Kerugian Pertamina Ditaksir Tembus Rp150 Triliun Jika Pertamax Tak Naik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax digadang-gadang bakal naik seiring meningkatnya harga minyak dunia. Namun, belum ada kepastian dari pemerintah terkait kabar ini. Di sisi lain, beban keuangan negara dan Pertamina sebagai BUMN penyalur BBM tersebut sudah tertekan.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, Pertamina bisa rugi hingga Rp150 triliun jika harga Pertamax tidak dinaikkan. Apalagi, Pertamina juga memberikan subsidi terhadap Pertalite.
"Untuk RON 90 Pertalite di 2021 konsumsinya 24 juta kilo liter (KL). Selisih harganya, karena sekarang harga jualnya Rp7.650 per liter. Harga keekonomiannya disebutkan Rp12.000-13.000, jadi selisihnya cukup signifikan," ungkap Komaidi dalam Market Review IDX Channel, Rabu (30/3/2022).
Lebih lanjut, untuk selisih harga Pertalite Rp1.000 per liter, paling tidak perusahaan harus menanggung subsidi Rp24 triliun. Jika selisihnya sekitar Rp4.000-6.000 per liter, maka totalnya bisa mencapai Rp144 triliun. "Ini baru BBN RON 90 (Pertalite), belum RON 92 (Pertamax)," tukasnya.
Dia melanjutkan, penjualan Pertamax mencapai 6-7 juta KL. Jika ditotalkan dengan Pertalite, untuk selisih harga Rp1.000 per liter, subsidi yang harus ditanggung bisa mencapai Rp30 triliun.
"Kalau selisihnya Rp5.000, bisa sekitar Rp150 triliun per tahunnya. Untuk kondisi perusahaan, saya kira angkanya besar sekali," ungkap Komaidi.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, Pertamina bisa rugi hingga Rp150 triliun jika harga Pertamax tidak dinaikkan. Apalagi, Pertamina juga memberikan subsidi terhadap Pertalite.
"Untuk RON 90 Pertalite di 2021 konsumsinya 24 juta kilo liter (KL). Selisih harganya, karena sekarang harga jualnya Rp7.650 per liter. Harga keekonomiannya disebutkan Rp12.000-13.000, jadi selisihnya cukup signifikan," ungkap Komaidi dalam Market Review IDX Channel, Rabu (30/3/2022).
Lebih lanjut, untuk selisih harga Pertalite Rp1.000 per liter, paling tidak perusahaan harus menanggung subsidi Rp24 triliun. Jika selisihnya sekitar Rp4.000-6.000 per liter, maka totalnya bisa mencapai Rp144 triliun. "Ini baru BBN RON 90 (Pertalite), belum RON 92 (Pertamax)," tukasnya.
Dia melanjutkan, penjualan Pertamax mencapai 6-7 juta KL. Jika ditotalkan dengan Pertalite, untuk selisih harga Rp1.000 per liter, subsidi yang harus ditanggung bisa mencapai Rp30 triliun.
"Kalau selisihnya Rp5.000, bisa sekitar Rp150 triliun per tahunnya. Untuk kondisi perusahaan, saya kira angkanya besar sekali," ungkap Komaidi.
(ind)