Miris! 68% BUMN Penerima PMN Berpotensi Bangkrut, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Jum'at, 17 Desember 2021 - 13:37 WIB
loading...
Miris! 68% BUMN Penerima PMN Berpotensi Bangkrut, Ekonom Beberkan Penyebabnya
Setidaknya 68% BUMN penerima penyertaan modal negara (PMN) terancam bangkrut akibat kinerja yang tak kunjung membaik. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Setidaknya 68% BUMN penerima penyertaan modal negara ( PMN ) terancam gulung tikar. Hal ini diungkapkan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR.

Data Kementerian Keuangan mencatat, jumlah utang BUMN penerima suntikan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam skema PMN itu di atas rata-rata 55%. Sementara, 40% BUMN penerima PMN juga masih mencatat kerugian.



Ekonomi sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai utang dan kerugian menjadi faktor fundamental yang menyebabkan perusahaan-perusahaan pelat merah ini terancam bangkrut.

Bhima menilai, BUMN yang ternagtung pada suntikan modal dari pemerintah ini akan mengalami tekanan tinggi bila pemerintah membatasi atau memangkas penyertaan modalnya.

"Ada beberapa faktor krusial yang membuat BUMN itu rawan pailit ya. Satu, APBN itu terbatas, artinya kemampuan negara untuk terus menyuntik atau PMN itu akan mengalami tekanan juga atau bisa dipangkas juga. Nah, BUMN yang sudah terlanjur ketergantungan atau kecanduan terhadap PMN ini rentan ketika suplai dari negara dananya (dibatasi)," ujar Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Jumat (17/12/2021).

Sebab, kata dia, tak semua BUMN bisa mencari alternatif pendanaan baru. Bhima memandang, tata kelola perusahaan dan manajemen yang kurang profesional menjadi sebab utama ketidakpercayaan kreditur kepada perusahaan.

Kondisi tersebut diperparah oleh program restrukturisasi keuangan yang dinilai tidak efektif. Akibatnya, kinerja perusahaan tak kunjung dapat bersaing.

"Tanpa adanya proteksi regulasi dan bantuan dana pemerintah, banyak BUMN yang memang tidak bisa bersaing karena produknya kalah bersaing dibandingkan dengan pemain swasta," ujarnya.

Bhima mencatat, banyak BUMN memiliki beban utang yang tinggi sehingga menggerus pendapatan perusahaan. Tak jarang pula saat terjadi fluktuasi nilai tukar rupiah yang dalam, utang-utang BUMN naik signifikan. Faktor-faktor inilah yang membuat BUMN tidak memiliki kemampuan membayar kewajiban jangka pendeknya.



Kondisi ini dikhawatirkan Bhima karena perseroan yang mendapat PMN adalah mereka yang menguasai hajat hidup orang banyak. "Itu yang menjadi problem. Ada yang di sektor migas, kelistrikan misalnya, jadi di sini letak dilemanya. Jadi saling menyandera antara pemerintah butuh BUMN untuk penugasan atau menyalurkan subsidi. Sementara BUMN butuh pemerintah untuk mendorong terus PMN dan menyelamatkan keuangan yang sedang kritis," jelasnya.

Model simbiosis tersebut, lanjut Bhima, merupakan simbiosis yang tidak sehat lantaran merugikan keuangan negara dalam jangka panjang.

Dari arsip pemberitaan MNC Portal Indonesia, utang keseluruhan BUMN pada September 2020 mencapai Rp1.682 triliun. Tren kenaikan utang perseroan terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Tahun lalu, utang naik signifikan karena BUMN kekurangan dana untuk melaksanakan sejumlah program, salah satunya adalah anggaran BUMN Karya untuk pembangunan infrastruktur.
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2243 seconds (0.1#10.140)