Miliarder Ini Ngaku Tak Peduli Soal Penindasan Muslim Uighur di China

Selasa, 18 Januari 2022 - 11:34 WIB
loading...
Miliarder Ini Ngaku Tak Peduli Soal Penindasan Muslim Uighur di China
Miliarder Chamath Palihapitiya memicu reaksi di media sosial setelah mengatakan, tidak ada yang peduli tentang pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung terhadap kaum muslim Uighur di China. Foto/Dok Reuters
A A A
WASHINGTON - Miliarder Chamath Palihapitiya memicu reaksi di media sosial setelah mengatakan, tidak ada yang peduli tentang pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung terhadap kaum muslim Uighur di China. Pernyataan tersebut disampaikan dalam sebuah podcast belum lama ini.

Dalam video berdurasi 90 menit, Palihapitiya mengatakan kepada co-host Jason Calacanis di podcast "All-In" bahwa dia akan berbohong jika dia mengatakan bahwa dia peduli dengan Uighur, etnis minoritas Muslim di wilayah barat laut China .

"Setiap kali saya mengatakan bahwa saya peduli dengan Uighur, saya hanya berbohong. Saya tidak terlalu peduli. Jadi, saya lebih suka tidak berbohong kepada Anda dan mengatakan yang sebenarnya, itu bukan prioritas bagi saya," kata Palihapitiya, seorang kapitalis ventura yang memiliki 10% dari tim NBA Golden State Warriors.



Sementara itu dalam sebuah pernyataan di Twitter pada hari Senin, tim NBA itu menuliskan bahwa Palihapitiya "tidak berbicara atas nama waralaba kami, dan pandangannya tentu saja tidak mencerminkan orang-orang dari organisasi kami." Bunyi Pernyataan Golden State Warriors terkait sikapnya terhadap Uighur atau China.

Calacanis dan Palihapitiya mulai berbicara tentang Uighur ketika Calacanis memuji pendekatan kebijakan luar negeri Presiden Joe Biden ke China. Pemerintahan Biden menggambarkan penindasan terhadap Uighur dan kaum minoritas Muslim lainnya di wilayah tersebut sebagai "kerja paksa yang disponsori negara" dan merupakan "penahanan massal."

Pemerintahan Biden juga telah memperingatkan pelaku bisnis yang mempunyai rantai pasokan dan hubungan investasi ke Xinjiang, mereka bakal menghadapi konsekuensi hukum. Pemerintah China sebelumnya membantah melakukan kesalahan atau pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang.

Sekitar selama 15 menit saat podcast itu, Calacanis menilai langkah pemerintahan Biden yang dengan tegas menolak soal aksi penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia di China. Lalu muncul percakapan seperti ini.

Calacanis: Kebijakan terhadap China (Presiden Biden), faktanya dia mengeluarkan pernyataan tentang Uighur, saya pikir itu sangat kuat. Anda tahu, itu adalah salah satu kebijakan tegas yang dia lakukan, tetapi tidak muncul saat jajak pendapat.

Palihapitiya: Mari kita jujur, tidak ada, tidak ada yang peduli tentang apa yang terjadi pada Uighur, Oke? Anda mengomentarinya karena Anda benar-benar peduli. Dan saya pikir itu benar-benar bagus bahwa Anda peduli tapi ...

Calacanis: Apa? Apa maksudmu tidak ada yang peduli?

Palihapitiya: Kita semua tidak peduli. Aku hanya mengatakan kebenaran yang sangat keras.

Calacanis: Tunggu, Anda pribadi tidak peduli?

Palihapitiya: Saya mengatakan kebenaran yang sangat sulit, oke? Dari semua hal yang saya pedulikan. Ya, itu tidak menjadi prioritas saya. Oke, dari semua hal yang saya pedulikan, itu di bawah semuanya.

Calacanis: Mengecewakan.

Palihapitiya melanjutkan dengan mengatakan, bahwa yang ia pedulikan adalah tentang masalah krisis rantai pasokan, perubahan iklim, sistem perawatan kesehatan Amerika yang lumpuh serta potensi kejatuhan ekonomi dari invasi China ke Taiwan.

Dia kemudian mengklarifikasi pernyataannya dalam tweet Senin malam, dengan mengakui bahwa dia mengeluarkan pernyataan yang 'kurang empati'. "Sebagai pengungsi, keluarga saya melarikan diri dari negara dengan serangkaian masalah hak asasi manusianya sendiri. Sehingga ini adalah sesuatu yang telah menjadi bagian dari pengalaman hidup saya," kata Palihapitiya, yang lahir di Sri Lanka.

"Untuk memperjelas semuanya, keyakinan saya adalah bahwa hak asasi manusia penting, baik di China, Amerika Serikat, atau di tempat lain. Hentikan semuanya."



Di sisi lain pada bulan lalu, Gedung Putih mengumumkan boikot diplomatik terhadap Olimpiade Musim Dingin 2022 di Beijing, dengan alasan "genosida dan kejahatan yang sedang berlangsung terhadap kemanusiaan di Xinjiang dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya."

Pemerintah, kelompok masyarakat sipil dan pejabat PBB sebelumnya telah menyatakan keprihatinan atas langkah-langkah keras Beijing untuk menekan mereka yang mengkritik Partai Komunis China. Sebagai informasi Palihapitiya merupakan mantan eksekutif Facebook, pendiri dan CEO Social Capital, dan pemilik minoritas Golden State Warriors.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1730 seconds (0.1#10.140)