Sri Mulyani Ungkap Penyebab Utang Pemerintah Tembus Rp5.258 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, secara umum peningkatan posisi utang Pemerintah Pusat disebabkan oleh peningkatan kebutuhan pembiayaan akibat pandemi Covid-19 yang melonjak drastis. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah pada akhir Mei 2020 mencapai Rp5.258,57 triliun.
( )
Posisi utang mengalami kenaikan sebesar Rp86,09 triliun dibandingkan dengan posisi pada akhir April sebesar Rp5.172,48 triliun. Dilansir dari data APBN KiTa, rasio utang pemerintah meningkat jadi 32,09% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ini masih jauh dari batas aman yang diperbolehkan dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, yaitu maksimal 60% dari PDB.
"Masalah kesehatan, penyediaan jaring pengaman sosial dan pemulihan ekonomi nasional menjadi prioritas negara, sehingga untuk mendukung kebijakan penanganan pandemi, Pemerintah menutupi kekurangan penerimaan negara melalui pembiayaan," kata Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Kamis (18/6/2020).
( )
Sebagai informasi komposisi utang pada Mei 2020 terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp4.442,90 triliun atau 84,49% dari total utang. Selain itu ada pinjaman sebesar Rp815,66 triliun atau 15,51% dari keseluruhan utang pemerintah sampai dengan akhir Mei 2020.
Pinjaman pemerintah terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp9,94 triliun. Sementara itu pinjaman luar negeri tercatat sebesar Rp805,72 triliun yang terdiri dari pinjaman bilateral sebesar Rp316,68 triliun, multilateral Rp449,69 triliun, serta commercial bank Rp42,35 triliun.
Adapun untuk SBN terdiri dari dominasi valuta asing Rp1.194,67 triliun yang terdiri Surat Utang Negara (SUN) Rp970,73 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp223,94 triliun. Untuk dominasi rupiah sebesar Rp3.248,23 triliun terdiri SUN Rp2.650,69 triliun dan SBSN Rp597,54 triliun.
( )
Posisi utang mengalami kenaikan sebesar Rp86,09 triliun dibandingkan dengan posisi pada akhir April sebesar Rp5.172,48 triliun. Dilansir dari data APBN KiTa, rasio utang pemerintah meningkat jadi 32,09% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ini masih jauh dari batas aman yang diperbolehkan dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, yaitu maksimal 60% dari PDB.
"Masalah kesehatan, penyediaan jaring pengaman sosial dan pemulihan ekonomi nasional menjadi prioritas negara, sehingga untuk mendukung kebijakan penanganan pandemi, Pemerintah menutupi kekurangan penerimaan negara melalui pembiayaan," kata Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Kamis (18/6/2020).
( )
Sebagai informasi komposisi utang pada Mei 2020 terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp4.442,90 triliun atau 84,49% dari total utang. Selain itu ada pinjaman sebesar Rp815,66 triliun atau 15,51% dari keseluruhan utang pemerintah sampai dengan akhir Mei 2020.
Pinjaman pemerintah terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp9,94 triliun. Sementara itu pinjaman luar negeri tercatat sebesar Rp805,72 triliun yang terdiri dari pinjaman bilateral sebesar Rp316,68 triliun, multilateral Rp449,69 triliun, serta commercial bank Rp42,35 triliun.
Adapun untuk SBN terdiri dari dominasi valuta asing Rp1.194,67 triliun yang terdiri Surat Utang Negara (SUN) Rp970,73 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp223,94 triliun. Untuk dominasi rupiah sebesar Rp3.248,23 triliun terdiri SUN Rp2.650,69 triliun dan SBSN Rp597,54 triliun.
(akr)