Indonesia Berpeluang Ekspor Energi Panas Bumi ke Singapura
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Manysuri mengatakan, Indonesia memiliki peluang untuk melakukan ekspor energi panas bumi atau geothermal ke Singapura. Singapura melalui Energy Market Authority (EMA) telah mengumumkan akan melakukan diversifikasi sumber listrik lewat pembangkit energi terbarukan hingga 4 gigawatt (GW) non-intermiten pada tahun 2035.
“Ini potensi yang bagus untuk ekspor, dengan faktor kedekatan Indonesia dengan Singapura. Peluang ini harus ditangkap cepat dan dimanfaatkan," kata Pahala dalam sebuah wawancara, dikutip Jumat (14/1/2022).
Pahala menyebut gerak cepat negara tetangga perlu menjadi perhatian BUMN agar tak ketinggalan dalam penyediaan energi listrik EBT.
“Untuk itu, dibutuhkan sinergi yang kuat antara PNRE, PGE dan PLN untuk menyediaan kebutuhan energi hijau di dalam negeri, serta mampu menangkap peluang ekspor dengan sumber daya yang melimpah,” tuturnya.
Pahala menjelaskan bahwa saat ini pemerintah sedang fokus terhadap pengembangan panas bumi sebagai porsi terbesar dalam EBT untuk menghadirkan energi bersih dalam rangka terciptanya kemandirian energi nasional. Indonesia sedang berupaya untuk memenuhi target pencapaian bauran energi nasional dari energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025.
“Kita akan kembangkan geothermal, karena yang menguntungkan di geothermal. Target penurunan emisi dari perusahaan BUMN 85 juta ton CO2,’’ tuturnya.
Geothermal atau panas bumi, lanjut Pahala, merupakan energi andalan Indonesia karena bisa dijadikan baseload. Biaya penyediaan energi dari panas bumi dinilai lebih murah dibandingkan EBT yang lain, yakni hanya USD7,6-8 sen per kWh.
‘'Bandingkan dengan baterai dari energi surya yang USD12 sen per kWh, jelas geothermal lebih murah. Sehingga, pemerintah menilai, geothermal punya potensi unik untuk dikembangkan," imbuhnya.
“Ini potensi yang bagus untuk ekspor, dengan faktor kedekatan Indonesia dengan Singapura. Peluang ini harus ditangkap cepat dan dimanfaatkan," kata Pahala dalam sebuah wawancara, dikutip Jumat (14/1/2022).
Pahala menyebut gerak cepat negara tetangga perlu menjadi perhatian BUMN agar tak ketinggalan dalam penyediaan energi listrik EBT.
“Untuk itu, dibutuhkan sinergi yang kuat antara PNRE, PGE dan PLN untuk menyediaan kebutuhan energi hijau di dalam negeri, serta mampu menangkap peluang ekspor dengan sumber daya yang melimpah,” tuturnya.
Pahala menjelaskan bahwa saat ini pemerintah sedang fokus terhadap pengembangan panas bumi sebagai porsi terbesar dalam EBT untuk menghadirkan energi bersih dalam rangka terciptanya kemandirian energi nasional. Indonesia sedang berupaya untuk memenuhi target pencapaian bauran energi nasional dari energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025.
“Kita akan kembangkan geothermal, karena yang menguntungkan di geothermal. Target penurunan emisi dari perusahaan BUMN 85 juta ton CO2,’’ tuturnya.
Geothermal atau panas bumi, lanjut Pahala, merupakan energi andalan Indonesia karena bisa dijadikan baseload. Biaya penyediaan energi dari panas bumi dinilai lebih murah dibandingkan EBT yang lain, yakni hanya USD7,6-8 sen per kWh.
‘'Bandingkan dengan baterai dari energi surya yang USD12 sen per kWh, jelas geothermal lebih murah. Sehingga, pemerintah menilai, geothermal punya potensi unik untuk dikembangkan," imbuhnya.
(uka)