Kebijakan atasi impor disiapkan

Jum'at, 30 November 2012 - 09:20 WIB
Kebijakan atasi impor disiapkan
Kebijakan atasi impor disiapkan
A A A
Sindonews.com - Kementerian Perdagangan (Kemendag) memandang perlu membuat kebijakan guna mengatasi lonjakan impor agar produk dalam negeri tidak kalah bersaing di rumah sendiri. Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan mengatakan, kebijakan itu untuk mengantisipasi serbuan barang impor yang diperkirakan bakal semakin deras.

Pasalnya, seperti halnya Indonesia yang tengah mencari pasar baru (nontradisional) untuk produk-produknya, hal yang sama dilakukan oleh hampir semua negara di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan Eropa tertimpa krisis yang tidak kunjung usai.

Mendag mengatakan, salah satu negara yang paling berambisi mencari pasar untuk produk-produknya adalah China. Terlebih, negara tersebut memiliki keunggulan bisa memproduksi barang dengan harga yang lebih murah dibandingkan negara lain.

China juga piawai memproduksi barang-barang secara massal. “Tiongkok sekarang ini kelabakan, mereka mencari alternatif pasar yang memiliki konsumsi tinggi,” kata Gita, di Jakarta kemarin.

Indonesia menjadi tujuan yang teramat menarik bagi produk-produk asal China karena pasarnya yang besar, konsumsi yang tinggi dan daya beli masyarakat yang meningkat. Keadaan tersebut memastikan produk impor yang masuk ke Indonesia akan semakin besar.

Dalam 20 tahun yang akan datang,ujar Gita,Indonesia akan menjadi tujuan impor utama bagi negara seperti China sebagai negara produsen barang-barang murah. Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) inimengatakan, saat ini Indonesia belum memiliki perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) untuk menangkalnya.

Demi menahan laju impor,imbuh dia, kapasitas produksi dalam negeri perlu ditingkatkan. “Ini akan sulit karena masalah birokrasi, regulasi, korupsi, infrastruktur dan pendidikan belum seluruhnya dibenahi,” tuturnya.

Gita mengaku, mengatasi lonjakan impor tidak mudah dan butuh waktu yang panjang karena berbagai lini dan situasi domestik yang harus diperbaiki. Karena itu, kebijakan khusus untuk menyiasatinya hal ini disiapkan pemerintah.

Namun, Gita belum mau mengungkap kebijakan seperti apa yang kini tengah digodok pemerintah. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur mengatakan, perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dikhawatirkan masih akan menekan laju ekspor karena penurunan permintaan dari negara-negara yang menjadi pasar utama.

Penurunan permintaan ini diakuinya pasti akan berdampak pada negara eksportir seperti China yang selanjutnya akan melirik pasar-pasar baru, termasuk Indonesia, yang masih sangat potensial. “Akibatnya, memang bisa saja akan memperbesar banjir produk impor di pasar domestik Indonesia,” kata Natsir. Karena itu, kebijakan antisipatif menurutnya memang perlu disiapkan oleh pemerintah.

Berdasarkan data Badan Statistik Indonesia (BPS) impor September 2012 mencapai USD15,35 miliar atau naik 1,19 persen dibandingkan periode yang sama di 2011. Jika dibanding bulan sebelumnya sebesar USD13,81 miliar, impor pada September bahkan naik 11,12 persen.

Total impor Januari–September 2012 tercatat mencapai USD141,97 miliar atau naik 9,18 persen dibanding periode yang sama 2011. Dari jumlah itu, total impor nonmigas pada Januari-September 2012 tercatat sebesar USD111,02 miliar atau naik 11,34 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu.

Tiga negara asal impor produk nonmigas terbesar ke Indonesia selama Januari–September 2012 adalah China dengan total impor sebesar USD21,43 miliar, disusul Jepang dengan total impor USD17,29 miliar dan Thailand sebesar USD8,58 miliar.

Namun, pemerintah menilai kenaikan nilai impor hingga 9,18 persen masih wajar karena tetap didominasi bahan baku/penolong dan barang modal. Kenaikan impor untuk bahan baku dan barang modal adalah suatu hal yang positif bagi industri, terutama jika produk yang dihasilkan kembali diekspor.

Pada periode itu, pemerintah mencatat, kenaikan nilai impor impor bahan baku/ penolong sebesar 6,6 persen menjadi USD103,4 miliar.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4838 seconds (0.1#10.140)