Aturan Pencairan JHT Diduga untuk Tutupi Risiko Gagal Bayar BPJamsostek
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan ( BPJamsostek) , Poempida Hidayatullah, mengatakan ada masalah dalam pengelolaan dana jaminan hari tua ( JHT ) pada BPJamsostek. Masalah tersebut menurutnya bisa menjadikan BPJamsostek mengalami gagal bayar klaim peserta.
Menurutnya, masalah yang terjadi pada pengelolaan BPJamsostek adalah solvabilitas, yaitu jumlah dana kelolaan BPJamsostek dengan kewajiban bayar (klaim) nilainya lebih kecil.
"Jadi duit yang terkumpul, dengan kewajiban dia harus membayar (klaim) ini nilainya di bawah. Artinya harus ada yang nombokin kalau diklaim," ujar Poempida dalam diskusi virtual, Selasa (15/2/2022).
Poempida menduga ada kesalahan dalam pengelolaan BPJamsostek sehingga bisa terjadi situasi tersebut. Jadi penundaan pembayaran JHT seperti yang tertuang dalam Permenaker No. 2 Tahun 2022 untuk menghindari kasus gagal bayar.
"Saya menduga, basis pelarangan JHT ini sebelum usia pensiun supaya tidak terjadi gagal bayar. Persoalannya banyak di JHT itu, ada dana ratusan triliun tertahan di dalam portofolio (saham) yang buruk, terutama dalam bentuk reksa dana dan saham yang jelek-jelek," sambung Poempida.
Sebab menurutnya jika banyak peserta yang akan mengajukan klaim, namun dana yang diinvestasikan itu malah minus, maka yang terjadi adalah kegagalan dalam pembayaran klaim untuk peserta.
"Sekarang iuran kan wajib nih, saya juga ingin mengkritisi, kok dulu dibolehin, dan sekarang ditutup hanya untuk melindungi orang-orang yang mengelola uang ini, yang salah kelola," lanjut Poempida.
Seharusnya menurut Poempida, kalau hal demikian yang menjadi masalah, yang perlu dibereskan adalah sistem pengelolaannya. Bukan justru menukar hak pekerja mencairkan JHT dengan kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat yang kehilangan pekerjaan, sebab hal tersebut memang sudah diatur dalam konstitusi.
"Saya tidak bisa terima, seharusnya suka tidak suka, ini yang harus diselesaikan. Kalau mau menyelesaikan ini pengelolaannya, jangan kemudian dibebani ke buruh atau pekerja," tutur Poempida.
Poempida juga memberikan salah satu contoh hitung-hitungan investasi di BPJamsostek yang menurutnya salah ketika dirinya masih menjadi dewan pengawas di BPJamsostek.
"Misalnya dalam satu tahun sebelumnya, itu target tidak tercapai, misal target 10%, kemudian hanya tercapai 8%, berarti kan kurang 2% dari target. Nah tahun berikutnya yang 2% ini tidak dihitung lagi, harusnya kan dikejar, tahun selanjutnya ya sudah targetnya 10% lagi. Harusnya kan ke 12% untuk nombok yang sebelumnya gagal," kata Poempida.
"Saya sudah sampaikan ke Bu menteri Sri Mulyani, bahwa ada risiko gagal bayar, makanya di perkecil jumlah portofolio saham dan reksadananya," pungkasnya.
Menurutnya, masalah yang terjadi pada pengelolaan BPJamsostek adalah solvabilitas, yaitu jumlah dana kelolaan BPJamsostek dengan kewajiban bayar (klaim) nilainya lebih kecil.
"Jadi duit yang terkumpul, dengan kewajiban dia harus membayar (klaim) ini nilainya di bawah. Artinya harus ada yang nombokin kalau diklaim," ujar Poempida dalam diskusi virtual, Selasa (15/2/2022).
Poempida menduga ada kesalahan dalam pengelolaan BPJamsostek sehingga bisa terjadi situasi tersebut. Jadi penundaan pembayaran JHT seperti yang tertuang dalam Permenaker No. 2 Tahun 2022 untuk menghindari kasus gagal bayar.
"Saya menduga, basis pelarangan JHT ini sebelum usia pensiun supaya tidak terjadi gagal bayar. Persoalannya banyak di JHT itu, ada dana ratusan triliun tertahan di dalam portofolio (saham) yang buruk, terutama dalam bentuk reksa dana dan saham yang jelek-jelek," sambung Poempida.
Sebab menurutnya jika banyak peserta yang akan mengajukan klaim, namun dana yang diinvestasikan itu malah minus, maka yang terjadi adalah kegagalan dalam pembayaran klaim untuk peserta.
"Sekarang iuran kan wajib nih, saya juga ingin mengkritisi, kok dulu dibolehin, dan sekarang ditutup hanya untuk melindungi orang-orang yang mengelola uang ini, yang salah kelola," lanjut Poempida.
Seharusnya menurut Poempida, kalau hal demikian yang menjadi masalah, yang perlu dibereskan adalah sistem pengelolaannya. Bukan justru menukar hak pekerja mencairkan JHT dengan kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat yang kehilangan pekerjaan, sebab hal tersebut memang sudah diatur dalam konstitusi.
"Saya tidak bisa terima, seharusnya suka tidak suka, ini yang harus diselesaikan. Kalau mau menyelesaikan ini pengelolaannya, jangan kemudian dibebani ke buruh atau pekerja," tutur Poempida.
Poempida juga memberikan salah satu contoh hitung-hitungan investasi di BPJamsostek yang menurutnya salah ketika dirinya masih menjadi dewan pengawas di BPJamsostek.
"Misalnya dalam satu tahun sebelumnya, itu target tidak tercapai, misal target 10%, kemudian hanya tercapai 8%, berarti kan kurang 2% dari target. Nah tahun berikutnya yang 2% ini tidak dihitung lagi, harusnya kan dikejar, tahun selanjutnya ya sudah targetnya 10% lagi. Harusnya kan ke 12% untuk nombok yang sebelumnya gagal," kata Poempida.
"Saya sudah sampaikan ke Bu menteri Sri Mulyani, bahwa ada risiko gagal bayar, makanya di perkecil jumlah portofolio saham dan reksadananya," pungkasnya.
(uka)