Harga BBM Tidak Turun, Pemerintah Dituntut Bayar Ganti Rugi Rp13,75 T
loading...
A
A
A
JAKARTA - Koalisi Masyarakat Penggugat Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menuntut kepada pemerintah untuk membayar ganti rugi akibat tidak menurunkan harga BBM saat harga minyak dunia anjlok.
Pemerintah dituntut mengganti kerugian senilai Rp13,75 triliun untuk kelebihan bayar BBM bulan April dan Mei 2020 kepada masyarakat melalui mekanisme yang legal, adil dan transparan.
"Kerugian timbul akibat dari tidak turunnya harga BBM pada bulan April dan Mei 2020 mengacu pada regulasi dari Menteri ESDM yang diterbitkan berdasarkan Kepmen ESDM No.62K/2020. Regulasi itu telah merugikan masyarakat karena apabila mengacu berdasarkan parameter tersebut maka harga BBM seharusnya diturunkan mengikuti mekanisme pasar," ujar Koordinator Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM Marwan Batubara saat konferensi pers virtual, di Jakarta, Rabu (10/6/2020). (Baca Juga : Jelang New Normal, Konsumsi BBM Pertamina Mulai Membaik )
Dia menjeleskan, apabila mengacu aturan tersebut maka dihitung berdasarkan formula harga BBM di Singapore (Mean of Platts Singapore/MOPS) atau Argus pada periode setiap tanggal 25 pada dua bulan sebelumnya sampai tanggal 24 satu bulan sebelumnya.
Dengan demikian MOPS rata-rata 25 Februari sampai dengan 24 Maret 2020 dan rata-rata kurs sebesar Rp15.300 per dolar AS maka diperoleh harga BBM bulan April 2020 untuk jenis Pertamax RON 92 sekitar Rp5.500 per liter dan Pertalite RON 90 sekitar Rp5.250 per liter.
"Namun faktanya harga resmi BBM yang dijual di berbagai SPBU adalah Rp9.000 per liter untuk Pertamax dan Rp7.650 per liter untuk Pertalite. Dengan demikian, jika dibanding harga sesuai formula, maka konsumen BBM Pertamax membayar lebih mahal sekitar Rp3.000 per liter," kata dia.
Hal yang sama juga terjadi untuk BBM Solar dan BBM Khusus Penugasan Premium. Adapun harga kedua BBM tersebut lebih mahal sekitar Rp1.250-1.500 per liter. "Jadi untuk semua jenis BBM rata-rata diperkirakan lebih mahal sekitar Rp2.000 per liter," jelasnya.
Begitu juga dengan bulan Mei dan Juni 2020 pemerintah juga belum menurunkan harga BBM. Akibatnya, konsumen BBM kembali membeli BBM dengan harga lebih mahal dibanding harga sesuai formula Kepmen ESDM.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) itu merinci pada April 2020, nilai rata-rata harga semua jenis BBM lebih mahal Rp2.000 per liter. Dengan demikian, total kelebihan bayar Rp6 triliun.
Lalu pada Mei 2020, nilai rata-rata kemahalan harga BBM semua jenis Rp2.500 per liter dengan demikian kerugian yang diderita masyarakat sebesar Rp7,75 triliun.
"Sehingga, selama April dan Mei 2020, konsumen BBM Indonesia diperkirakan membayar lebih mahal sekitar Rp13,75 triliun," kata dia.
Selain itu, pemerintah juga di desak untuk menurunkan harga BBM bulan Juli 2020 serta melaksanakan penentuan harga BBM sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Koordinator Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM Ahmad Redi mengatakan apabila sampai batas waktu tanggal 16 Juni 2020 tuntutan tersebut tidak dipenuhi pemerintah maka akan dilakukan gugatan hukum.
Pakar Hukum dari Universitas Tarumanagara ini menandaskan akan menggugat secara hukum (citizen law suit) ke pengadilan. Langkah itu diambil karena pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige overheidsdaad) sehingga merugikan masyarakat karena tidak sesuai dengan peraturan dan formula harga yang telah ditetapkan.
"Dengan demikian, kami mengaggap pemerintah dan badan usaha Pertamina, Shell, Total, BP, Exxon, Vivo, dan lain-lain terlihat nyata telah melanggar peraturan perundang-undangan Pelanggaran tersebut merupakan penyalahgunaan kekuasaan yang telah merugikan rakyat, dan harus dipertanggungjawabkan," kata dia.
Disamping itu, masyarakat telah menanggung beban biaya ekonomi yang tidak wajar di tengah kondisi pandemi Covid-19. Sementara harga BBM justru tidak diturunkan padahal punya peluang besar untuk terjadi penurunan.
"Sesuai Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Indonesia adalah negara hukum. Sebab itu, pelanggaran hukum yang dilakukan pemerintah dapat segera diproses sesuai peraturan yang berlaku," kata dia.
Tidak hanya itu, tidak ada upaya menurunkan harga BBM oleh pemerintah dan badan usaha karena menjual harga rata-rata sama maka dianggap sebagai pelanggaran terhadap UU Anti Monopoli yaitu UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"DPR dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia serta Komisi Pengawas Persaingan Usaha seharusnya menyelidiki kasus ini karena permasalahannya sangat jelas yakni harga minyak mentah dunia merosot tajam tetapi harga BBM dalam negeri tidak diturunkan," tandas dia.
Pemerintah dituntut mengganti kerugian senilai Rp13,75 triliun untuk kelebihan bayar BBM bulan April dan Mei 2020 kepada masyarakat melalui mekanisme yang legal, adil dan transparan.
"Kerugian timbul akibat dari tidak turunnya harga BBM pada bulan April dan Mei 2020 mengacu pada regulasi dari Menteri ESDM yang diterbitkan berdasarkan Kepmen ESDM No.62K/2020. Regulasi itu telah merugikan masyarakat karena apabila mengacu berdasarkan parameter tersebut maka harga BBM seharusnya diturunkan mengikuti mekanisme pasar," ujar Koordinator Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM Marwan Batubara saat konferensi pers virtual, di Jakarta, Rabu (10/6/2020). (Baca Juga : Jelang New Normal, Konsumsi BBM Pertamina Mulai Membaik )
Dia menjeleskan, apabila mengacu aturan tersebut maka dihitung berdasarkan formula harga BBM di Singapore (Mean of Platts Singapore/MOPS) atau Argus pada periode setiap tanggal 25 pada dua bulan sebelumnya sampai tanggal 24 satu bulan sebelumnya.
Dengan demikian MOPS rata-rata 25 Februari sampai dengan 24 Maret 2020 dan rata-rata kurs sebesar Rp15.300 per dolar AS maka diperoleh harga BBM bulan April 2020 untuk jenis Pertamax RON 92 sekitar Rp5.500 per liter dan Pertalite RON 90 sekitar Rp5.250 per liter.
"Namun faktanya harga resmi BBM yang dijual di berbagai SPBU adalah Rp9.000 per liter untuk Pertamax dan Rp7.650 per liter untuk Pertalite. Dengan demikian, jika dibanding harga sesuai formula, maka konsumen BBM Pertamax membayar lebih mahal sekitar Rp3.000 per liter," kata dia.
Hal yang sama juga terjadi untuk BBM Solar dan BBM Khusus Penugasan Premium. Adapun harga kedua BBM tersebut lebih mahal sekitar Rp1.250-1.500 per liter. "Jadi untuk semua jenis BBM rata-rata diperkirakan lebih mahal sekitar Rp2.000 per liter," jelasnya.
Begitu juga dengan bulan Mei dan Juni 2020 pemerintah juga belum menurunkan harga BBM. Akibatnya, konsumen BBM kembali membeli BBM dengan harga lebih mahal dibanding harga sesuai formula Kepmen ESDM.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) itu merinci pada April 2020, nilai rata-rata harga semua jenis BBM lebih mahal Rp2.000 per liter. Dengan demikian, total kelebihan bayar Rp6 triliun.
Lalu pada Mei 2020, nilai rata-rata kemahalan harga BBM semua jenis Rp2.500 per liter dengan demikian kerugian yang diderita masyarakat sebesar Rp7,75 triliun.
"Sehingga, selama April dan Mei 2020, konsumen BBM Indonesia diperkirakan membayar lebih mahal sekitar Rp13,75 triliun," kata dia.
Selain itu, pemerintah juga di desak untuk menurunkan harga BBM bulan Juli 2020 serta melaksanakan penentuan harga BBM sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Koordinator Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM Ahmad Redi mengatakan apabila sampai batas waktu tanggal 16 Juni 2020 tuntutan tersebut tidak dipenuhi pemerintah maka akan dilakukan gugatan hukum.
Pakar Hukum dari Universitas Tarumanagara ini menandaskan akan menggugat secara hukum (citizen law suit) ke pengadilan. Langkah itu diambil karena pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige overheidsdaad) sehingga merugikan masyarakat karena tidak sesuai dengan peraturan dan formula harga yang telah ditetapkan.
"Dengan demikian, kami mengaggap pemerintah dan badan usaha Pertamina, Shell, Total, BP, Exxon, Vivo, dan lain-lain terlihat nyata telah melanggar peraturan perundang-undangan Pelanggaran tersebut merupakan penyalahgunaan kekuasaan yang telah merugikan rakyat, dan harus dipertanggungjawabkan," kata dia.
Disamping itu, masyarakat telah menanggung beban biaya ekonomi yang tidak wajar di tengah kondisi pandemi Covid-19. Sementara harga BBM justru tidak diturunkan padahal punya peluang besar untuk terjadi penurunan.
"Sesuai Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Indonesia adalah negara hukum. Sebab itu, pelanggaran hukum yang dilakukan pemerintah dapat segera diproses sesuai peraturan yang berlaku," kata dia.
Tidak hanya itu, tidak ada upaya menurunkan harga BBM oleh pemerintah dan badan usaha karena menjual harga rata-rata sama maka dianggap sebagai pelanggaran terhadap UU Anti Monopoli yaitu UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"DPR dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia serta Komisi Pengawas Persaingan Usaha seharusnya menyelidiki kasus ini karena permasalahannya sangat jelas yakni harga minyak mentah dunia merosot tajam tetapi harga BBM dalam negeri tidak diturunkan," tandas dia.
(ind)