Manufaktur global masih melemah

Selasa, 04 September 2012 - 10:55 WIB
Manufaktur global masih melemah
Manufaktur global masih melemah
A A A
Sindonews.com - Aktivitas manufaktur global masih terkontraksi akibat imbas krisis utang zona euro. Hal ini ditunjukkan oleh indeks manufaktur Eropa dan China yang pada bulan lalu menurun kendati trennya mulai melambat.

Di zona euro, indeks belanja manajer (manager purchasing index/PMI) yang dirilis berdasarkan survei Markit terhadap ribuan perusahaan menunjukkan angka di posisi 45,1 poin pada Agustus lalu. Angka tersebut sedikit lebih baik dibanding Juli yang hanya 44 poin.

“Hanya Irlandia yang output industrinya meningkat. Negara-negara besar seperti Prancis dan Jerman masih pada posisi di bawah,” kata ekonom Markit Rob Dobson.

Aktivitas manufaktur China pada Agustus 2012 jatuh ke level terendah dalam sembilan bulan terakhir. Penurunan tersebut menambah kekhawatiran bahwa ekonomi Negeri Panda tengah melambat lebih cepat dari perkiraan. Data Biro Statistik Nasional China merilis, indeks belanja manajer (purchasing manager index/PMI) bulan lalu merosot ke posisi 49,2, terendah sejak November tahun lalu.

Seperti diketahui,indeks di atas 50 menunjukkan terjadinya ekspansi ekonomi, sedangkan di bawah 50 menandakan adanya kontraksi atau penurunan. Menanggapi data terbaru tentang aktivitas manufaktur, analis mengatakan bahwa saat ini China tengah terhantam oleh penurunan permintaan global dan domestik.

“Sektor manufaktur China terus berjuang dan terbebani oleh penurunan yang signifikan di dalam negeri, adanya iklim eksternal yang tidak mendukung sepenuhnya serta respons kebijakan yang sama sekali tidak cukup,” ujar analis IHS Global Insight Alistair Thornton dikutip BBC kemarin. Meski begitu, pertumbuhan ekonomi China masih tertolong karena dorongan pinjaman dari perbankan Beijing.

Tetapi, booming kredit tersebut mengakibatkan lonjakan harga properti sehingga kekhawatiran atas gelembung aset serta pertumbuhan kredit berlanjut dalam jangka panjang. Hal itu juga mendorong para pembuat kebijakan untuk memperkenalkan berbagai langkah guna membatasi pinjaman. Thornton mengungkapkan, pergerakan aktivitas ekonomi untuk sementara telah membantu menjaga harga aset dan memengaruhi pertumbuhan ekonomi China.

“Perekonomian Beijing tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 7,6 persen pada kuartal II tahun ini,di mana merupakan laju paling lambat dalam tiga tahun,” paparnya.

Dia menambahkan, Pemerintah China telah meremehkan laju perlambatan dan saat ini tengah berada di belakang kurva pertumbuhan. Sementara, China telah mengambil beberapa langkah untuk mengurangi kebijakan dalam upaya memicu pertumbuhan akibat meningkatnya kekhawatiran perlambatan tajam dalam ekonominya.

Sebelumnya Bank Sentral China (People’s Bank of China/PBOC) telah menurunkan jumlah cadangan uang di bank-bank Beijing sebanyak tiga kali dalam beberapa bulan terakhir guna meningkatkan kredit negara tersebut. Selain itu, PBOC memangkas suku bunga utamanya sebanyak dua kali sejak Juni tahun ini untuk menurunkan biaya pinjaman bisnis dan konsumen. Namun, langkahlangkah tersebut tampaknya hanya memiliki dampak kecil bagi pertumbuhan Negeri Panda.

Menurut analis, hal itu disebabkan bank-bank China tidak terlalu tertarik meminjamkan uang karena kekhawatiran terjadinya perlambatan pertumbuhan.

“Bank China tidak bersedia untuk membuat pinjaman besar jangka panjang karena mereka khawatir mengenai kesehatan perekonomian negaranya,” imbuh Mark Matthews, analis Bank Julius Baer.

Dia juga menambahkan, kekhawatiran perbankan lainnya adalah rekor pinjaman selama beberapa tahun terakhir dapat mengakibatkan kenaikan kredit macet dan menghantam keuntungannya.

Kepala Manajemen Risiko Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) Wei Guoxiong mengutarakan, pengalaman masa lalu telah mengajarkan China bahwa krisis kredit macet biasanya datang dalam kurun waktu tiga tahun setelah periode lonjakan kredit normal. “Akan ada kenaikan penting dalam kredit macet di sektor perbankan tahun ini,” kata dia.

Senada dengan Guoxiong, Matthews memaparkan, kekhawatiran tersebut telah membuat perbankan lebih berhati- hati mengenai pinjaman dalam lingkungan ekonomi yang tidak menentu.

“Jika sampai perbankan mulai meminjamkan uang kepada bisnis, kebijakan bank sentral kemungkinan terbukti tidak efektif,” pungkasnya.
Di London, PMI Inggris bulan lalu mulai menunjukkan adanya penurunan yang semakin lambat dipicu naiknya pesanan domestik. Menurut Markit/CIPS indeks PMI Agustus naik ke level 49,5 poin, tertinggi dalam empat bulan.

Gambaran data Agustus memang masih menunjukkan adanya penurunan karena masih di bawah 50, tetapi lebih optimistis dibanding jajak pendapat yang dilakukan Reuterskepada para ekonom. “Tanda-tandanya sudah mulai adanya perbaikan kendati masih terkontraksi. Masih ada kelemahan terutama di sektor investasi,” kata ekonom Markit Rob Dobson.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5139 seconds (0.1#10.140)