Giliran Jepang Kebingungan Harus Pakai Rubel untuk Bayar Gas Rusia

Kamis, 24 Maret 2022 - 16:52 WIB
loading...
Giliran Jepang Kebingungan...
Menteri Keuangan Jepang Shunichi Suzuki mengaku bingung soal kebijakan penggunaan rubel untuk pembayaran energi yang dibeli dari Rusia. Foto/Ilustrasi/Reuters
A A A
JAKARTA - Jepang mengaku tidak tahu bagaimana Rusia akan menangani pembayaran dalam rubel yang menjadi kebijakan baru negara tersebut untuk pembelian energinya yang dijual ke negara-negara "tidak bersahabat".

Jepang tercatat sebagai salah satu negara pengimpor energi dari Rusia. Jepang menyumbang 4,1% dari ekspor minyak mentah Rusia dan 7,2% dari ekspor gas alamnya pada tahun 2021. Data arus perdagangan Refinitiv menyebutkan bahwa Jepang mengimpor 6,84 juta ton LNG dari Rusia tahun lalu, atau hampir 9% dari impor LNG-nya.



"Saat ini, kami sedang melihat situasi dengan kementerian terkait karena kami tidak begitu mengerti apa niat (Rusia) dan bagaimana mereka akan melakukan ini," kata Menteri Keuangan Shunichi Suzuki dalam sesi parlemen, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (24/3/2022).

Kepala Sekretaris Kabinet Hirokazu Matsuno dalam konferensi pers hari ini mengatakan bahwa pemerintah Jepang juga akan berkoordinasi dengan perusahaan-perusahaan negara itu untuk mengumpulkan informasi tentang langkah Rusia tersebut.

Sebelumnya, sejumlah perusahaan di Eropa juga mengaku kebingungan setelah Rusia memberlakukan kebijakan baru untuk penjualan energinya. Diketahui, Presiden Rusia Vladimir Putin memberi waktu seminggu bagi bank sentral dan pemerintah menyiapkan mekanisme pembelian rubel di pasar domestik oleh para pembeli gas Rusia.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada hari Rabu (23/3) bahwa negaranya akan meminta pembayaran dalam rubel untuk penjualan gas ke negara-negara "tidak bersahabat" sebagai pembalasan atas sanksi Barat.

Rusia telah menempatkan Jepang dalam daftar negara yang "tidak bersahabat" bersama dengan Amerika Serikat (AS), negara-negara anggota Uni Eropa (UE), dan sejumlah negara lainnya.



Jepang bahkan telah mencabut status sebagai negara yang paling disukai Rusia dalam perdagangan, melarang ekspor barang-barang tertentu ke negara itu dan membekukan aset sekitar 100 orang Rusia, bank, dan organisasi lainnya setelah invasi yang dilabeli operasi militer khusus yang dilancarkan Rusia ke Ukraina.

Suzuki mengatakan pemerintah akan memantau dengan cermat "efek samping" dari sanksi ekonomi terhadap perekonomian dan pasar keuangan Jepang, serta terus mengambil langkah-langkah yang tepat dalam koordinasi dengan anggota G7 dan masyarakat internasional lainnya.

Pada Rabu (23/3) lalu, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan dia berencana untuk mengumumkan sanksi lebih lanjut terhadap Rusia pada pertemuan G7 di Brussels mendatang.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2875 seconds (0.1#10.140)