Waspada, Seperti ini Dampak Pandemi Terhadap Industri Asuransi Umum
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Corona memang telah memukul sektor bisnis, tak terkecuali di bisnis asuransi umum. Di saat ekonomi terpuruk, resiko kesehatan naik, terjadi peningkatan klaim. Terutama di lini asuransi kredit dan juga kesehatan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Dody A.S Dalimunthe mengatakan saat bisnis terpuruk, debitur pun tidak bisa membayar kredit. Kewajiban dari debitur itu yang harus di-cover oleh asuransi kredit.
Di sisi lain, perusahaan asuransi harus menerima kenyataan pembayaran preminya tertunda. karena bisnis tengah turun. Para peserta asuransi harus menyesuaikan kembali skala perioritas mereka. Menurut Doddy kondisi seperti itu telah terjadi pada asuransi properti.
Sebenarnya sebelum wabah corona datang, pertumbuhan asuransi umum masih dalam kondisi on the track. Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Hastanto Sri Margi Widodo menjelaskan, memasuki tahun 2020 di Bulan Januari industri asuransi umum mencatatkan pertumbuhan sebesar 16%.
Disusul kemudian di Bulan Februari, naik 14%. Memasuki bulan Maret hanya bisa tumbuh 4% dan April mengalami kontraksi, industri asuransi tumbuh minus 5%. Dari data tersebut tergambar bahwa penurunan pertumbuhan asuransi umum mulai terjadi pada pertengah Maret, Saat sebagian wilayah di Indonesia, khususnya di Jabodetabek menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Pergerakan penduduk dibatasi, aktifitas perkantoran juga dibatasi. Pusat niaga dan hiburan ditutup, demikian juga dengan aktifitas di sektor manufaktur, harus dihentikan sementara waktu.
Jika dilihat selama kuartal I tahun ini, industri asuransi umum masih mencatatkan pertumbuhan premi dengan nilai Rp19,84 triliun atau tumbuh 0,4% (yoy). Jumlah tersebut hanya naik Rp79,18 miliar dari capaian premi kuartal pertama 2019, senilai Rp19,76 triliun.
Di bisnis asuransi umum terdapat 12 lini bisnis asuransi. Empat diantranya mencatatkan penurunan. Yakni, asuransi properti, kargo (marine cargo), kredit, dan penjaminan (surety ship). Meskipun terdapat delapan lini bisnis yang mencatatkan pertumbuhan premi, menurut Trinita Situmeang, Wakil Ketua Bidang Statistik dan Riset AAUI, tidak mampu mendorong kinerja industri untuk tumbuh lebih besar lagi.
Di saat yang bersamaan, total klaim yang dibayarkan industri asuransi umum mencapai Rp8,75 triliun. Jumlah total klaim ini meningkat Rp389,19 miliar atau 4,7% (yoy) dibandingkan kuartal pertama 2019, dengan total klaim senilai Rp8,36 triliun.
Dari 12 lini bisnis asuransi umum, terdapat tiga lini yang mengalami penurunan klaim. Sementara itu, sembilan lini lainnya mencatatkan kenaikan klaim, termasuk asuransi kendaraan bermotor dan asuransi properti yang merupakan dua lini dengan pangsa pasar terbesar.
Hingga saat ini, lini bisnis yang menjadi penopang bisnis asuransi umum kendaraan bermotor menyumbang 25,1%, properti 22,3%, asuransi kredit sebesar 13,6%, dan kecelakaan diri dan kesehatan sebanyak 13,2%. Bila ditotalkan keempat lini bisnis menyumbang 74,2% dari total premi asuransi umum sepanjang kuartal I-2020.
Asuransi properti yang merupakan lini bisnis dengan pangsa pasar terbesar kedua mencatatkan premi Rp4,2 triliun sepanjang kuartal I/2020. Jumlah tersebut menurun 5,2 persen (yoy) atau senilai Rp243,4 miliar dari capaian premi Rp4,66 triliun pada kuartal I/2019.
Adapun, asuransi kendaraan sebagai lini bisnis dengan pangsa pasar terbesar pertama mencatatkan premi Rp4,97 triliun pada kuartal pertama tahun ini. Capaian itu meningkat Rp231,07 miliar atau 4,9 persen (yoy) dari total premi Rp4,74 triliun pada kuartal I/2019.
Antisipasinya Efisiensi
Dody Dalimunthe menjelaskan, lazimnya peserta asuransi properti adalah korporasi besar. Di saat kondisi bisns turun mereka pun menunda pembayran premi. Akibatnya piutang perusahaan asuransi jadi lebih banyak, dana yang digunakan untuk pencadangan pun makin besar. Inilah yang akhirnya mengganggu kinerja perusahaan asuransi umum.
Buktinya dari sisi laba, perusahan-perusahaan asuransi umum yang tergabung dalam Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, hanya berhasil memungut laba Rp 1,15 triliun di kuartal pertama tahun ini. laba yang berhasil diraih ini jauh menurun dibandingkan laba yang dicapai pada kuartal pertama 2019, sebesar Rp 1,46 triliun. Terjadi penurunan laba di industri asuransi umum sebesar 21,35%.
AAIU juga mencatat loss rasio di kuartal pertama tahun ini sebesar 44,1%. Meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, 37,3%. Indikator-indikator inilah yang kemudian menjadi semacam peringatan dini, bahwa industri asuransi umum di tahun ini akan mengalami perlambatan hingga tutup tahun nanti.
Prediksi penurunan di industry asuransi umum tidak bisa dianggap kecil. Dari proyeksi yang dilkukan oleh Trinita Situmeang, didapatkan hasil, penurunan bisnis asuransi umum sebesar minus 15%. Itu merupakan proyeksi dengan kondisi skenario optimis. Proyeksi dengan skenario terburuk mencapai minus 30%.Trinita sendiri sangat berharap penuranan yang terjadi tidak mencapai 30%.
Sebagai gambaran di tahun 2019, total pendapatan premi perusahaan-perusahaan asuransi umum mencapai 79,71 triliun, atau tumbuh 14,41%. Jika tahun ini memang terjadi penurunan seperti yang diproyeksikan oleh AAUI, maka pendapatan premi asuransi umum hanya akan berkisar antara Rp67,75 triliun hingga Rp55,78 triliun.
Artinya wabah Corona membuat industri asuransi umum berpotensi kehilangan pendapatan premi di tahun ini hingga Rp 24 triliun. Jelas ini akan menjadi pukulan telak bagi industri asuransi umum.
Lalu antisipasi apa yang perlu dilakukan oleh perusahaan asuransi umum menghadapi kondisi seprerti ini? Hastanto Sri Margi Widodo mengatakan, efisieni jadi hal mutlak yang harus dilakukan. Salah satu caranya dalah dengan memindahkan kantor ke daerah dengan UMR (Upah Minimum Regional) yang lebih rendah.
Jauh sebelum pandemi,menurut Hastanto sudah ada beberapa perusahaan yang melakukan strategi ini. Hasilnya, biaya tenaga kerja lewat pemindahan operasional ke daerah dengan UMR rendah, cost employee mampu ditekan antara 4% hingga 8%.
Stimulus-stimulus ekonomi memang masih dibutuhkan saat ini. Stimulus itu memungkinkan sektor-sektor ekonomi lainnya bisa kembali bergerak. Perlambatan di indistri asuransi umum pun bisa ditekan, hingga sekecil mungkin.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Dody A.S Dalimunthe mengatakan saat bisnis terpuruk, debitur pun tidak bisa membayar kredit. Kewajiban dari debitur itu yang harus di-cover oleh asuransi kredit.
Di sisi lain, perusahaan asuransi harus menerima kenyataan pembayaran preminya tertunda. karena bisnis tengah turun. Para peserta asuransi harus menyesuaikan kembali skala perioritas mereka. Menurut Doddy kondisi seperti itu telah terjadi pada asuransi properti.
Sebenarnya sebelum wabah corona datang, pertumbuhan asuransi umum masih dalam kondisi on the track. Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Hastanto Sri Margi Widodo menjelaskan, memasuki tahun 2020 di Bulan Januari industri asuransi umum mencatatkan pertumbuhan sebesar 16%.
Disusul kemudian di Bulan Februari, naik 14%. Memasuki bulan Maret hanya bisa tumbuh 4% dan April mengalami kontraksi, industri asuransi tumbuh minus 5%. Dari data tersebut tergambar bahwa penurunan pertumbuhan asuransi umum mulai terjadi pada pertengah Maret, Saat sebagian wilayah di Indonesia, khususnya di Jabodetabek menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Pergerakan penduduk dibatasi, aktifitas perkantoran juga dibatasi. Pusat niaga dan hiburan ditutup, demikian juga dengan aktifitas di sektor manufaktur, harus dihentikan sementara waktu.
Jika dilihat selama kuartal I tahun ini, industri asuransi umum masih mencatatkan pertumbuhan premi dengan nilai Rp19,84 triliun atau tumbuh 0,4% (yoy). Jumlah tersebut hanya naik Rp79,18 miliar dari capaian premi kuartal pertama 2019, senilai Rp19,76 triliun.
Di bisnis asuransi umum terdapat 12 lini bisnis asuransi. Empat diantranya mencatatkan penurunan. Yakni, asuransi properti, kargo (marine cargo), kredit, dan penjaminan (surety ship). Meskipun terdapat delapan lini bisnis yang mencatatkan pertumbuhan premi, menurut Trinita Situmeang, Wakil Ketua Bidang Statistik dan Riset AAUI, tidak mampu mendorong kinerja industri untuk tumbuh lebih besar lagi.
Di saat yang bersamaan, total klaim yang dibayarkan industri asuransi umum mencapai Rp8,75 triliun. Jumlah total klaim ini meningkat Rp389,19 miliar atau 4,7% (yoy) dibandingkan kuartal pertama 2019, dengan total klaim senilai Rp8,36 triliun.
Dari 12 lini bisnis asuransi umum, terdapat tiga lini yang mengalami penurunan klaim. Sementara itu, sembilan lini lainnya mencatatkan kenaikan klaim, termasuk asuransi kendaraan bermotor dan asuransi properti yang merupakan dua lini dengan pangsa pasar terbesar.
Hingga saat ini, lini bisnis yang menjadi penopang bisnis asuransi umum kendaraan bermotor menyumbang 25,1%, properti 22,3%, asuransi kredit sebesar 13,6%, dan kecelakaan diri dan kesehatan sebanyak 13,2%. Bila ditotalkan keempat lini bisnis menyumbang 74,2% dari total premi asuransi umum sepanjang kuartal I-2020.
Asuransi properti yang merupakan lini bisnis dengan pangsa pasar terbesar kedua mencatatkan premi Rp4,2 triliun sepanjang kuartal I/2020. Jumlah tersebut menurun 5,2 persen (yoy) atau senilai Rp243,4 miliar dari capaian premi Rp4,66 triliun pada kuartal I/2019.
Adapun, asuransi kendaraan sebagai lini bisnis dengan pangsa pasar terbesar pertama mencatatkan premi Rp4,97 triliun pada kuartal pertama tahun ini. Capaian itu meningkat Rp231,07 miliar atau 4,9 persen (yoy) dari total premi Rp4,74 triliun pada kuartal I/2019.
Antisipasinya Efisiensi
Dody Dalimunthe menjelaskan, lazimnya peserta asuransi properti adalah korporasi besar. Di saat kondisi bisns turun mereka pun menunda pembayran premi. Akibatnya piutang perusahaan asuransi jadi lebih banyak, dana yang digunakan untuk pencadangan pun makin besar. Inilah yang akhirnya mengganggu kinerja perusahaan asuransi umum.
Buktinya dari sisi laba, perusahan-perusahaan asuransi umum yang tergabung dalam Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, hanya berhasil memungut laba Rp 1,15 triliun di kuartal pertama tahun ini. laba yang berhasil diraih ini jauh menurun dibandingkan laba yang dicapai pada kuartal pertama 2019, sebesar Rp 1,46 triliun. Terjadi penurunan laba di industri asuransi umum sebesar 21,35%.
AAIU juga mencatat loss rasio di kuartal pertama tahun ini sebesar 44,1%. Meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, 37,3%. Indikator-indikator inilah yang kemudian menjadi semacam peringatan dini, bahwa industri asuransi umum di tahun ini akan mengalami perlambatan hingga tutup tahun nanti.
Prediksi penurunan di industry asuransi umum tidak bisa dianggap kecil. Dari proyeksi yang dilkukan oleh Trinita Situmeang, didapatkan hasil, penurunan bisnis asuransi umum sebesar minus 15%. Itu merupakan proyeksi dengan kondisi skenario optimis. Proyeksi dengan skenario terburuk mencapai minus 30%.Trinita sendiri sangat berharap penuranan yang terjadi tidak mencapai 30%.
Sebagai gambaran di tahun 2019, total pendapatan premi perusahaan-perusahaan asuransi umum mencapai 79,71 triliun, atau tumbuh 14,41%. Jika tahun ini memang terjadi penurunan seperti yang diproyeksikan oleh AAUI, maka pendapatan premi asuransi umum hanya akan berkisar antara Rp67,75 triliun hingga Rp55,78 triliun.
Artinya wabah Corona membuat industri asuransi umum berpotensi kehilangan pendapatan premi di tahun ini hingga Rp 24 triliun. Jelas ini akan menjadi pukulan telak bagi industri asuransi umum.
Lalu antisipasi apa yang perlu dilakukan oleh perusahaan asuransi umum menghadapi kondisi seprerti ini? Hastanto Sri Margi Widodo mengatakan, efisieni jadi hal mutlak yang harus dilakukan. Salah satu caranya dalah dengan memindahkan kantor ke daerah dengan UMR (Upah Minimum Regional) yang lebih rendah.
Jauh sebelum pandemi,menurut Hastanto sudah ada beberapa perusahaan yang melakukan strategi ini. Hasilnya, biaya tenaga kerja lewat pemindahan operasional ke daerah dengan UMR rendah, cost employee mampu ditekan antara 4% hingga 8%.
Stimulus-stimulus ekonomi memang masih dibutuhkan saat ini. Stimulus itu memungkinkan sektor-sektor ekonomi lainnya bisa kembali bergerak. Perlambatan di indistri asuransi umum pun bisa ditekan, hingga sekecil mungkin.
(eko)