DPR Bakal Bongkar Persoalan Unit Link di Bisnis Asuransi

Rabu, 08 Desember 2021 - 13:04 WIB
loading...
DPR Bakal Bongkar Persoalan...
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera memberlakukan penghentian sementara atau moratorium atas penjualan produk asuransi unit link. Politikus Partai Golkar itu mengatakan Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Industri DPR telah mengajukan permintaan moratorium tersebut ke OJK.

Menurut Misbakhun, permintaan panja di Komisi XI DPR tersebut akan membuka opsi-opsi tentang boleh atau tidaknya perusahaan asuransi menjual produk unit link di masa depan.

(Baca juga:Bicara di Seminar BI, Misbakhun Dorong Pelaku Pariwisata Manfaatkan QRIS)

“Dalam rapat Panja Pengawasan Industri Keuangan, kami menyampaikan perlunya dibuka sebuah opsi mengenai produk unit link dalam industri unit link itu dikaji ulang, mengingat banyak korban mengadu ke OJK dan DPR,” kata Misbakhun melalui layanan pesan, Rabu (8/12/2021).

Legislator di Komisi Keuangan DPR itu menegaskan sampai saat ini masyarakat yang menjadi korban produk unit link belum memperoleh kejelasan akan uang mereka. “Inilah kemudian lahir pemikiran tentang moratorium terhadap unit link di produk asuransi kita,” tegasnya.

(Baca juga:Alasan Misbakhun Persoalkan Dana Cadangan PEN ala Menkeu)

Misbakhun menjelaskan sebenarnya produk unit link dalam industri asuransi Indonesia merupakan pengembangan asuransi konvensional. Dalam unit link, paparnya, ada faktor investasi berisiko yang sebenarnya bukan merupakan produk asuransi itu sendiri.

Misbakhun juga menyinggung soal pengetahuan masyarakat yang belum memadai soal pasar saham. Menurutnya, hal itu juga menjadi masalah.

Penelusuran Panja Komisi XI DPR mengungkap bahwa banyak prosedur yang tak terpenuhi. Selain itu, kata Misbakhun, penjelasan kepada pemegang polis juga tak memadai.

(Baca juga:Garuda Kritis, Misbakhun Ingatkan Pemerintah Ubah Model Bisnis)

“Banyak yang merasa membeli produk asuransi dan berharap suatu saat bisa merasakan manfaat dan hasilnya. Cuma bukan keuntungan yang didapatkan, tetapi justru kerugian finansial karena ternyata yang mereka beli produk unit link yang kebanyakan investasinya ditanamkan di saham,” urai Misbakhun.

Mantan pegawai Ditjen Pajak itu lantas membeberkan pengaduan pemegang polis yang merasa membeli produk asuransi kesehatan, jiwa, dan pendidikan biasa. Ternyata, produk konvensional mereka sudah dikonversikan atau diubah menjadi produk unit link.

“Ujungnya hanya kerugian yang mereka alami, dan ini tak sesuai penjelasan awal oleh para sales dan agen asuransi, sehingga pemegang polis merasa ada unsur penipuan ke mereka,” tukas Misbakhun.

Oleh karena itu, DPR merasa perlu ada moratorium produk unit link tersebut. Dengan demikian, sambung Misbakhun, DPR dan pihak berwenang lainnya memiliki waktu untuk mendalami masalah ini lebih jauh.

(Baca juga:MK Coret Pasal Kebal Hukum di UU Corona, Ini Saran Misbakhun untuk Menkeu)

Misbakhun menuturkan hal pertama yang penting untuk dicermati ialah posisi industri asuransi Indonesia, khususnya pada masa pandemi. Sebab pandemi telah memberikan tekanan yang sangat berat, khususnya terhadap sektor keuangan, termasuk di pasar modal.

Investasi unit link pun paling banyak di pasar modal, sehingga akan ada pengaruhnya. “Jangan sampai gejolak di masyarakat ini menjadi sesuatu yang akhirnya tak bisa diselesaikan oleh pihak otoritas, dan pihak pelaku industri sendiri. Sehingga ini menjadi masalah serius bagi negara dalam hal perlindungan konsumen,” kata Misbakhun.

Yang kedua, hal itu juga menjadi kesempatan untuk menenangkan masyarakat yang masih resah. Sebab, OJK dianggap belum mampu melaksanakan tugas menjembatani konsumen dengan korporasi yang mengeluarkan produk unit link.

(Baca juga:DPR Berikan Solusi Terkait Kasus Dugaan Penipuan Unit Link)

“Sehingga moratorium ini perlu, agar ada cara bagaimana perusahaan ini menyelesaikan masalah yang ada. Setelah itu baru kita bisa menentukan apakah moratorium ini dilanjutkan atau tidak,” kata Misbakhun.

“Bila perlu selanjutnya bisa diputuskan apakah dilarang unit link ini. Atau kalau mereka bisa selesaikan dengan baik, mungkin masih diteruskan. Tentu dengan syarat dan edukasi baru di mana literasi kepada pemegang polis ditingkatkan, resiko investasi dijelaskan sejelasnya kepada para pemegang polis,” kata Misbakhun.

Untuk diketahui, data OJK menunjukkan penurunan jumlah pemegang polis unit link sekitar 2,8 juta dari 2019 ke 2020. Pada akhir 2019 terdapat sekitar 7 juta pemegang polis.

Namun, jumlahnya turun menjadi hanya 4,2 juta pada tahun lalu, alias turun 40%. Walau demikian, lebih dari 50% premi asuransi ternyata diambil oleh produk unit link.

Pada Oktober lalu, Komunitas Korban Asuransi mendatangi DPR dan mengeluhkan praktik pemasaran unit link yang sengaja mengarah kepada kesalahan penjualan dan dianggap mencurangi calon nasabah.
(dar)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1822 seconds (0.1#10.140)