Titah Luhut ke Kementerian dan Lembaga: Impor Tak Boleh Lebih dari 10%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan mendorong optimalisasi belanja Produk Dalam Negeri (PDN) dan UMKM melalui e-purchasing dan e-tendering dalam rangka Bangga Buatan Indonesia. Menko Luhut mengatakan, besaran impor maksimal yang diperbolehkan bagi Kementerian dan Lembaga (K/L) hanya 10% dari seluruh belanja barang dan jasa.
“Tujuan utamanya adalah untuk mendorong Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membeli produk dalam negeri. Hal ini mengoptimalkan potensi lebih dari 50% anggaran belanja K/L untuk produk dalam negeri,” ungkap Menko Luhut dalam keterangan resmi yang diterima MPI, Jumat (18/2/2022).
Terdapat tiga prinsip utama aksi afirmatif bagi pembelian produk dalam negeri. Belanja pemerintah wajib untuk Produk Dalam Negeri, termasuk belanja barang dan jasa.
“Jika ada impor, maka hal tersebut menjadi pengecualian dengan besaran impor maksimal 10%. Untuk Kementrian yang mengusulkan impor harus menyampaikan kebijakan, program, dan langkah pengurangan impor sampai dengan 5% pada tahun 2023,” tambahnya.
Sebagai catatan, saat ini terdapat 20 kelompok produk ber-TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) seperti peralatan kelistrikan, kesehatan, telekomunikasi, elektronika, dan berbagai peralatan lain yang dapat mendukung kerja Pemerintah.
“Dengan pemerintah belanja produk dalam negeri, ini menunjukkan keberpihakan kita yang nyata. Selain itu hal ini dapat mendorong perekonomian di Indonesia,” tegas Menko Luhut.
Optimalisasi e-Purchasing dan e-Tendering juga perlu dilakukan, Pengadaan barang/jasa melalui e-Tendering agar mencantumkan syarat wajib menggunakan produk dalam negeri dan produk yang dihasilkan UMKM pada kontrak kerja sama.
Sebelumnya, Menko Luhut juga telah meminta kepada 10 Kementerian/Lembaga dengan anggaran tertinggi agar dapat membuat peta jalan aksi afirmatif dalam hal untuk mewujudkan belanja produk dalam negeri.
“Tujuan utamanya adalah untuk mendorong Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membeli produk dalam negeri. Hal ini mengoptimalkan potensi lebih dari 50% anggaran belanja K/L untuk produk dalam negeri,” ungkap Menko Luhut dalam keterangan resmi yang diterima MPI, Jumat (18/2/2022).
Terdapat tiga prinsip utama aksi afirmatif bagi pembelian produk dalam negeri. Belanja pemerintah wajib untuk Produk Dalam Negeri, termasuk belanja barang dan jasa.
“Jika ada impor, maka hal tersebut menjadi pengecualian dengan besaran impor maksimal 10%. Untuk Kementrian yang mengusulkan impor harus menyampaikan kebijakan, program, dan langkah pengurangan impor sampai dengan 5% pada tahun 2023,” tambahnya.
Sebagai catatan, saat ini terdapat 20 kelompok produk ber-TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) seperti peralatan kelistrikan, kesehatan, telekomunikasi, elektronika, dan berbagai peralatan lain yang dapat mendukung kerja Pemerintah.
“Dengan pemerintah belanja produk dalam negeri, ini menunjukkan keberpihakan kita yang nyata. Selain itu hal ini dapat mendorong perekonomian di Indonesia,” tegas Menko Luhut.
Optimalisasi e-Purchasing dan e-Tendering juga perlu dilakukan, Pengadaan barang/jasa melalui e-Tendering agar mencantumkan syarat wajib menggunakan produk dalam negeri dan produk yang dihasilkan UMKM pada kontrak kerja sama.
Sebelumnya, Menko Luhut juga telah meminta kepada 10 Kementerian/Lembaga dengan anggaran tertinggi agar dapat membuat peta jalan aksi afirmatif dalam hal untuk mewujudkan belanja produk dalam negeri.
(akr)