Soal Penerapan Pajak Karbon, Wamenkeu: Kedepankan Keadilan dan Keterjangkauan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara membeberkan, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan pajak karbon yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dirinya mengatakan pajak karbon akan diterapkan secara bertahap sesuai dengan roadmap dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi khususnya dalam mendukung green economy Indonesia.
“Pajak karbon ini fungsinya adalah untuk memastikan bahwa Indonesia itu bergerak menuju green economy . Kita menuju net zero emission,” ujar Wamenkeu, Suahasil melalui webinar virtual dikutip MNC Portal Indonesia, Senin (11/10/2021).
Dalam kesempatannya ia mengungkapkan, pengenaan pajak ini sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon sesuai target Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan Internasional pada tahun 2030.
Pajak karbon akan dilakukan dengan mekanisme cap and tax di sektor karbon yang boleh dikeluarkan. Penerapan pajak karbon juga mengedepankan prinsip keadilan (just) dan keterjangkauan (affordable) dengan memperhatikan iklim berusaha dan masyarakat kecil.
“Kalau ada yang mengeluarkan karbon di bawah itu atau di atas itu, bisa dilakukan trading. Kalau dengan trading masih belum bisa juga, kita lakukan carbon tax. Karena itu, carbon tax ini tidak serta merta kemudian diberlakukan. Dia diberlakukannya tentu menunggu seluruh infrastruktur dari carbon market, dari carbon registry,” tambahnya.
Sebagai informasi, Pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara mulai 1 April 2022 dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax).
“Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon dengan minimal tarif Rp30,00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Ini kita anggap sebagai langkah awal di dalam sektor yang sangat spesifik yang nantinya akan melebar sektornya di sektor yang bisa memberikan kontribusi kepada green economy Indonesia,” pungkasnya.
“Pajak karbon ini fungsinya adalah untuk memastikan bahwa Indonesia itu bergerak menuju green economy . Kita menuju net zero emission,” ujar Wamenkeu, Suahasil melalui webinar virtual dikutip MNC Portal Indonesia, Senin (11/10/2021).
Dalam kesempatannya ia mengungkapkan, pengenaan pajak ini sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon sesuai target Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan Internasional pada tahun 2030.
Pajak karbon akan dilakukan dengan mekanisme cap and tax di sektor karbon yang boleh dikeluarkan. Penerapan pajak karbon juga mengedepankan prinsip keadilan (just) dan keterjangkauan (affordable) dengan memperhatikan iklim berusaha dan masyarakat kecil.
“Kalau ada yang mengeluarkan karbon di bawah itu atau di atas itu, bisa dilakukan trading. Kalau dengan trading masih belum bisa juga, kita lakukan carbon tax. Karena itu, carbon tax ini tidak serta merta kemudian diberlakukan. Dia diberlakukannya tentu menunggu seluruh infrastruktur dari carbon market, dari carbon registry,” tambahnya.
Sebagai informasi, Pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara mulai 1 April 2022 dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax).
“Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon dengan minimal tarif Rp30,00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Ini kita anggap sebagai langkah awal di dalam sektor yang sangat spesifik yang nantinya akan melebar sektornya di sektor yang bisa memberikan kontribusi kepada green economy Indonesia,” pungkasnya.
(akr)