Segera Disahkan, Regulasi BPA Tak Rugikan Industri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) segera menerbitkan aturan pelabelan Bisfenol A atau BPA untuk melindungi konsumen. Regulasi tersebut tinggal menunggu persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Draf peraturan pelabelan BPA sudah selesai harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Kami juga sudah menulis surat ke Presiden Joko Widodo melalui sekretariat kabinet meminta agar segera difinalkan," Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny K. Lukito saat rapat bersama DPR, di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut dia regulasi pelabelan risiko BPA tersebut penting untuk melindungi kesehatan masyarakat. Sebab itu, BPOM terus berkomitmen agar beleid tersebut bisa segera diundangkan. Penny mengatakan, sembari menunggu pengesahan, BPOM segera melakukan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat terkait potensi bahaya BPA pada galon guna ulang. "Kegiatan itu akan paralel dengan proses pengesahannya," kata dia.
Meski demikian, pihaknya menyesalkan produsen air kemasan yang menentang rencana pelabelan risiko BPA. Padahal sudah jelas bahan kimia tersebut dapat menyebabkan kanker hingga kemandulan bagi konsumen.
"Ada beberapa pihak dari industri-industri tertentu yang merasa akan dirugikan. Padahal itu merupakan pandangan yang salah," tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi IX DPR Ratu Ngadu Bonu Wulla mendesak agar BPOM segera menerbitkan regulasi pelabelan BPA seluruh produk kemasan pangan termasuk air minum kemasan. Hal itu didasarkan pada sebuah hasil penelitian terkait risiko BPA pada galon guna ulang berbahan plastik keras polikarbonat.
Berdasarkan penelitian, kelompok rentan terpapar risiko BPA yakni bayi usia 6-12 bulan, berisiko 2,4 kali dan anak usia 1-3 tahun berisiko 2,12 kali dibandingkan kelompok dewasa usia 30-64 tahun. "Artinya pelabelan sudah mendesak dan tepat supaya bayi, balita dan janin tidak mengkonsumsi air galon guna ulang," kata dia.
Dia menjelaskan residu BPA pada galon guna ulang bisa berpindah dari kemasan ke air akibat sejumlah faktor, termasuk paparan sinar matahari. "Semakin tinggi suhu dan lama durasi kontak maka semakin banyak jumlah BPA yang dapat mencemari makanan atau minuman," katanya.
Yang mengkhawatirkan lagi, lanjutnya, BPA yang melebihi ambang batas memiliki efek samping buruk untuk tubuh jika sampai termakan atau terminum dari kemasan yang digunakan.
"Draf peraturan pelabelan BPA sudah selesai harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Kami juga sudah menulis surat ke Presiden Joko Widodo melalui sekretariat kabinet meminta agar segera difinalkan," Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny K. Lukito saat rapat bersama DPR, di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut dia regulasi pelabelan risiko BPA tersebut penting untuk melindungi kesehatan masyarakat. Sebab itu, BPOM terus berkomitmen agar beleid tersebut bisa segera diundangkan. Penny mengatakan, sembari menunggu pengesahan, BPOM segera melakukan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat terkait potensi bahaya BPA pada galon guna ulang. "Kegiatan itu akan paralel dengan proses pengesahannya," kata dia.
Meski demikian, pihaknya menyesalkan produsen air kemasan yang menentang rencana pelabelan risiko BPA. Padahal sudah jelas bahan kimia tersebut dapat menyebabkan kanker hingga kemandulan bagi konsumen.
"Ada beberapa pihak dari industri-industri tertentu yang merasa akan dirugikan. Padahal itu merupakan pandangan yang salah," tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi IX DPR Ratu Ngadu Bonu Wulla mendesak agar BPOM segera menerbitkan regulasi pelabelan BPA seluruh produk kemasan pangan termasuk air minum kemasan. Hal itu didasarkan pada sebuah hasil penelitian terkait risiko BPA pada galon guna ulang berbahan plastik keras polikarbonat.
Berdasarkan penelitian, kelompok rentan terpapar risiko BPA yakni bayi usia 6-12 bulan, berisiko 2,4 kali dan anak usia 1-3 tahun berisiko 2,12 kali dibandingkan kelompok dewasa usia 30-64 tahun. "Artinya pelabelan sudah mendesak dan tepat supaya bayi, balita dan janin tidak mengkonsumsi air galon guna ulang," kata dia.
Dia menjelaskan residu BPA pada galon guna ulang bisa berpindah dari kemasan ke air akibat sejumlah faktor, termasuk paparan sinar matahari. "Semakin tinggi suhu dan lama durasi kontak maka semakin banyak jumlah BPA yang dapat mencemari makanan atau minuman," katanya.
Yang mengkhawatirkan lagi, lanjutnya, BPA yang melebihi ambang batas memiliki efek samping buruk untuk tubuh jika sampai termakan atau terminum dari kemasan yang digunakan.