Subsidi BBM Jadi Opsi Minimalisasi Gejolak Ekonomi
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Nasib Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan RON 88 (Premium) dan 90 (Pertalite) sudah di ujung tanduk alias segera dihapus. Subsidi BBM berkualitas bisa jadi opsi meminimalisasi gejolak ekonomi.
Wacana penghapusan BBM murah itu menyusul kebijakan pemerintah menetapkan Pertalite sebagai BBM transisi. Premium akan ditinggalkan. Setelah peralihannya berjalan dengan baik, maka Pertalite pun akan ikut menyusul dihapuskan.
Kebijakan ini pun tentu akan sangat berdampak dalam berbagai hal. Termasuk dapat memicu gejolak ekonomi di masyarakat. Harga BBM berkualitas akan sangat terasa, khsusnya bagi pelaku-pelaku usaha transportasi maupun logistik.
Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI ) Sulsel, Judy Rahardjo menilai, rencana pemerintah mengurangi emisi karbon memang sudah tepat. Hanya saja, tidak bisa begitu saja dilakukan dengan penghapusan BBM murah. Mesti ada kajian panjang.
“Memang sudah harus begitu. Tetapi ini kan ada persoalan-persoalan yang berkaitan nantinya ketika itu dilakukan. Ini sangat erat kaitannya dengan perekonomian,” kata dia kepada SINDOnews, Minggu (26/12/2021).
Kebijakan yang akan diambil ini, menurutnya, harus tetap mempertimbangkan aspek perekonomian masyarakat. Jangan sampai ada gejolak ekonomi yang besar jika langsung begitu saja diterapkan.
“Harus ada subsidi. Maksudnya saya sepekat melihat itu sebagai bagian untuk mengurangi emisi karbob. Ini kan masih kritis kita. Masih ada angkutan publik yang masih perlu seperti itu,” tegasnya.
Sektor usaha masyarakat lainnya seperti ojek online (ojol) serta kendaraan logistik juga disebutnya masih membutuhkan BBM dengan harga murah. “Bahan bakar itu masih dianggap pengeluaran yang masih tinggi. Masih berpengaruh,” sambungnya.
Artinya, kata dia, negara mesti melakukan intervensi untuk meminimalisasi potensi gejolak yang akan terjadi. Sebab, kunci utama dalam rencana emisi nol karbon tersebut ada di masyarakat.
Wacana penghapusan BBM murah itu menyusul kebijakan pemerintah menetapkan Pertalite sebagai BBM transisi. Premium akan ditinggalkan. Setelah peralihannya berjalan dengan baik, maka Pertalite pun akan ikut menyusul dihapuskan.
Kebijakan ini pun tentu akan sangat berdampak dalam berbagai hal. Termasuk dapat memicu gejolak ekonomi di masyarakat. Harga BBM berkualitas akan sangat terasa, khsusnya bagi pelaku-pelaku usaha transportasi maupun logistik.
Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI ) Sulsel, Judy Rahardjo menilai, rencana pemerintah mengurangi emisi karbon memang sudah tepat. Hanya saja, tidak bisa begitu saja dilakukan dengan penghapusan BBM murah. Mesti ada kajian panjang.
“Memang sudah harus begitu. Tetapi ini kan ada persoalan-persoalan yang berkaitan nantinya ketika itu dilakukan. Ini sangat erat kaitannya dengan perekonomian,” kata dia kepada SINDOnews, Minggu (26/12/2021).
Kebijakan yang akan diambil ini, menurutnya, harus tetap mempertimbangkan aspek perekonomian masyarakat. Jangan sampai ada gejolak ekonomi yang besar jika langsung begitu saja diterapkan.
“Harus ada subsidi. Maksudnya saya sepekat melihat itu sebagai bagian untuk mengurangi emisi karbob. Ini kan masih kritis kita. Masih ada angkutan publik yang masih perlu seperti itu,” tegasnya.
Sektor usaha masyarakat lainnya seperti ojek online (ojol) serta kendaraan logistik juga disebutnya masih membutuhkan BBM dengan harga murah. “Bahan bakar itu masih dianggap pengeluaran yang masih tinggi. Masih berpengaruh,” sambungnya.
Artinya, kata dia, negara mesti melakukan intervensi untuk meminimalisasi potensi gejolak yang akan terjadi. Sebab, kunci utama dalam rencana emisi nol karbon tersebut ada di masyarakat.