Bom Utang Ancam Ekonomi China, 2 Raksasa Properti Ikuti Jejak Evergrande
loading...
A
A
A
BEIJING - Belum usai Evergrande , muncul raksasa properti Fantasia dan Sinic Holdings yang alami gagal bayar. Hal ini membuat ekonomi China makin dalam ancaman dan akan menjadi 'bom utang'.
Mengutip laporan BBC, Sinic Holdings menjadi perusahaan properti China terbaru yang diturunkan peringkatnya oleh lembaga pemeringkat global, Fitch Ratings.
Fitch Ratings menyebut, penurunan rating Sinic dilakukan setelah perusahaan itu mengatakan telah melewatkan pembayaran bunga. Alasan lain juga karena ketidakpastian atas pembayaran obligasi senilai USD246 juta yang jatuh tempo pada akhir bulan ini.
Sejatinya pada September 2021, Bos Sinic yang berbasis di Shanghai, yakni Zhang Yuanlin, menjadi berita utama ketika dia kehilangan lebih dari USD1 miliar dalam aksi jual terkait kekhawatiran tentang jatuhnya Evergrande.
Menurut Forbes, kekayaan Zhang Yuanlin anjlok dari USD1,3 miliar menjadi USD250,7 juta pada 20 September 2021, ketika Sinic terpaksa menangguhkan perdagangan sahamnya di Hong Kong menyusul penurunan nilainya hampir 90%.
Sedangkan Fantasia Holdings yang berbasis di Shenzhen mengatakan telah gagal membayar kembali obligasi senilai USD205,7 juta. Hal itu membuat nilai pasar obligasi denominasi dolar pembangun rumah di China turun hampir 50%.
Laporan keuangan Fantasia Holdings untuk paruh pertama tahun 2021 mengungkapkan bahwa total kewajiban perusahaan sekarang adalah 82,9 miliar yuan (USD12,8 miliar). Sebelumnya Fitch Ratings juga telah menurunkan peringkat Fantasia Holdings dari “B” menjadi “CCC”, yang berarti perusahaan tersebut menghadapi “risiko kredit yang signifikan”.
Sejauh ini, pemerintah China belum mengomentari secara langsung terkait masalah keuangan Evergrande. Meskipun bank sentral dan media pemerintah negara itu telah memberi isyarat bahwa pemerintah siap membantu melindungi warga negara yang terdampak krisis pasar properti.
Kekhawatiran tentang solvabilitas Sinic Holdings dan Fantasia Holdings muncul karena Evergrande Group sedangkan berjuang untuk membayar bunga dalam beberapa pekan terakhir. Perusahaan properti pesaing di Hong Kong, Hopson Development, bahkan berniat membeli 51% saham di Evergrande Real Estate seharga USD5 miliar, menurut laporan media China.
Pada Senin (4/10/2021), saham Evergrande ditangguhkan menjelang "pengumuman yang berisi informasi dalam tentang transaksi besar". Perusahaan tersebut dilaporkan akan menjual sebagian besar saham di salah satu bisnisnya.
Evergrande, telah berjuang untuk memenuhi pembayaran bunga utang dalam beberapa pekan terakhir. Krisis utang Evergrande baru-baru ini menandai bahwa sektor properti di China sekarang menghadapi pengawasan ketat.
Kekhawatiran juga bermunculan tentang masalah utang Evergrande yang menyebar melalui ekonomi China dan berdampak pada pasar keuangan global. Krisis utang Evergrande menunjukkan tanda-tanda meningkatnya tekanan di pasar properti Cina.
Banyak pengembang di China telah berjuang untuk mengumpulkan uang. Misalnya, R&F Properties yang berbasis di Guangzhou, menurut China Daily, mereka bulan lalu mengumpulkan USD2,5 miliar dengan meminjam uang dari pemegang saham utama dan menjual anak perusahaan.
Mengutip laporan BBC, Sinic Holdings menjadi perusahaan properti China terbaru yang diturunkan peringkatnya oleh lembaga pemeringkat global, Fitch Ratings.
Fitch Ratings menyebut, penurunan rating Sinic dilakukan setelah perusahaan itu mengatakan telah melewatkan pembayaran bunga. Alasan lain juga karena ketidakpastian atas pembayaran obligasi senilai USD246 juta yang jatuh tempo pada akhir bulan ini.
Sejatinya pada September 2021, Bos Sinic yang berbasis di Shanghai, yakni Zhang Yuanlin, menjadi berita utama ketika dia kehilangan lebih dari USD1 miliar dalam aksi jual terkait kekhawatiran tentang jatuhnya Evergrande.
Menurut Forbes, kekayaan Zhang Yuanlin anjlok dari USD1,3 miliar menjadi USD250,7 juta pada 20 September 2021, ketika Sinic terpaksa menangguhkan perdagangan sahamnya di Hong Kong menyusul penurunan nilainya hampir 90%.
Sedangkan Fantasia Holdings yang berbasis di Shenzhen mengatakan telah gagal membayar kembali obligasi senilai USD205,7 juta. Hal itu membuat nilai pasar obligasi denominasi dolar pembangun rumah di China turun hampir 50%.
Laporan keuangan Fantasia Holdings untuk paruh pertama tahun 2021 mengungkapkan bahwa total kewajiban perusahaan sekarang adalah 82,9 miliar yuan (USD12,8 miliar). Sebelumnya Fitch Ratings juga telah menurunkan peringkat Fantasia Holdings dari “B” menjadi “CCC”, yang berarti perusahaan tersebut menghadapi “risiko kredit yang signifikan”.
Sejauh ini, pemerintah China belum mengomentari secara langsung terkait masalah keuangan Evergrande. Meskipun bank sentral dan media pemerintah negara itu telah memberi isyarat bahwa pemerintah siap membantu melindungi warga negara yang terdampak krisis pasar properti.
Kekhawatiran tentang solvabilitas Sinic Holdings dan Fantasia Holdings muncul karena Evergrande Group sedangkan berjuang untuk membayar bunga dalam beberapa pekan terakhir. Perusahaan properti pesaing di Hong Kong, Hopson Development, bahkan berniat membeli 51% saham di Evergrande Real Estate seharga USD5 miliar, menurut laporan media China.
Pada Senin (4/10/2021), saham Evergrande ditangguhkan menjelang "pengumuman yang berisi informasi dalam tentang transaksi besar". Perusahaan tersebut dilaporkan akan menjual sebagian besar saham di salah satu bisnisnya.
Evergrande, telah berjuang untuk memenuhi pembayaran bunga utang dalam beberapa pekan terakhir. Krisis utang Evergrande baru-baru ini menandai bahwa sektor properti di China sekarang menghadapi pengawasan ketat.
Kekhawatiran juga bermunculan tentang masalah utang Evergrande yang menyebar melalui ekonomi China dan berdampak pada pasar keuangan global. Krisis utang Evergrande menunjukkan tanda-tanda meningkatnya tekanan di pasar properti Cina.
Banyak pengembang di China telah berjuang untuk mengumpulkan uang. Misalnya, R&F Properties yang berbasis di Guangzhou, menurut China Daily, mereka bulan lalu mengumpulkan USD2,5 miliar dengan meminjam uang dari pemegang saham utama dan menjual anak perusahaan.
(akr)