol itu selalu menawarkan barang-barang rumah tangga, atau hadiah tertentu voucher yang sebenarnya itu tidak ada urusannya bagaimana penguatan ekonomi perempuan. Ini yang harus dilihat sama OJK dalam hal ini. Terutama menyasar pada pinjol-pinjol ilegal,“ ujar Mike dalam diskusi daring.
Mike menilai, masyakarat khususnya perempuan harus jauh lebih waspada terhadap informasi atau tahapan yang ditawarkan pinjaman online. Apalagi harus memberikan data pribadi bahkan nomor HP keluarga peminjam.
Menurut Mike pendekatan pemahaman digital harus dilakukan secara menyeluruh bahkan hingga pedesaan dan tidak berbasis di kota saja. Ancaman kekerasan online terhadap perempuan belakangan semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan data safenet, kekerasan online terhadap perempuan trennya terus meningkat.
Divisi kebebasan berekspresi Safenet Nenden Sekarang Arum mengatakan, pada 2020 sedikitnya terdapat 620 kasus aduan yang masuk ke safenet. Angka ini meningkatkan 10 kali lipat dibandingkan tahun 2019.
"Itukan benar-benar meledak jumlahnya dan kalau kita lihat aduan di Komnas perempuan, itu senada jumlah sama sama trennya meningkat. Di komnas perempuan kenaikannya mencapai 4 kali lipat. Itu berarti tren kekerasan secara online ini meningkat drastis," terangnya.
"Apalagi tahun 2020 hingga sekarang ketergantungan kita terhadap teknologi dan internet semakin meningkat. Jadi kita seolah-olah tidak bisa hidup tanpa internet. Sekolah, kerja semua menggunakan internet. Faktor tersebut karena exposure kita terhadap internet itu juga meningkat risiko kekerasan berbasis gender di online,” ujar Nenden.
Nenden meminta masyarakat harus paham jika data diri tersebar, akan menjadi sebuah jejak digital. Nenden mengistilahkan analogi "yang fana adalah waktu, jejak digital abadi". Artinya jejak digital seseorang akan sulit dihapus.
Dalam diskusi yang sama Sakdiyah Ma'ruf yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan pekerja kreatif menilai, ada sejumlah persoalan yang terjadi dalam kasus kekerasan online terhadap perempuan akibat pinjol.
Dari sisi pemerintah, akses pendanaan dan permodalan harus menjadi perhatian. Mulai dari kebutuhan rumah tangga sampai menyelamatkan UMKM.
"Kemudian hal yang paling mendasar kalau kita berbicara soal keuangan, bagaimana literasi keuangan keluarga. Bagaimana kita semua suami dan istri atau single mother yang kesulitan pendanaan atau permodalan karen statusnya, itu juga tanggung jawab negara," sambungnya.
"Terus bagaimana keterbukaan dalam keluarga, apa sih hutang konsumtif, hutang produktif yang digunakan untuk barang barang konsumsi atau yang digunakan memang kebutuhan mendasar perumahan atau permodalan usaha,” ujar Sakdiyah Ma'ruf.
(akr)