Pajak Karbon PLTU Batu Bara Berlaku 1 April 2022, Intip Bocoran Skemanya

Rabu, 17 November 2021 - 14:15 WIB
loading...
Pajak Karbon PLTU Batu Bara Berlaku 1 April 2022, Intip Bocoran Skemanya
Pajak karbon akan diterapkan pada pembangkit berbahan bakar batu bara mulai 1 April 2022. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Indonesia berkomitmen untuk terus melakukan penurunan emisi dalam kontribusi pencapaian Net Zero Emission pada tahun 2060. Salah satunya adalah dengan penerapan Carbon Tax (Pajak Karbon) yang akan diberlakukan mulai 1 April 2022 nanti sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Pajak karbon akan diterapkan pada pembangkit berbahan bakar batu bara mulai 1 April 2022. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI, Senin (15/11/2021).

"Mulai 1 April 2022, Carbon Tax akan diterapkan di sektor PLTU batubara dengan skema cap and tax, dengan tarif pajak karbon yang ditetapkan paling rendah Rp30,- per kg CO2e," ujar Arifin dikutip dari laman Ditjen Gatrik, Rabu (17/11/2021).



Arifin menjelaskan, peta jalan pelaksanaan pajak karbon dimulai dari tahun 2021 dengan penyiapan pengembangan mekanisme perdagangan karbon, kemudian di tahun 2022-2024 akan diberlakukan penerapan skema pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax) untuk sektor pembangkit listrik terbatas pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

"Selanjutnya pada tahun 2025 dan seterusnya dilakukan Implementasi perdagangan karbon secara penuh dan perluasan sektor pemajakan pajak karbon dengan penahapan sesuai kesiapan sektor terkait dengan memperhatikan kondisi ekonomi, kesiapan pelaku, dampak, dan/atau skala yang perlu ditentukan,” jelas Arifin.

Arifin juga menjelaskan mengenai berbagai opsi Carbon Policy dalam upaya transisi energi. Opsi pertama adalah skema carbon tax yaitu seluruh emisi yang dihasilkan dikenakan pajak. Sedangkan yang kedua adalah cap and tax yaitu hanya emiter yang memproduksi emisi melebihi cap tertentu yang dikenakan pajak. Namun dua opsi ini menurut Arifin tidak akan diberlakukan dalam waktu 3 tahun kedepan.

"Kemudian yang ketiga opsi cap and trade yaitu emiter yang memproduksi emisi melebihi cap diharuskan membeli dari emiter yang memproduksi emisi dibawah cap. Sedangkan bagi emiter yang memproduksi emisi melebihi cap namun tidak bisa trading keseluruhan kelebihan emisi, maka sisa emisi dikenakan tax," paparnya.

Opsi keempat menurut Arifin adalah Energy Transition Mechanism (ETM) yang saat ini sedang disusun. Opsi ketiga dan keempat tersebut disebut Arifin dapat diterapkan terbatas dan bertahap untuk PLTU tanpa ada kerugian apapun.



Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini menyampaikan bahwa Indonesia menuju Net Zero Emission 2060 merupakan upaya bersama membangun industri Energi Baru Terbarukan (EBT). Transisi EBT, disebut Zulkifli dibangun bukan hanya berdasar kebijakan namun juga memerlukan inovasi EBT dalam perkembangannya sehingga bisa menggantikan pembangkit fosil menjadi pembangkit EBT baseload.

"Kami sampaikan PLN juga telah melakukan beberapa simulasi biaya pajak karbon. Pada ujicoba, biaya pajak karbon adalah sebesar 153 M yang utamanya ditanggung oleh PLN sisanya oleh Independent Power Producer (IPP)," ungkap Zulkifli.
(nng)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.1052 seconds (0.1#10.140)