Disuntik Rp152 Triliun, Kebijakan PEN Untungkan BUMN

Rabu, 03 Juni 2020 - 09:08 WIB
loading...
Disuntik Rp152 Triliun, Kebijakan PEN Untungkan BUMN
Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menguntungkan BUMN dan tidak menyentuh akar persoalan untuk mendorong pemulihan ekonomi. Bahkan mayoritas isi kebijakan pemerintah hanya menggunakan pandemi sebagai alibi menutupi kerugian BUMN akibat kelalaian manajemen.

“Total ada Rp152 triliun mengalir ke BUMN untuk suntikan PMN, dana kompensasi, dan dana talangan investasi. Ini tidak ada kaitannya dengan pandemi, tapi sekadar menutupi salah kelola. Terlalu banyak politik kepentingan di sana, harusnya DPR bisa kritis soal anggaran,” ujar pengamat ekonomi Faisal Basri dalam diskusi tentang aliran dana besar untuk BUMN di balik kebijakan PEN dan new normal ekonomi yang digelar KAHMIPreneur di Jakarta, Senin (1/6).

Data yang dipaparkan Faisal, pemerintah menggelontorkan total stimulus Rp152,15 triliun untuk BUMN. Sebanyak Rp25,27 triliun dikucurkan untuk lima perusahaan pelat merah dalam bentuk dana penyertaan modal negara (PMN). Di antaranya PLN, Hutama Karya, Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, Permodalan Nasional Madani, dan Pengembangan Pariwisata Indonesia.

Sementara Rp94,2 triliun lainnya diberikan sebagai bentuk pembayaran kompensasi untuk Pertamina, PLN, dan Bulog. Selanjutnya, dana talangan investasi senilai Rp32,6 triliun diberikan kepada Bulog, Garuda Indonesia, PTPN, Kereta Api Indonesia, Krakatau Steel, dan Perum Perumnas. (Baca: New Normal, ekonomi Indonesia Akan Rebound di Kuartal IV)

“Dana kompensasi sifatnya tidak memiliki komitmen dalam APBN. Hasilnya penggantian kerugian ke Pertamina dan PLN terbata-bata. Saya khawatir nanti di Indonesia juga akan terjadi kerusuhan sosial seperti sekarang terjadi di AS. Ini akibat bila kekuasaan negara mendominasi,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani juga mengkritisi keseriusan pemerintah dalam kebijakan PEN. Menurut dia, perhatian pemerintah untuk sektor riil sangat diragukan karena porsi anggaran yang sangat kecil. Dalam anggaran PEN harus dikritisi pembagiannya tidak hanya soal ekonomi, termasuk bantuan sosial ataupun PMN untuk BUMN.

“Secara akuntansi sederhana ini jelas tidak serius atau hanya window dressing. Untuk menggerakkan sektor riil para pelaku usaha saat ini sangat butuh modal kerja khususnya untuk bergerak setelah bulan Juni. Harapannya ada di kebijakan penempatan likuiditas jangka pendek di bank jangkar,” ujar Haryadi dalam kesempatan sama.

Menurut dia, kebijakan new normal terkait anggaran stimulus masih rendah sehingga belum bisa mencukupi. Khususnya untuk membantu kemampuan bertahan sektor riil dan sektor keuangan.

Namun permintaan akan meningkat bila pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sudah dilonggarkan. Saat ini masyarakat tidak memiliki pilihan selain kembali memulai kegiatan ekonomi dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat.

“Sektor hotel dan restoran sudah siap melaksanakan kegiatan usaha setelah pelonggaran PSBB. Kami dari PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia) sudah menyiapkan protokol kebersihan, kesehatan, dan keselamatan,” ujarnya. (Baca juga: Sri Mulyani Siapkan Dana Pemulihan Ekonomi Akibat Corona Rp641,17 Miliar)

Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad mengatakan, dukungan fiskal bagi BUMN tidak membawa dampak signifikan dalam menekan jumlah kemiskinan dan pengangguran. Karena BUMN mendapat amanah pemerintah dan merupakan kompetitor perusahaan-perusahaan yang saat ini terdampak Covid-19, perusahaan swasta tersebut kemungkinan memangkas jumlah karyawannya akibat kesulitan keuangan.

Kejanggalan lainnya dalam penyediaan dana APBN-P untuk program B-30. Selain dalam kondisi pandemi, menurut dia, tidak tepat karena saat ini harga minyak sedang turun. “Pemerintah harus peka dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Sebaiknya perhatian pemerintah ditujukan untuk pengadaan pangan dan UMKM daripada B-30,” ujar Kamrussamad.

Dia juga menegaskan, selama ini perusahaan BUMN merupakan sumber masalah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kian merosot. Sementara BUMN tidak terlampau berperan besar dalam menyerap tenaga kerja.

“Dari total anggaran Rp642 triliun dalam PEN, alokasinya dibagi ke BUMN hingga insentif perpajakan, serta pembiayaan investasi. Jadi sisanya hanya 36% saja yang murni untuk pemulihan nasional. Ini sangat kecil. Juga termasuk untuk likuiditas bank juga kecil,” ujarnya. (Baca juga: Kemenperin Terus Kawal Investasi di Sektor Industri)

Selain itu, dia juga mengingatkan fokus pemerintah seharusnya yang membawa dampak bagi penanganan Covid-19. Salah satunya untuk bidang kesehatan, menurut dia, saat ini pemerintah belum serius mendorong dan mengalokasikan dana untuk menemukan vaksin Covid-19. Padahal Indonesia memiliki fasilitas laboratorium, kampus, dan tenaga peneliti yang bisa melakukan riset untuk menemukan vaksin.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyatakan pemerintah tidak memberikan dana dari APBN kepada perusahaan pelat merah yang sedang mengalami kesulitan keuangan terdampak pandemi virus corona. Pemerintah hanya akan memberikan jaminan bagi BUMN yang membutuhkan pinjaman dana dari lembaga keuangan. (Hafid Fuad/Rina Anggraeni)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0999 seconds (0.1#10.140)