Sabar ya Bun, Harga Bahan Pokok Diramal Turun di Februari 2022
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga sejumlah komoditas pangan pokok menjelang akhir tahun 2021 melonjak cukup tinggi terutama minyak goreng, cabai, telur, dan daging.
Research Associate CORE Indonesia Dwi Andreas mengatakan, harga-harga komoditas tersebut kemungkinan masih akan tinggi hingga tutup tahun ini dan diprediksi melandai dan kembali normal pada awal 2022. Dwi menyontohkan untuk harga minyak goreng kemungkinan akan mulai terkoreksi seiring panen kedelai di Brazil.
"Kalau harga tersebut tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Ini hanya perkiraan kami, Brazil itu produksi kedelainya akan cukup tajam, mereka akan mulai panen kedelai sekitar bulan Januari sampai Maret," ujarnya dalam diskusi Refleksi Ekonomi Akhir Tahun 2021, Rabu (29/12/2021).
Menurut dia, ketika Brazil memasuki musim panen kedelai akan dapat mempengaruhi harga minyak goreng di dalam negeri juga. Pasalnya, penggerek terbesar minyak nabati (vegetable oil) dunia adalah kedelai.
Dwi menyebut sejak tahun 2020 hingga saat ini harga minyak nabati dunia sudah naik 2,4 kali lipat. Sehingga, diharapkan nanti akan segera melandai.
"Jadi, untuk minyak goreng saya kira tidak perlu dicemaskan, karena diperkuat nanti sekitar Februari - Maret akan terkoreksi (turun)," ucapnya.
Sedangkan untuk cabai, Andreas menyatakan harga komoditas tersebut dipengaruhi oleh faktor iklim panen. Untuk saat ini terlebih dengan adanya fenomena Lanina, harga cabai memang cenderung meningkat mulai Desember hingga Januari. "Mulai akhir Januari 2022 nanti sedulur-sedulur kami akan panen, sehingga Februari saya pastikan akan turun," tukasnya.
Dwi melanjutkan, jika harga cabai sedang tinggi namun serapan masyarakatnya berkurang juga tentunya akan menimbulkan dampak yang besar terhadap petani. Terlebih memasuki musim penghujan seperti ini ketika cabai tidak dapat disimpan lebih lama.
"Sekarang petani sedang menikmati harga tinggi bukannya mereka untung besar karena mereka kan sempat gagal panen juga. Di Jawa Timur dulur (saudara) kami petani cabai, ini banyak yang (tanaman cabainya) rusak oleh tikus. Selain itu, musim hujan juga cabai cepat busuk," tuturnya.
Kemudian terkait telur ayam, Dwi menyebut harga telur ayam relatif mengikuti harga daging ayam. Ketika harga daging ayam naik, praktis harga telur juga terkatrol.
"Siklus kenaikan telur ayam ini relatif mudah dibaca. Seharusnya pemerintah bisa mengantisipasi hal ini karena siklus sering terjadi setiap tahunnya," lanjut Andreas.
Andreas justru menyoroti kenaikan harga gabah yang saat ini juga sedang tinggi. Dia mencatat harganya di tingkat petani Rp4.800 pada bulan November, sedangkan Desember Rp5.130.
Menurut dia, angka tersebut lebih tinggi dibanding ketika terjadi heboh beras di akhir tahun 2017. "Kemungkinan harga gabah ini akan tinggi di bulan Januari, sudah barang tentu nanti diikuti oleh harga beras," tandasnya.
Research Associate CORE Indonesia Dwi Andreas mengatakan, harga-harga komoditas tersebut kemungkinan masih akan tinggi hingga tutup tahun ini dan diprediksi melandai dan kembali normal pada awal 2022. Dwi menyontohkan untuk harga minyak goreng kemungkinan akan mulai terkoreksi seiring panen kedelai di Brazil.
"Kalau harga tersebut tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Ini hanya perkiraan kami, Brazil itu produksi kedelainya akan cukup tajam, mereka akan mulai panen kedelai sekitar bulan Januari sampai Maret," ujarnya dalam diskusi Refleksi Ekonomi Akhir Tahun 2021, Rabu (29/12/2021).
Menurut dia, ketika Brazil memasuki musim panen kedelai akan dapat mempengaruhi harga minyak goreng di dalam negeri juga. Pasalnya, penggerek terbesar minyak nabati (vegetable oil) dunia adalah kedelai.
Dwi menyebut sejak tahun 2020 hingga saat ini harga minyak nabati dunia sudah naik 2,4 kali lipat. Sehingga, diharapkan nanti akan segera melandai.
"Jadi, untuk minyak goreng saya kira tidak perlu dicemaskan, karena diperkuat nanti sekitar Februari - Maret akan terkoreksi (turun)," ucapnya.
Sedangkan untuk cabai, Andreas menyatakan harga komoditas tersebut dipengaruhi oleh faktor iklim panen. Untuk saat ini terlebih dengan adanya fenomena Lanina, harga cabai memang cenderung meningkat mulai Desember hingga Januari. "Mulai akhir Januari 2022 nanti sedulur-sedulur kami akan panen, sehingga Februari saya pastikan akan turun," tukasnya.
Dwi melanjutkan, jika harga cabai sedang tinggi namun serapan masyarakatnya berkurang juga tentunya akan menimbulkan dampak yang besar terhadap petani. Terlebih memasuki musim penghujan seperti ini ketika cabai tidak dapat disimpan lebih lama.
"Sekarang petani sedang menikmati harga tinggi bukannya mereka untung besar karena mereka kan sempat gagal panen juga. Di Jawa Timur dulur (saudara) kami petani cabai, ini banyak yang (tanaman cabainya) rusak oleh tikus. Selain itu, musim hujan juga cabai cepat busuk," tuturnya.
Kemudian terkait telur ayam, Dwi menyebut harga telur ayam relatif mengikuti harga daging ayam. Ketika harga daging ayam naik, praktis harga telur juga terkatrol.
"Siklus kenaikan telur ayam ini relatif mudah dibaca. Seharusnya pemerintah bisa mengantisipasi hal ini karena siklus sering terjadi setiap tahunnya," lanjut Andreas.
Andreas justru menyoroti kenaikan harga gabah yang saat ini juga sedang tinggi. Dia mencatat harganya di tingkat petani Rp4.800 pada bulan November, sedangkan Desember Rp5.130.
Menurut dia, angka tersebut lebih tinggi dibanding ketika terjadi heboh beras di akhir tahun 2017. "Kemungkinan harga gabah ini akan tinggi di bulan Januari, sudah barang tentu nanti diikuti oleh harga beras," tandasnya.
(ind)