Ini Sumber Kekayaan Profesor Paling Tajir di Indonesia: Punya Harta Rp34 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Beda zaman, beda usia, pastilah beda pandangan dan kelakuan. Itulah yang tampaknya saat ini terlihat pada pola tingkah kalangan para sultan alias crazy rich . Jika kalangan tajir belia centil memamerkan kekayaannya, orang-orang kaya sepuh justru sebaliknya. Mereka terlihat bersahaja dengan berbagai kegiatan pendidikan, kesehatan, dan sosial.
Makanya, tatkala mengetahui ada crazy rich muda yang berperilaku mengumbar kekayaannya, apalagi kekayaannya didapat dengan cara ganjil dan kemudian tersangkut kasus hukum, kaum sugih sepuh pun geleng-geleng kepala, bahkan geregetan. Mereka pun berpesan agar generasi muda tak mengikuti gaya hidup para sultan karbitan.
"Saya punya pesan untuk anak-anak muda. Jangan ikuti gaya hidup itu, itu adalah sampah. Kamu harus bekerja keras dengan berkeringat untuk mendapatkan itu (sukses) dengan solid," kata Dato Sri Prof. Dr Tahir, di akun youtube @gt.bodyshot, akun Grace Tahir, putrinya.
Tahir pun menyatakan bahwa dirinya kerap merasa kurang pede, beda dengan kalangan sultan dadakan yang malah kepedean dengan akun-akun medsosnya. Sikap Tahir itu lantaran dirinya selalu melihat jejak ke belakang.
"Kami dasarnya berasal dari keluarga miskin. Orang tua saya menyewakan becak, dan kami hidup dari uang setoran tukang becak. Pasti itu membuat ada inferiority complex yang sangat dalam. Lalu kita bertumbuh, kita lihat sebagian orang luar bahkan keluarga sendiri menghina orang tua saya, itu memperberat kita punya inferiority complex," jelasnya.
Tahir lahir di Surabaya pada tahun 1952 di sebuah lingkungan yang rata-rata warganya tergolong tidak mampu. Dia dibesarkan oleh sepasang ayah dan ibu yang menghidupi keluarga dengan membuat becak.
Tahun 1971, dia menamatkan pendidikan menengah atas (SMA). Ketika lulus SMA, Tahir pernah bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Cita-cita itu pun kandas saat ayahnya mengalami sakit keras hingga tidak sanggup lagi membiayai keluarga. Tak pelak, Tahir harus drop out kuliah dan melanjutkan bisnis sang ayah di Surabaya.
Sinar bisnisnya mulai menyala sewaktu ia mendapatkan beasiswa di sekolah bisnis Nanyang Technological University, Singapura. Di Singapura, Tahir menempuh studi sembari berjualan barang-barang Singapura di Surabaya. Dia membeli pakaian wanita dan sepeda dari pusat perbelanjaan di Singapura dan menjualnya kembali ke Indonesia.
Dari situlah Tahir mendapatkan ide untuk meng-kapitalisasi produk impor guna membantu biaya sekolahnya. Dia pun memulai menggeluti bisnis garmen dengan serius.
Dari garmen, pelan tapi pasti, Tahir mulai memasuki bidang bisnis lain, seperti keuangan. Diawali dari Mayapada Group yang didirikannya pada tahun 1986, bisnisnya merambat dari dealer mobil, garmen, perbankan, sampai di bidang kesehatan. Tahun 1990 Bank Mayapada menjelma menjadi salah satu bisnis andalannya.
Tahir tak cuma pebisnis belaka, tapi juga sosok yang "menggilai" pendidikan. Saat usia 35 tahun, ia berkesempatan menyelesaikan pendidikan keuangan di Golden Gates University, California, Amerika Serikat. Kecintaannya pada dunia pendidikan didedasikan dengan berbagai kegiatan dan donasi.
Tak ayal, sejumlah kampus di dunia melihat kontribusi besar dari seorang Tahir. Mereka pun tergugah dengan memberikan "apresiasi" untuk bidang pendidikan. Tahir menerima gelar profesor dari Lingnan College, Sun Yat-Sen University untuk periode Oktober 2011 hingga September 2014. Pada tahun 2011 Tahir mendapatkan penghargaan Chancellor's Citation dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat. Tahir juga tercatat sebagai orang Asia pertama yang menjadi anggota Wali Amanat University of California (UC) Berkeley, AS.
Tahir sedikitnya menyabet sejumlah gelar doktor kehormatan dari National Taiwan University, Universitas Cambodia, Universitas Gadjah Mada, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Universitas Airlangga, dan Universitas Andalas.
Dato Sri Prof. Dr Tahir saat ini masuk dalam jajaran orang terkaya di Indonesia, bahkan dunia. Profesor pengusaha ini, berdasarkan Forbes realtime networth, memiliki kekayaan sebesar USD2,4 miliar, atau sekitar Rp34,3 triliun (kurs Rp14.300). Jumlah kekayaannya itu bersumber dari sejumlah bisnisnya, yaitu:
1. Bank Mayapada
Di Bank Mayapada, Dato Sri Prof. Dr Tahir duduk sebagai presiden komisaris. Kepemilikan Tahir dan keluarga di bank yang didirikan pada 1990 ini sekitar 34,51%. Tahun lalu Bank Mayapada mencatatkan laba sebesar Rp26,14 miliar, turun siginifikan dibanding tahun 2020 yang sebesar Rp208,2 miliar. Aset Bank Mayapada tercata sebesar Rp114,6 triliun.
2. Sona Topas Tourism Industry, Tbk.
Perusahaan ini bergerakan di bidang penawaran jasa parisisata dalam dan luar negeri. Di perusahaan ini duduk putra dari Tahir, Jonathan Tahir, sebagai presiden komisaris. Kepemilikan tahir di perusahaan ini sebesar 11,5%. Dilihat dari situs perusahaan, untuk tahun 2021 peseroan belum melaporkan laporannya. Namun berdasarkan arsip sejumlah pemberitaan, pada semester I tahun 2021, kinerja SONA tertekan oleh pandemi. Pendapatannya hanya Rp29,4 miliar, berbanding jauh dengan periode yang sama tahun 2020 yang sebesar 224 miliar. SONA pun mengalami kerugian sebesar Rp54,7 miliar. Asetnya per Maret 2021 tercata Rp831 miliar.
3. PT Sejahteraraya Anugrahjaya, Tbk (Mayapada Hospital)
Di perusahaan yang IPO pada April 2011 ini, Tahir memiliki saham sekitar 59,99%, lewat PT Surya Cipta Inti Cemerlang. Tahir dan Jonathan Tahir duduk di jajaran komisaris. Di tahun 2021 SRAJ mengantongi pendapatan hingga Rp 1,92 triliun dengan laba Rp165,30 miliar. Total asetnya per Septmber 2021 sebesar Rp5,3 triliun.
4. PT Maha Properti Indonesia, Tbk. (MPRO)
Di perusahaan yang bergerak di bisnis properti ini, keluarga Tahir memiliki saham sebesar 59,5%. MPRO melakukan IPO padaa 2018. Dari laporan keuangan yang dipublikasikan, MPRO meraih pendapatan sebesar Rp54,16 miliar hingga kuartal III-2021. Jumlah itu turun 41,60% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang berada di Rp92,7 miliar. Imbasnya, Maha Properti Indonesia hanya mengantongi laba bruto sebesar Rp22,92 miliar, turun 56,73% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp52,97 miliar.
Baca Juga
Makanya, tatkala mengetahui ada crazy rich muda yang berperilaku mengumbar kekayaannya, apalagi kekayaannya didapat dengan cara ganjil dan kemudian tersangkut kasus hukum, kaum sugih sepuh pun geleng-geleng kepala, bahkan geregetan. Mereka pun berpesan agar generasi muda tak mengikuti gaya hidup para sultan karbitan.
"Saya punya pesan untuk anak-anak muda. Jangan ikuti gaya hidup itu, itu adalah sampah. Kamu harus bekerja keras dengan berkeringat untuk mendapatkan itu (sukses) dengan solid," kata Dato Sri Prof. Dr Tahir, di akun youtube @gt.bodyshot, akun Grace Tahir, putrinya.
Tahir pun menyatakan bahwa dirinya kerap merasa kurang pede, beda dengan kalangan sultan dadakan yang malah kepedean dengan akun-akun medsosnya. Sikap Tahir itu lantaran dirinya selalu melihat jejak ke belakang.
"Kami dasarnya berasal dari keluarga miskin. Orang tua saya menyewakan becak, dan kami hidup dari uang setoran tukang becak. Pasti itu membuat ada inferiority complex yang sangat dalam. Lalu kita bertumbuh, kita lihat sebagian orang luar bahkan keluarga sendiri menghina orang tua saya, itu memperberat kita punya inferiority complex," jelasnya.
Tahir lahir di Surabaya pada tahun 1952 di sebuah lingkungan yang rata-rata warganya tergolong tidak mampu. Dia dibesarkan oleh sepasang ayah dan ibu yang menghidupi keluarga dengan membuat becak.
Tahun 1971, dia menamatkan pendidikan menengah atas (SMA). Ketika lulus SMA, Tahir pernah bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Cita-cita itu pun kandas saat ayahnya mengalami sakit keras hingga tidak sanggup lagi membiayai keluarga. Tak pelak, Tahir harus drop out kuliah dan melanjutkan bisnis sang ayah di Surabaya.
Sinar bisnisnya mulai menyala sewaktu ia mendapatkan beasiswa di sekolah bisnis Nanyang Technological University, Singapura. Di Singapura, Tahir menempuh studi sembari berjualan barang-barang Singapura di Surabaya. Dia membeli pakaian wanita dan sepeda dari pusat perbelanjaan di Singapura dan menjualnya kembali ke Indonesia.
Dari situlah Tahir mendapatkan ide untuk meng-kapitalisasi produk impor guna membantu biaya sekolahnya. Dia pun memulai menggeluti bisnis garmen dengan serius.
Dari garmen, pelan tapi pasti, Tahir mulai memasuki bidang bisnis lain, seperti keuangan. Diawali dari Mayapada Group yang didirikannya pada tahun 1986, bisnisnya merambat dari dealer mobil, garmen, perbankan, sampai di bidang kesehatan. Tahun 1990 Bank Mayapada menjelma menjadi salah satu bisnis andalannya.
Tahir tak cuma pebisnis belaka, tapi juga sosok yang "menggilai" pendidikan. Saat usia 35 tahun, ia berkesempatan menyelesaikan pendidikan keuangan di Golden Gates University, California, Amerika Serikat. Kecintaannya pada dunia pendidikan didedasikan dengan berbagai kegiatan dan donasi.
Tak ayal, sejumlah kampus di dunia melihat kontribusi besar dari seorang Tahir. Mereka pun tergugah dengan memberikan "apresiasi" untuk bidang pendidikan. Tahir menerima gelar profesor dari Lingnan College, Sun Yat-Sen University untuk periode Oktober 2011 hingga September 2014. Pada tahun 2011 Tahir mendapatkan penghargaan Chancellor's Citation dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat. Tahir juga tercatat sebagai orang Asia pertama yang menjadi anggota Wali Amanat University of California (UC) Berkeley, AS.
Tahir sedikitnya menyabet sejumlah gelar doktor kehormatan dari National Taiwan University, Universitas Cambodia, Universitas Gadjah Mada, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Universitas Airlangga, dan Universitas Andalas.
Dato Sri Prof. Dr Tahir saat ini masuk dalam jajaran orang terkaya di Indonesia, bahkan dunia. Profesor pengusaha ini, berdasarkan Forbes realtime networth, memiliki kekayaan sebesar USD2,4 miliar, atau sekitar Rp34,3 triliun (kurs Rp14.300). Jumlah kekayaannya itu bersumber dari sejumlah bisnisnya, yaitu:
1. Bank Mayapada
Di Bank Mayapada, Dato Sri Prof. Dr Tahir duduk sebagai presiden komisaris. Kepemilikan Tahir dan keluarga di bank yang didirikan pada 1990 ini sekitar 34,51%. Tahun lalu Bank Mayapada mencatatkan laba sebesar Rp26,14 miliar, turun siginifikan dibanding tahun 2020 yang sebesar Rp208,2 miliar. Aset Bank Mayapada tercata sebesar Rp114,6 triliun.
2. Sona Topas Tourism Industry, Tbk.
Perusahaan ini bergerakan di bidang penawaran jasa parisisata dalam dan luar negeri. Di perusahaan ini duduk putra dari Tahir, Jonathan Tahir, sebagai presiden komisaris. Kepemilikan tahir di perusahaan ini sebesar 11,5%. Dilihat dari situs perusahaan, untuk tahun 2021 peseroan belum melaporkan laporannya. Namun berdasarkan arsip sejumlah pemberitaan, pada semester I tahun 2021, kinerja SONA tertekan oleh pandemi. Pendapatannya hanya Rp29,4 miliar, berbanding jauh dengan periode yang sama tahun 2020 yang sebesar 224 miliar. SONA pun mengalami kerugian sebesar Rp54,7 miliar. Asetnya per Maret 2021 tercata Rp831 miliar.
3. PT Sejahteraraya Anugrahjaya, Tbk (Mayapada Hospital)
Di perusahaan yang IPO pada April 2011 ini, Tahir memiliki saham sekitar 59,99%, lewat PT Surya Cipta Inti Cemerlang. Tahir dan Jonathan Tahir duduk di jajaran komisaris. Di tahun 2021 SRAJ mengantongi pendapatan hingga Rp 1,92 triliun dengan laba Rp165,30 miliar. Total asetnya per Septmber 2021 sebesar Rp5,3 triliun.
4. PT Maha Properti Indonesia, Tbk. (MPRO)
Di perusahaan yang bergerak di bisnis properti ini, keluarga Tahir memiliki saham sebesar 59,5%. MPRO melakukan IPO padaa 2018. Dari laporan keuangan yang dipublikasikan, MPRO meraih pendapatan sebesar Rp54,16 miliar hingga kuartal III-2021. Jumlah itu turun 41,60% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang berada di Rp92,7 miliar. Imbasnya, Maha Properti Indonesia hanya mengantongi laba bruto sebesar Rp22,92 miliar, turun 56,73% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp52,97 miliar.
(uka)