Tambal Defisit, Pemerintah Didorong Perluas Ekspor Batu Bara

Jum'at, 01 April 2022 - 23:15 WIB
loading...
Tambal Defisit, Pemerintah Didorong Perluas Ekspor Batu Bara
Pemerintah didorong manfaatkan momentum kenaikan harga batu bara untuk menambal defisit sektor migas. FOTO/ANTARA
A A A
JAKARTA - Pemerintah didorong memanfaatkan momentum tingginya harga batu bara dunia untuk menambal defisit impor minyak dan gas bumi (migas). Tingginya harga minyak dunia dipastikan akan memperlebar defisit anggaran pemerintah.

"Tingginya harga minyak mentah dunia yang berkontribusi pada tingginya defisit produk migas dapat dibantu dari industri batu bara. Momentum tingginya harga batu bara perlu dimanfaatkan," ujar Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi melalui pernyataannya, di Jakarta, Kamis (1/4/2022).



Menurut dia optimalisasi ekspor dapat ditingkatkan untuk meningkatkan pendapatan negara. Tingginya harga batu bara bisa dijadikan solusi jangka pendek bagi pemerintah untuk menambal kebutuhan dana untuk memenuhi kebutuhan energi dan bahan bakar minyak di dalam negeri.

"Pemerintah bisa memperbesar angka ekspor batu bara ke pasar Asia sekaligus mengupayakan perluasan pasar di luar Asia Pasifik," kata dia.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kenaikan harga minyak mentah dunia telah berkontribusi pada peningkatan defisit neraca perdagangan migas pada Februari 2022. BPS melaporkan neraca perdagangan migas Indonesia kembali defisit sebesar USD1,91 miliar pada Februari 2022.

Angka tersebut meningkat 43,64% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/m to m) serta melonjak 329,9% dibandingkan bulan yang sama di tahun sebelumnya (year on year/YoY). Sehingga bisa dikatakan neraca perdagangan migas Indonesia selalu mengalami defisit dalam 7 tahun terakhir.

"Saat ini diketahui industri batu bara berkontribusi pada peningkatan devisa dari ekspor, PNBP, termasuk juga meningkatkan pendapatan dari perusahaan yang pada akhirnya ikut mengerek perekonomian masyarakat dan tenaga kerja yang bergantung pada sektor minerba, khususnya batu bara. Apalagi saat ini harganya tengah meroket akibat konflik geopolitik Rusia dan Ukraina," ujar Fahmy.

Fahmy mengatakan upaya pemerintah memanfaatkan momentum tingginya harga batu bara dengan 2 cara mengekspor dengan volume lebih besar nantinya juga akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. "Kalau penghasilan negara dari batu bara dan komoditi lain meningkat, negara tentunya punya dana cukup untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan," kata Fahmy.

Dia mengatakan secara umum peningkatan produksi di tengah tingginya harga akan meningkatkan royalti yang diterima oleh pemerintah daerah. Dana dari royalti tersebut bisa dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk pembangunan infrastruktur daerah seperti pengaspalan jalan dan pembangunan jembatan yang pada ujungnya bisa membantu akselerasi aktivitas ekonomi publik, khususnya di daerah terkait. "Salah satunya juga bisa digunakan untuk membangun kantor pelayanan publik," kata dia.

Tak hanya itu, pendapatan dari royalti batu bara tersebut juga bisa dijadikan substitusi pendapatan yang belum maksimal bertumbuh di tengah pandemi, akibat penerapan pembatasan aktivitas publik. Bagi sebuah daerah dengan perekonomian yang bertumpu pada sektor pertambangan, maka peningkatan produksi batu bara bisa berimplikasi pada peningkatan pendapatan perkapita di daerah tersebut. "Tingginya ekspor batu bara, maka akan ada implikasi positif berupa peningkatan pendapatan perkapita," sambung Fahmy.

Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penerimaan negara dari sektor pertambangan mineral dan batubara (minerba) sebesar Rp124,4 triliun di 2021 mencakup pajak, bea keluar, hingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penerimaan tersebut tertinggi dalam 5 tahun terakhir dipicu oleh meningkatnya harga komoditas pertambangan, seperti batu bara.

Tak berhenti di situ, peningkatan kegiatan pertambangan batu bara serta ekspor juga akan berdampak pada kegiatan ekonomi lain, seperti sektor perdagangan dan jasa transportasi yang merupakan sektor ekonomi pendukung dalam industri batu bara. Dampak positif lain yang dapat diperoleh dari tingginya harga batu bara saat ini adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dapat memberikan kontribusi lebih banyak dari sebelumnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan dan mengembangkan program Corporate Social Responsibility (CSR) mereka bagi masyarakat sekitarnya.

Program-program CSR tersebut diharapkan dapat membantu dan menggerakkan perekonomian daerah tempat perusahaan tersebut beroperasi. Sebagai contoh, kegiatan CSR yang dilakukan oleh PT Bukit Makmur Mandiri Utama (PT BUMA) yang pada akhir tahun 2021 memberikan bantuan dalam bentuk Perlindungan Jaminan Sosial di 10 Desa Lingkar Tambang Perusahaan Geo Energy Group dan PT BUMA.

Perlindungan Jaminan Sosial tersebut diberikan kepada 400 Pekerja Rentan atau Bukan Penerima Upah (BPU). Ini merupakan wujud kepedulian bersama Geo Energy Group dan PT BUMA dalam mendukung pekerja rentan agar tidak khawatir pada saat bekerja karena sudah terlindungi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Atau contoh lainnya, Berau Coal yang memiliki program CSR mendirikan pabrik pengolahan kakao ‘Berau Cocoa’ di area Politeknik Sinar Mas Berau Coal, Sei Bedungun, Tanjung Redeb, Berau, Kalimantan Timur. Program CSR PT Berau Coal di Berau digelar lewat pengembangan agrobisnis untuk meningkatkan ketahanan ekonomi.



Di Berau Cocoa, Berau Coal turut menjalankan tata kelola pasar, membantu meningkatkan kualitas kakao sehingga harga jual beli petani jadi lebih tinggi. Aktivitas CSR PT Berau Coal di Kabupaten Berau tak hanya fokus pada pengembangan pertanian dan perkebunan seperti pengembangan kakao Berau, tapi juga menggelar sejumlah program yang menunjukkan kepedulian terhadap pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar perusahaan.

Bahkan CSR yang diberikan Berau Coal disebut-sebut merupakan salah satu yang terbesar di Kalimantan Timur dibanding perusahaan-perusahaan tambang batu bara lainnya. Di Berau, kebun kakao tersebar di 13 kampung dampingan yakni Suaran, Tumbit Dayak, Tumbit 3 Melayu, Long Lanuk, Nyapa Indah, Batu Rajang, Labanan Makarti, Gunung Tabur, Merasa, Rantau Panjang, Sambarata, Sambaliung, dan Segah.

Terdapat 367 petani kakao yang didampingi perusahaan dengan lahan tanam seluas 450 hektare. Berdasarkan laporan BPS, jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertambangan dan penggalian pada Agustus 2021 tercatat sebanyak 1,44 juta orang. Angka tersebut merupakan kenaikan dari bulan Februari tahun 2021 yang sebesar 1,34 juta orang.

Fahmy berharap para pelaku industri batu bara nasional terus meningkatkan kapasitasnya dalam mengembangkan produk batubara bernilai tambah. Menurutnya, dengan upaya menciptakan hilirisasi produk batu bara, maka jumlah tenaga kerja yang terserap akan semakin bertambah sehingga bisa menekan tingkat angka pengangguran di Indonesia.

"Tentunya dibutuhkan peran swasta termasuk investor asing untuk ikut mengembangkan hilirisasi batu bara di dalam negeri, semisal untuk menciptakan proses coal liquefaction atau coal gasification. Peran pemerintah pun sangat besar untuk bisa meningkatkan minat swasta untuk pengembangan produk hilir batubara tadi, dengan memberikan insentif seperti kebijakan fiskal yang bisa mendorong para pelaku usaha," tutup Fahmy.

(nng)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2046 seconds (0.1#10.140)