Proyek Smelter Mempawah Macet, Erick Thohir Turun Tangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohirturun tangan melakukan negosiasi ulang dengan China Aluminum International Engineering Corporation Limited (Chalieco) usai tidak adanya kesepakatan atas sejumlah masalah dalam proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat.
Akibat masalah tersebut, progress proyek SGAR stagnan di angka 13,7%. Padahal, proyek strategis nasional ini hingga Maret 2022 ditargetkan mencapai 77% dan siap beroperasi pada 2023 mendatang.
Pasca penandatanganan kontrak Engineering, Procurement and Construction (EPC) pada awal 2020 lalu, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) dan China Aluminum International Engineering Corporation Limited selaku konsorsium Indonesia-China, belum menemukan kata sepakat untuk sejumlah masalah.
"Menteri BUMN juga sudah melakukan pendekatan dengan Chalieco untuk meminta agar pelaksanaan ini bisa on the track dan melihat dimana yang bisa dibantu pemerintah Indonesia dalam mempercepat proyek ini," ujar Direktur Operasi dan Portofolio MIND ID, Danny Praditya, saat RDP bersama Komisi VII DPR, Senin (21/3/2022).
Danny menyebutkan, meski pihak Chalieco masih berkomitmen terhadap bisnis smelter ini, nyatanya sengketa di antara pihak internal dari pihak konsorsium yang mengerjakan EPC senilai USD831 juta ini masih berlangsung. "Dari PT PP juga sudah ada beberapa inisiasi, tetapi fakta di lapangan memang ternyata banyak terms and condition yang harus disesuaikan," ujarnya.
MIND ID sebagai pemegang saham PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) setiap bulannya terus melakukan evaluasi dengan terhadap manajemen. "Setiap bulan kita panggil Pak Dante dan kawan-kawan untuk mengevaluasi proyek karena proyek ini juga dievaluasi oleh tiga konsultan pengawas yang ditunjuk PT BAI," jelasnya.
BAI selaku konsorsium dari PT Inalum (Persero) dan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk mencatat ada sejumlah persoalan utama yang menyebabkan proyek pemurnian ini tak berjalan sesuai rencana.
Direktur Utama BAI Dante Sinaga menyebut masalah utamanya adalah terhambatnya pengadaan barang. Menurutnya, pengadaan terhambat hingga 47,75%. Perkara ini menyebabkan engineering tidak dapat mencatatkan data-data barang yang menjadi kebutuhan proyek sehingga terjadi perlambatan pengiriman barang.
"Ini utamanya memang disebabkan oleh progress dari procurement yang sangat terlambat. procurement terlambatnya 47,75%, memang ini terkait satu sama lain. karena engineering membutuhkan data procurement, karena kalau procurement gak ada, maka data-data barang yang akan dibeli tidak bisa disuplai, engineering jadi terkendala juga," ungkap Dante.
Akibat masalah tersebut, progress proyek SGAR stagnan di angka 13,7%. Padahal, proyek strategis nasional ini hingga Maret 2022 ditargetkan mencapai 77% dan siap beroperasi pada 2023 mendatang.
Pasca penandatanganan kontrak Engineering, Procurement and Construction (EPC) pada awal 2020 lalu, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) dan China Aluminum International Engineering Corporation Limited selaku konsorsium Indonesia-China, belum menemukan kata sepakat untuk sejumlah masalah.
"Menteri BUMN juga sudah melakukan pendekatan dengan Chalieco untuk meminta agar pelaksanaan ini bisa on the track dan melihat dimana yang bisa dibantu pemerintah Indonesia dalam mempercepat proyek ini," ujar Direktur Operasi dan Portofolio MIND ID, Danny Praditya, saat RDP bersama Komisi VII DPR, Senin (21/3/2022).
Danny menyebutkan, meski pihak Chalieco masih berkomitmen terhadap bisnis smelter ini, nyatanya sengketa di antara pihak internal dari pihak konsorsium yang mengerjakan EPC senilai USD831 juta ini masih berlangsung. "Dari PT PP juga sudah ada beberapa inisiasi, tetapi fakta di lapangan memang ternyata banyak terms and condition yang harus disesuaikan," ujarnya.
MIND ID sebagai pemegang saham PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) setiap bulannya terus melakukan evaluasi dengan terhadap manajemen. "Setiap bulan kita panggil Pak Dante dan kawan-kawan untuk mengevaluasi proyek karena proyek ini juga dievaluasi oleh tiga konsultan pengawas yang ditunjuk PT BAI," jelasnya.
BAI selaku konsorsium dari PT Inalum (Persero) dan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk mencatat ada sejumlah persoalan utama yang menyebabkan proyek pemurnian ini tak berjalan sesuai rencana.
Direktur Utama BAI Dante Sinaga menyebut masalah utamanya adalah terhambatnya pengadaan barang. Menurutnya, pengadaan terhambat hingga 47,75%. Perkara ini menyebabkan engineering tidak dapat mencatatkan data-data barang yang menjadi kebutuhan proyek sehingga terjadi perlambatan pengiriman barang.
"Ini utamanya memang disebabkan oleh progress dari procurement yang sangat terlambat. procurement terlambatnya 47,75%, memang ini terkait satu sama lain. karena engineering membutuhkan data procurement, karena kalau procurement gak ada, maka data-data barang yang akan dibeli tidak bisa disuplai, engineering jadi terkendala juga," ungkap Dante.