KPPU: Harga Layanan Telekomunikasi Sudah Sesuai Persaingan Usaha Sehat

Rabu, 10 Juni 2020 - 13:14 WIB
loading...
KPPU: Harga Layanan Telekomunikasi Sudah Sesuai Persaingan Usaha Sehat
Ilustrasi layanan telekomunikasi. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Menyambut era new normal, pemerintah kembali membahas RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang salah satu isinya membahas sektor telekomunikasi. Dalam sektor 'halo-halo' ini, yang menjadi pembahasan menarik yang diselenggarakan Sobat Cyber mengenai tarif telekomunikasi.

Ketua Bidang Infokom DPP KNPI Muhammad Ikhsan mengusulkan tarif telekomunikasi yang seragam untuk semua operator telekomunikasi yang beroperasi di Indonesia (satu harga untuk seluruh layanan telekomunikasi).

Lalu bagaimana sebenarnya posisi tarif satu harga ini di mata regulator pengawas persaingan usaha?

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kodrat Wibowo menolak tegas usulan KNPI mengenai penetapan satu harga layanan telekomunikasi. Menurutnya, usulan KNPI merupakan suatu kemunduran bagi ikilm persaingan usaha.

"Kita tidak akan pernah setuju fixed price. Karena itu bertentangan dengan UU Persaingan Usaha. Fungsi pasar di industri telekomunikasi sudah berjalan dengan baik. Kalau ada pihak yang menginginkan harga fixed maka mereka meniadakan semangat persaingan usaha yang sehat. Padahal penciptaan persaingan usaha yang sehat sudah ada di dalam UU. Masa kita mau mundur seperti zaman dulu, apa-apa semua dikontrol negara. Indonesia bukan negara sosialis," terang Kodrat di Jakarta, Rabu (10/6/2020).

Selain menyayangkan pemikiran mundur yang malah muncul dari kalangan pemuda, Kodrat juga mengingatkan, saat ini layanan telekomunikasi bukan lagi sebagai barang publik yang sepenuhnya dikuasai negara. Penetapan harganya sudah diserahkan pada mekanisme pasar. Ini dibuktikan dengan sudah ada beberapa badan usaha yang menyelenggarakan layanan telekomunikasi dan memberikan tarif beragam.

Seharusnya semua pihak yang terlibat dengan industri telekomunikasi dapat memahami hal ini sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi. Karena tak lagi barang publik yang dimonopoli negara, maka menurut KPPU penetapan tarif telekomunikasi sudah sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar.

Kodrat mengatakan, saat ini yang masih dimonopoli dan penguasaannya sepenuhnya dikontrol oleh negara hanya BBM melalui Pertamina dan listrik melalui PLN.

Sejatinya, penetapan satu tarif untuk layanan telekomunikasi di seluruh Indonesia tidak mungkin diwujudkan karena terdapat keberagaman dalam hal luas wilayah yang dilayani dan infrastruktur yang tergelar antara satu operator dengan operator yang lain.

Kondisi ini menunjukkan masing-masing operator memiliki target penggelaran infrastruktur yang beragam antara satu dengan yang lain. Kecuali, negara ambil bagian dengan menentukan target penggelaran infrastruktur kepada seluruh operator dalam rangka meminimalisir perbedaan target tersebut.

Kodrat berpendapat dengan persaingan usaha yang sudah sehat, potensi masyarakat untuk mendapatkan tarif yang lebih murah sesuai dengan kebutuhannya akan bisa dicapai.

Komisioner KPPU ini mengatakan, lembaganya hanya akan mendukung penetapan formula tarif batas atas yang terjangkau bagi masyarakat. Tujuannya agar pelaku usaha menetapkan harga sesuai harga kewajaran yang tidak merugikan masyarakat.

"Sehingga jika ada pelaku usaha yang bisa memberikan harga yang murah bagi masyarakat, KPPU mempersilahkan. Dari pada KNPI mengusulkan penetapan satu tarif, lebih baik mereka membantu regulator telekomunikasi untuk segera membuat standar kualitas layanan. Tujuannya agar konsumen dapat mengerti harga yang dibelinya sesuai kualitas yang mereka terima. Jadi masyarakat bisa sadar kalau harga murah mungkin kualitas butut," ujar Kodrat.

KPPU mempersilakan regulator telekomunikasi untuk membuat standar kualitas layanan agar para operator ini dapat menetapkan harganya sesuai dengan kualitas layanan yang akan diberikan kepada masyarakat.

Biaya yang dikeluarkan oleh operator dalam memenuhi standar kualitas layanan adalah komponen penting dalam pembentukan harga yang nantinya akan ditawarkan ke konsumen. Karena itu, harga yang diberikan ke masyarakat sesuai dengan standar kualitas layanan yang akan diberikan operator ditambah dengan margin yang wajar.

"KPPU semangatnya tidak ada tarif fixed dan tarif batas bawah. Kami ingin menciptakan persaingan usaha yang sehat dengan kualitas yang sesuai dengan apa yang dibayarkan masyarakat. Biarkan masyarakat memilih operator sesuai dengan harga dan kebutuhan serta kualitas yang diharapkan. Badan Perlindungan Konsumen juga setuju dengan usulan kami agar regulator telekomunikasi membuat standar kualitas layanan yang nantinya akan menjadi penetapan harga layanan masing-masing operator," terang Kodrat.

Sementara itu, Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, Indra Maulana mengatakan, Kominfo tidak dalam posisi untuk memihak ke salah satu pihak.

Pembangunan harus bersifat adil tidak hanya kepada konsumen tetapi juga kepada operator. Di satu sisi, pemerintah wajib melindungi konsumen, sedangkan di sisi lain, pemerintah juga harus menjaga keberlangsungan industri telekomunikasi.

Berbeda dengan infrastruktur jalan dan jembatan yang dibangun dengan pembiayaan dari APBN, infrastruktur telekomunikasi yang dinikmati masyarakat dibiayai secara mandiri oleh industri tanpa melibatkan APBN. Bahkan pembiayaan di wilayah USO (Universal Service Obligation) juga berasal dari iuran 1,25% pendapatan masing-masing operator.

"Posisi pemerintah adalah melindungi kepentingan masyarakat dan kepentingan industri. Kita tak hanya mendengarkan pandangan dari masyarakat yang ingin tarif murah dan terbaik. Harga murah mana ada yang memiliki kualitas terbaik," terang Indra.

Menurut dia, Kominfo harus menjalankan keseimbangan agar di satu sisi konsumen bisa mendapatkan layanan telekomunikasi yang terjangkau dan di sisi lainnya Kominfo juga berkewajiban untuk terus menjaga agar operator sehat sehingga bisa tetap menjalankan usaha serta memberikan pelayanan kepada masyarakat.
(bon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2144 seconds (0.1#10.140)