Biaya Hidup Naik dan Larangan Ekspor Pangan Memicu Kekhawatiran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Malaysia mengatakan, bakal mengurangi ekspor ayam mulai awal Juni 2022 karena kurangnya pasokan di negara itu. Di tempat lain di Asia, India telah melarang ekspor gandum, sementara Indonesia sempat memblokir penjualan minyak sawit ke luar negeri.
Situasi ini terjadi ketika dunia menghadapi krisis pangan terburuk dalam beberapa dekade setelah invasi Rusia ke Ukraina. Seorang pakar pertanian telah menyoroti kekhawatiran tentang potensi munculnya, apa yang Ia sebut sebagai "nasionalisme pangan" oleh pemerintah di wilayah tersebut.
Konsumen Malaysia telah mengalami lonjakan harga ayam dalam beberapa bulan terakhir, sementara beberapa pengecer telah membatasi berapa banyak daging yang dapat dibeli pelanggan.
Pada hari Senin, Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob mengatakan negara Asia Tenggara itu akan berhenti mengekspor sebanyak 3,6 juta ayam setiap bulan "sampai harga domestik dan produksi stabil".
"Prioritas pemerintah (Malaysia) adalah rakyat kita sendiri," katanya dalam sebuah pernyataan seperti dilansir BBC.
Negara tetangganya Singapura, di mana impor Malaysia menyumbang sekitar sepertiga dari pasokan ayamnya, tampaknya akan terpukul sangat keras oleh langkah tersebut. Hampir semua diimpor hidup-hidup sebelum disembelih dan didinginkan di Singapura.
Kemudian pada awal pekan kemarin, Badan Makanan Singapura mendorong konsumen untuk membeli ayam beku dan mulai bergerak untuk mencegah panic buying.
"Meskipun mungkin ada gangguan sementara pada pasokan ayam dingin, pilihan ayam beku tetap tersedia untuk mengurangi kekurangan," kata badan itu dalam sebuah pernyataan.
"Kami juga menyarankan konsumen untuk membeli hanya apa yang mereka butuhkan," sambungnya.
Dampak Perang
Larangan ekspor ayam Malaysia adalah perkembangan terbaru dalam krisis pangan global. Bulan lalu, Bank Dunia memperingatkan bahwa rekor kenaikan harga pangan dapat mendorong ratusan juta orang ke dalam kemiskinan dan gizi rendah.
Ukraina sebagai eksportir utama gandum dan produksinya telah jatuh sejak Rusia menginvasi negara itu. Hal ini menyebabkan lonjakan harga gandum global. Selain itu juga telah meningkatkan prospek kekurangan pasokan di negara-negara yang bergantung pada ekspornya.
Situasi ini terjadi ketika dunia menghadapi krisis pangan terburuk dalam beberapa dekade setelah invasi Rusia ke Ukraina. Seorang pakar pertanian telah menyoroti kekhawatiran tentang potensi munculnya, apa yang Ia sebut sebagai "nasionalisme pangan" oleh pemerintah di wilayah tersebut.
Konsumen Malaysia telah mengalami lonjakan harga ayam dalam beberapa bulan terakhir, sementara beberapa pengecer telah membatasi berapa banyak daging yang dapat dibeli pelanggan.
Pada hari Senin, Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob mengatakan negara Asia Tenggara itu akan berhenti mengekspor sebanyak 3,6 juta ayam setiap bulan "sampai harga domestik dan produksi stabil".
"Prioritas pemerintah (Malaysia) adalah rakyat kita sendiri," katanya dalam sebuah pernyataan seperti dilansir BBC.
Negara tetangganya Singapura, di mana impor Malaysia menyumbang sekitar sepertiga dari pasokan ayamnya, tampaknya akan terpukul sangat keras oleh langkah tersebut. Hampir semua diimpor hidup-hidup sebelum disembelih dan didinginkan di Singapura.
Kemudian pada awal pekan kemarin, Badan Makanan Singapura mendorong konsumen untuk membeli ayam beku dan mulai bergerak untuk mencegah panic buying.
"Meskipun mungkin ada gangguan sementara pada pasokan ayam dingin, pilihan ayam beku tetap tersedia untuk mengurangi kekurangan," kata badan itu dalam sebuah pernyataan.
"Kami juga menyarankan konsumen untuk membeli hanya apa yang mereka butuhkan," sambungnya.
Dampak Perang
Larangan ekspor ayam Malaysia adalah perkembangan terbaru dalam krisis pangan global. Bulan lalu, Bank Dunia memperingatkan bahwa rekor kenaikan harga pangan dapat mendorong ratusan juta orang ke dalam kemiskinan dan gizi rendah.
Ukraina sebagai eksportir utama gandum dan produksinya telah jatuh sejak Rusia menginvasi negara itu. Hal ini menyebabkan lonjakan harga gandum global. Selain itu juga telah meningkatkan prospek kekurangan pasokan di negara-negara yang bergantung pada ekspornya.
(akr)