Guru Besar UGM: Migrasi Pengguna Pertamax ke Pertalite Tak Akan Terjadi

Minggu, 13 Maret 2022 - 11:43 WIB
loading...
Guru Besar UGM: Migrasi...
Kekhawatiran terjadinya migrasi pengguna bahan bakar minyak (BBM) beroktan tinggi (RON 92 ke atas) ke BBM dengan kualitas di bawahnya diyakini tidak akan terjadi, meski disparitas harga cukup tinggi. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Kekhawatiran terjadinya migrasi pengguna bahan bakar minyak (BBM) beroktan tinggi (RON 92 ke atas) ke BBM dengan kualitas di bawahnya diyakini tidak akan terjadi, meski disparitas harga cukup tinggi. Sebab, para pemilik kendaraan saat ini dinilai sudah sangat sadar pentingnya menggunakan BBM sesuai spesifikasi yang disarankan pabrikan.

"Saya yakin pengguna Pertamax tidak akan serta merta beralih ke Pertalite karena pengguna sudah sadar akan dampaknya ke mesin," ujar Kepala Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada (UGM) Deendarlianto dalam diskusi virtual bersama media, Sabtu (12/3/2022).



Belum lama ini Pertamina menaikkan harga jual tiga produk BBM dengan RON tinggi, yakni Pertamax Turbo (RON 98), Pertamina Dex (CN 53), dan Dexlite (CN 51) merespons kenaikan harga minyak dunia. Sementara, harga Pertamax (RON 92) dan Pertalite (RON 90) tidak berubah.

Guru Besar Teknik Mesin UGM itu mengatakan, dari sisi teknis konsumen akan berpikir ulang untuk beralih, misalnya, dari Pertamax ke Pertalite. "Alasannya kinerja mesin, kalau sampai mesin yang rusak berapa biayanya? Tentu orang akan berpikir ulang," tuturnya.

BBM dengan RON atau CN tinggi selain lebih efisien juga lebih ramah lingkungan karena emisi yang dihasilkan lebih rendah. Namun, Deendarlianto mengakui bahwa persoalan harga kerap mendorong orang mengambil risiko.

Untuk mempromosikan energi ataupun bahan bakar bersih menurutnya memang memerlukan biaya tambahan, dan tidak semua golongan masyarakat mampu mengaksesnya. Karena itu, kata dia, dalam hal ini pemerintah harus hadir, dan jika perlu memberikan subsidi bagi masyarakat.

"Kalau kita bicara Eropa dan Amerika Serikat, mereka tidak pernah ribut masalah BBM karena daya beli cukup kuat. Ini beda dengan kita, makanya negara harus hadir," tegasnya.

Terlebih, hal ini sejalan dengan target pemerintah untuk terus menekan emisi CO2. "Dari pertimbangan target net zero emission harusnya Pertamina memang sudah mulai mengurangi BBM RON rendah," kata dia.



Dia menambahkan, dalam beberapa tahun ke depan penggunaan BBM fosil secara umum masih akan meningkat. Dalam jurnal bertajuk Energy Policy yang ditulis Deendarlianto dan dua rekannya, Indra Candra Setiawan dan Indarto, pada 2030 konsumsi minyak sebagai bahan bakar transportasi masih yang terbesar dengan persentase mencapai 64%. Sektor transportasi darat menjadi pengguna BBM terbesar dengan persentase mencapai 90%.

Namun, sambung dia, dengan mempertimbangkan bakal masuknya sumber energi lain seperti biodiesel, mobil listrik, etanol, hingga CNG, penggunaan BBM juga akan semakin turun. Sektor aumotif juga akan semakin mengarah ke teknologi yang menghasilkan emisi rendah.

Untuk itu, kata dia, ke depan hal ini harus diantisipasi dengan menyiapkan BBM berkualitas dan mengurangi BBM yang kurang ramah lingkungan. "Pertimbangannya pertama green energy, sekarang kita masuk ke transisi energi, low carbon," tandasnya.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1692 seconds (0.1#10.140)