Dorong Transformasi Digital Presidensi G20, PR Indonesia Mesti Serius Diselesaikan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menempuh upaya transformasi digital , sebagaimana dicanangkan Indonesia sebagai salah satu isu prioritas Presidensi G20 2022, tentu memerlukan sinergi dan kolaborasi pemangku kepentingan majemuk atau multistakeholder (pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor swasta, akademisi dan komunitas teknis) guna memastikan semaksimal mungkin manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) secara khusus telah membentuk Digital Economy Working Group (DEWG) dengan tiga (3) pilar digital: infrastruktur konektivitas digital, kecakapan atau literasi digital, serta arus data lintas batas negara.
Ketiga pilar itu tentu saja memiliki sejumlah tantangan tersendiri, mengingat sejumlah kondisi demografis hingga regulasi yang belum memadai di sejumlah sektor terkait. Sebutlah semisal masih adanya kesenjangan digital berbasis gender, keterbatasan akses ke pengetahuan, maraknya hoaks serta tak kunjung disahkannya RUU Pelindungan Data Pribadi, adalah pekerjaan rumah yang mesti serius dikerjakan dan dituntaskan oleh Indonesia jika ingin mengusung isu transformasi (ekonomi) digital sebagai kepentingan nasional pun G20.
Catatan khusus berupa rekomendasi dan pembelajaran yang baik telah disusun dan disampaikan oleh tiga organisasi masyarakat sipil yang melakukan kegiatan advokasi dan pembangunan kapasitas masyarakat terkait Internet, yaitu Common Room bersama Universitas Padjajaran (UNPAD), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), dan ICT Watch.
Catatan “Kertas Posisi Masyarakat Sipil: Tiga Tantangan Utama Transformasi Digital Indonesia” tersebut memang disesuaikan dengan tiga pilar DEWG yang bertujuan untuk lebih menekankan aspek “link-and-match” antara komitmen nasional, tantangan terkini, rekomendasi dan usulan kebijakan, serta studi kasus dan pembelajaran.
Sejumlah rekomendasi kunci dari organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Indonesia Civil Society Organisation of Digital Transformation Task Force (ID-CSO DTTF) tersebut, di antaranya adalah:
1. Perlunya terus menggiatkan pembangunan infrastruktur internet dan platform digital bermakna dengan agenda pemberdayaan serta pendampingan warga yang berorientasi pada pendekatan berbasis manusia (human-centered approach).
2. Perlunya sinergi kebijakan nasional literasi digital yang mampu mengkoordinasikan lintas kementerian, lembaga dan daerah, dengan pelibatan multistakeholder secara bermakna, inklusif dan mengedepankan kemampuan SDM berpikir kritis.
3. Perlunya menetapkan kerangka tata kelola perlindungan data pribadi yang baik dan komprehensif melalui pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi, sebagai acuan penting dalam pengaturan transfer data lintas batas negara.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) secara khusus telah membentuk Digital Economy Working Group (DEWG) dengan tiga (3) pilar digital: infrastruktur konektivitas digital, kecakapan atau literasi digital, serta arus data lintas batas negara.
Ketiga pilar itu tentu saja memiliki sejumlah tantangan tersendiri, mengingat sejumlah kondisi demografis hingga regulasi yang belum memadai di sejumlah sektor terkait. Sebutlah semisal masih adanya kesenjangan digital berbasis gender, keterbatasan akses ke pengetahuan, maraknya hoaks serta tak kunjung disahkannya RUU Pelindungan Data Pribadi, adalah pekerjaan rumah yang mesti serius dikerjakan dan dituntaskan oleh Indonesia jika ingin mengusung isu transformasi (ekonomi) digital sebagai kepentingan nasional pun G20.
Catatan khusus berupa rekomendasi dan pembelajaran yang baik telah disusun dan disampaikan oleh tiga organisasi masyarakat sipil yang melakukan kegiatan advokasi dan pembangunan kapasitas masyarakat terkait Internet, yaitu Common Room bersama Universitas Padjajaran (UNPAD), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), dan ICT Watch.
Catatan “Kertas Posisi Masyarakat Sipil: Tiga Tantangan Utama Transformasi Digital Indonesia” tersebut memang disesuaikan dengan tiga pilar DEWG yang bertujuan untuk lebih menekankan aspek “link-and-match” antara komitmen nasional, tantangan terkini, rekomendasi dan usulan kebijakan, serta studi kasus dan pembelajaran.
Sejumlah rekomendasi kunci dari organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Indonesia Civil Society Organisation of Digital Transformation Task Force (ID-CSO DTTF) tersebut, di antaranya adalah:
1. Perlunya terus menggiatkan pembangunan infrastruktur internet dan platform digital bermakna dengan agenda pemberdayaan serta pendampingan warga yang berorientasi pada pendekatan berbasis manusia (human-centered approach).
2. Perlunya sinergi kebijakan nasional literasi digital yang mampu mengkoordinasikan lintas kementerian, lembaga dan daerah, dengan pelibatan multistakeholder secara bermakna, inklusif dan mengedepankan kemampuan SDM berpikir kritis.
3. Perlunya menetapkan kerangka tata kelola perlindungan data pribadi yang baik dan komprehensif melalui pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi, sebagai acuan penting dalam pengaturan transfer data lintas batas negara.
(uka)