Terimbas Covid-19, Industri Mamin Diprediksi Hanya Tumbuh 4,5%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri makanan dan minuman (mamin) telah memprediksi skenario terburuk akibat pandemi Covid-19. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan, pertumbuhan industri mamin yang biasanya mencapai angka 7% kali ini diprediksi hanya tumbuh 4-4,5%.
Dalam kuartal I (Q1), ungkap dia, industri mamin hanya tumbuh 3,94% dibandingkan Q1 tahun 2019 secara year-on-year (yoy). Hal ini antara lain disebabkan penurunan konsumsi rumah tangga sebesar 2,84% pada Q1 2020 dibandingkan 5% di tahun 2019 secara yoy.
"Bulan Ramadan yang biasanya mendongkrak pertumbuhan industri juga tidak berlaku lagi. Hal ini diperburuk dengan pelemahan rupiah, karena harga bahan baku naik. Dan negara-negara produksi bahan baku menerapkan lockdown yang berpengaruh ke berkurangnya volume impor," ujar Adhi dalam video conference Market Review IDX Channel bertajuk "Industri Pangan dan Tingkat Konsumsi Masyarakat Saat Pandemi" di Jakarta, Rabu (3/6/2020). (Baca Juga : Kemenperin Terus Kawal Investasi di Sektor Industri )
Dia menyampaikan, para pelaku usaha mamin masih sangat optimis di bulan Februari dan awal Maret 2020. Namun, setelah minggu ketiga bulan Maret, tiba-tiba banyak penjualan yang anjlok, diikuti penurunan di bulan April.
"Ini yang mengkhawatirkan, di momen bulan Ramadan dan lebaran tidak ada penjualan yang meningkat seperti tahun-tahun sebelumnya. Kali ini order sangat terbatas dan cenderung turun dari rata-rata bulanan. Pembatasan kegiatan wisata dan mudik ternyata sangat mempengaruhi permintaan mamin," ungkap Adhi.
Sebelumnya, para anggota Gapmmi sudah sangat siap dari sisi produksi dan supply yang sudah disiapkan sejak bulan Januari. Angka Purchasing Managers' Index (PMI) dari bulan Januari ke Februari nampak bagus dengan kenaikan dari 49,3 ke 51,9. Namun, angka ini sangat drop di bulan Maret-April, di posisi 27,5 pada bulan April.
"Oleh karenanya, asumsi pertumbuhan industri mamin kami koreksi di level 4-4,5% sebagai skenario terburuk mengikuti pertumbuhan ekonomi Indonesia di level 2,3-2,4%. Di Q2 pun nampaknya tidak lebih baik dari Q1, saya berharap setelah pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kami bisa mengejar ketertinggalan," jelas Adhi.
Dalam kuartal I (Q1), ungkap dia, industri mamin hanya tumbuh 3,94% dibandingkan Q1 tahun 2019 secara year-on-year (yoy). Hal ini antara lain disebabkan penurunan konsumsi rumah tangga sebesar 2,84% pada Q1 2020 dibandingkan 5% di tahun 2019 secara yoy.
"Bulan Ramadan yang biasanya mendongkrak pertumbuhan industri juga tidak berlaku lagi. Hal ini diperburuk dengan pelemahan rupiah, karena harga bahan baku naik. Dan negara-negara produksi bahan baku menerapkan lockdown yang berpengaruh ke berkurangnya volume impor," ujar Adhi dalam video conference Market Review IDX Channel bertajuk "Industri Pangan dan Tingkat Konsumsi Masyarakat Saat Pandemi" di Jakarta, Rabu (3/6/2020). (Baca Juga : Kemenperin Terus Kawal Investasi di Sektor Industri )
Dia menyampaikan, para pelaku usaha mamin masih sangat optimis di bulan Februari dan awal Maret 2020. Namun, setelah minggu ketiga bulan Maret, tiba-tiba banyak penjualan yang anjlok, diikuti penurunan di bulan April.
"Ini yang mengkhawatirkan, di momen bulan Ramadan dan lebaran tidak ada penjualan yang meningkat seperti tahun-tahun sebelumnya. Kali ini order sangat terbatas dan cenderung turun dari rata-rata bulanan. Pembatasan kegiatan wisata dan mudik ternyata sangat mempengaruhi permintaan mamin," ungkap Adhi.
Sebelumnya, para anggota Gapmmi sudah sangat siap dari sisi produksi dan supply yang sudah disiapkan sejak bulan Januari. Angka Purchasing Managers' Index (PMI) dari bulan Januari ke Februari nampak bagus dengan kenaikan dari 49,3 ke 51,9. Namun, angka ini sangat drop di bulan Maret-April, di posisi 27,5 pada bulan April.
"Oleh karenanya, asumsi pertumbuhan industri mamin kami koreksi di level 4-4,5% sebagai skenario terburuk mengikuti pertumbuhan ekonomi Indonesia di level 2,3-2,4%. Di Q2 pun nampaknya tidak lebih baik dari Q1, saya berharap setelah pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kami bisa mengejar ketertinggalan," jelas Adhi.
(ind)