Harga Batu Bara Diramal Meredup di 2022, Ini Saran Analis untuk Investor
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga batu bara diramal meredup pada tahun 2022 setelah mencapai puncaknya pada tahun ini. Hal itu juga didorong sentimen oleh China yang telah mempercepat persetujuan tambang batu bara baru untuk meringankan krisis listriknya pada tahun 2021.
Analis Mirae Asset Sekuritas Juan Harahap memperkirakan, akan ada peningkatan produksi batu bara domestik yang signifikan di China terlebih dahulu pada kuartal IV-2021. Pasalnya, berdasarkan data Bloomberg, sekitar 220 juta metrik ton kapasitas batu bara brownfield telah diberi lampu hijau dan 120 juta ton masih tertunda.
"Di sisi lain, kami memperkirakan produksi batu bara domestik India terus meningkat, impor batu bara India dapat terus turun pada 2022. Untuk persediaan batu bara India, menurut kami angka bulan September adalah tanda awal bahwa persediaan batu bara akan pulih didukung oleh produksi batu bara domestik yang lebih tinggi di masa mendatang," beber Juan dalam risetnya, Selasa (23/11/2021).
Selain itu, Konferensi Para Pihak Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadakan pertemuan di Glasgow dari 31 Oktober-13 November untuk KTT tahunan ke-26 (COP26) untuk mengatasi perubahan iklim terlihat banyak tekanan terhadap industri batu bara.
Mirae Asset masih melihat permintaan batu bara China akan bertahan dalam jangka menengah, karena ada sejumlah besar kapasitas pembangkit listrik termal terpasang di China.
"Kami mencatat bahwa pembangkit listrik tenaga batu bara China yang beroperasi sepanjang tahun 2020 meningkat menjadi 1,0 juta MW (+4,2% YoY)," katanya.
Lebih lanjut, Mirae Asset mempertahankan permintaan Overweight pada sektor batu bara Indonesia, meskipun mereka memperkirakan asumsi harga batu bara rata-rata pada 2022 akan turun menjadi USD100 per ton dari USD126 per ton.
"Namun, kami memperkirakan transisi untuk energi terbarukan masih akan menantang dalam waktu dekat, dan asumsi harga batu bara sebesar USD100 per ton pada 2022 masih menguntungkan bagi industri batu bara Indonesia," tutup Juan.
Head of Research PT Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma menuturkan, investor yang ingin melirik saham batu bara bisa mempertimbangkan dari sekarang. Suria melihat saham batu bara masih spekulatif mengingat harganya bisa dari yang menurun dalam menjadi menguat kembali dalam semalam.
"Tapi sebenarnya harga batu bara itu masih tinggi juga dibanding tahun lalu dalam kondisi normal masih tinggi. Jadi, walau terjadi penurunan dalam sebulan terakhir tapi saya pikir harga sekarang masih bagus banget ya untuk batu bara," tuturnya.
Bagi yang belum punya emiten batu bara, Suria merekomendasikan untuk melihat dari sisi sektor yang sangat dibutuhkan dan diperlukan saat ini. Sebab saham batu bara banyak yang harus disiapkan karena sentimen yang terjadi sampai hari ini.
"Kita lihat dulu dari sektornya kan, kalau batu bara ada plus minusnya. Kalau misal institusi mungkin tidak terlalu tertarik karena sangat mementingkan IHSG, tapi kalau ritel karena saat ini masih dibutuhkan banyak tapi kalau batu bara kurang di domestik kan, jadi pertimbangan seperti itu dan cara berinvestasi disesuaikan juga," saran dia.
Analis Mirae Asset Sekuritas Juan Harahap memperkirakan, akan ada peningkatan produksi batu bara domestik yang signifikan di China terlebih dahulu pada kuartal IV-2021. Pasalnya, berdasarkan data Bloomberg, sekitar 220 juta metrik ton kapasitas batu bara brownfield telah diberi lampu hijau dan 120 juta ton masih tertunda.
"Di sisi lain, kami memperkirakan produksi batu bara domestik India terus meningkat, impor batu bara India dapat terus turun pada 2022. Untuk persediaan batu bara India, menurut kami angka bulan September adalah tanda awal bahwa persediaan batu bara akan pulih didukung oleh produksi batu bara domestik yang lebih tinggi di masa mendatang," beber Juan dalam risetnya, Selasa (23/11/2021).
Selain itu, Konferensi Para Pihak Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadakan pertemuan di Glasgow dari 31 Oktober-13 November untuk KTT tahunan ke-26 (COP26) untuk mengatasi perubahan iklim terlihat banyak tekanan terhadap industri batu bara.
Mirae Asset masih melihat permintaan batu bara China akan bertahan dalam jangka menengah, karena ada sejumlah besar kapasitas pembangkit listrik termal terpasang di China.
"Kami mencatat bahwa pembangkit listrik tenaga batu bara China yang beroperasi sepanjang tahun 2020 meningkat menjadi 1,0 juta MW (+4,2% YoY)," katanya.
Lebih lanjut, Mirae Asset mempertahankan permintaan Overweight pada sektor batu bara Indonesia, meskipun mereka memperkirakan asumsi harga batu bara rata-rata pada 2022 akan turun menjadi USD100 per ton dari USD126 per ton.
"Namun, kami memperkirakan transisi untuk energi terbarukan masih akan menantang dalam waktu dekat, dan asumsi harga batu bara sebesar USD100 per ton pada 2022 masih menguntungkan bagi industri batu bara Indonesia," tutup Juan.
Head of Research PT Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma menuturkan, investor yang ingin melirik saham batu bara bisa mempertimbangkan dari sekarang. Suria melihat saham batu bara masih spekulatif mengingat harganya bisa dari yang menurun dalam menjadi menguat kembali dalam semalam.
"Tapi sebenarnya harga batu bara itu masih tinggi juga dibanding tahun lalu dalam kondisi normal masih tinggi. Jadi, walau terjadi penurunan dalam sebulan terakhir tapi saya pikir harga sekarang masih bagus banget ya untuk batu bara," tuturnya.
Bagi yang belum punya emiten batu bara, Suria merekomendasikan untuk melihat dari sisi sektor yang sangat dibutuhkan dan diperlukan saat ini. Sebab saham batu bara banyak yang harus disiapkan karena sentimen yang terjadi sampai hari ini.
"Kita lihat dulu dari sektornya kan, kalau batu bara ada plus minusnya. Kalau misal institusi mungkin tidak terlalu tertarik karena sangat mementingkan IHSG, tapi kalau ritel karena saat ini masih dibutuhkan banyak tapi kalau batu bara kurang di domestik kan, jadi pertimbangan seperti itu dan cara berinvestasi disesuaikan juga," saran dia.
(ind)