3 Pelaku Industri Minyak Sawit jadi Tersangka Migor, GIMNI: Perjelas Pengusaha Melanggarnya di Mana?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga tersangka dari pihak swasta dalam kasus ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) sebagai bahan baku minyak goreng (migor).
Tersangka tersebut yaitu dari PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA, dan General Manager di PT Musim Mas berinisial PT.
Terkait hal tersebut, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menjelaskan, pihak perusahaan sebenarnya mematuhi aturan Domestic Price Obligation (DMO) 20% yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) guna memaksimalkan pasokan minyak sawit ke dalam negeri.
"Saat penerapan DMO pada awal Februari 2022, para eksportir itu wajib memasok 20% CPO ke dalam negeri sebelum mendapatkan persetujuan ekspor (PE)," kata Sahat kepada awak media, Selasa (19/4/2022).
"Kawan kami menunggu hingga pukul 04.00 WIB di kantor Kementerian Perdagangan. Mereka nunggu itu karena semua dokumen ekspor harus ada bukti DMO. Masak ini dijadikan bukti kalau mereka mendekati pejabat," tukasnya.
Inilah yang membuat GIMNI kecewa, padahal pihaknya sudah bekerja keras sesuai dengan ketentuan dan permintaan pemerintah demi rakyat. Namun, hasilnya justru menjatuhkan pihaknya.
Berkaca dari kasus ini, dia pun meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) segera menyelesaikan masalah ini. Pasalnya, menurut Sahat, hal ini merugikan para pengusaha minyak sawit.
Jika masalah ini tidak dibereskan oleh Kemenperin, tukas Sahat, pelaku usaha minyak sawit akan berhenti menjalankan program subsidi.
"Sekarang banyak PE disobekin oleh pengusaha, karena sudah tidak ada gunanya. Maka kita itu protes keras dan minta ke Kementerian Perindustrian supaya ini dibereskan. Kalau enggak, kami tidak akan menjalankan program pemerintah ini," tandasnya. "Diperjelas gitu loh pengusaha melanggar PE tuh di mana? Jadi jangan dituduh dulu tanpa ada bukti," cetus dia.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tersangka dalam kasus pemberian fasilitas ekspor CPO. Kejagung menyebut, para tersangka ini menyebabkan kerugian perekonomian negara.
Ada empat tersangka yang telah ditetapkan yakni Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag berinisial IWW dan 3 tersangka lainnya adalah pihak swasta.
"Perbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara atau mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng," ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada media, Selasa (19/4/2022).
Burhanuddin menyebutkan bahwa tersangka diduga bermufakat jahat dengan pemohon untuk melakukan proses penerbitan persetujuan izin ekspor.
Adapun berikutnya, mengeluarkan persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat DMO (Domestic Market Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation).
Selain IWW, Kejagung juga menetapkan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA, dan General Manager di PT Musim Mas berinisial PT sebagai tersangka.
Tersangka tersebut yaitu dari PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA, dan General Manager di PT Musim Mas berinisial PT.
Terkait hal tersebut, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menjelaskan, pihak perusahaan sebenarnya mematuhi aturan Domestic Price Obligation (DMO) 20% yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) guna memaksimalkan pasokan minyak sawit ke dalam negeri.
"Saat penerapan DMO pada awal Februari 2022, para eksportir itu wajib memasok 20% CPO ke dalam negeri sebelum mendapatkan persetujuan ekspor (PE)," kata Sahat kepada awak media, Selasa (19/4/2022).
"Kawan kami menunggu hingga pukul 04.00 WIB di kantor Kementerian Perdagangan. Mereka nunggu itu karena semua dokumen ekspor harus ada bukti DMO. Masak ini dijadikan bukti kalau mereka mendekati pejabat," tukasnya.
Inilah yang membuat GIMNI kecewa, padahal pihaknya sudah bekerja keras sesuai dengan ketentuan dan permintaan pemerintah demi rakyat. Namun, hasilnya justru menjatuhkan pihaknya.
Berkaca dari kasus ini, dia pun meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) segera menyelesaikan masalah ini. Pasalnya, menurut Sahat, hal ini merugikan para pengusaha minyak sawit.
Jika masalah ini tidak dibereskan oleh Kemenperin, tukas Sahat, pelaku usaha minyak sawit akan berhenti menjalankan program subsidi.
"Sekarang banyak PE disobekin oleh pengusaha, karena sudah tidak ada gunanya. Maka kita itu protes keras dan minta ke Kementerian Perindustrian supaya ini dibereskan. Kalau enggak, kami tidak akan menjalankan program pemerintah ini," tandasnya. "Diperjelas gitu loh pengusaha melanggar PE tuh di mana? Jadi jangan dituduh dulu tanpa ada bukti," cetus dia.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tersangka dalam kasus pemberian fasilitas ekspor CPO. Kejagung menyebut, para tersangka ini menyebabkan kerugian perekonomian negara.
Ada empat tersangka yang telah ditetapkan yakni Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag berinisial IWW dan 3 tersangka lainnya adalah pihak swasta.
"Perbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara atau mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng," ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada media, Selasa (19/4/2022).
Burhanuddin menyebutkan bahwa tersangka diduga bermufakat jahat dengan pemohon untuk melakukan proses penerbitan persetujuan izin ekspor.
Adapun berikutnya, mengeluarkan persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat DMO (Domestic Market Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation).
Selain IWW, Kejagung juga menetapkan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA, dan General Manager di PT Musim Mas berinisial PT sebagai tersangka.
(ind)