Arab Saudi Kerek Harga Jual Minyak Mentah ke Asia, Brent Tembus USD117,96 per Barel
loading...
A
A
A
RIYADH - Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan pada perdagangan sesi pagi Senin (6/6/2022). Data bursa Intercontinental Exchange (ICE) hingga pukul 09:44 WIB menunjukkan, harga minyak kontrak Agustus 2022 menguat 0,81% di USD120,69 per barel.
Sementara Brent untuk pengiriman September 2022 bergerak naik 0,79% di USD117,96 per barel. Sedangkan West Texas Intermediate (WTI) Juli 2022 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) naik 0,87% menjadi USD119,91 per barel, dimana WTI Agustus 2022 melesat 0,88% di USD117,25 per barel.
Kenaikan harga minyak di waktu perdagangan Asia pagi ini terjadi setelah Arab Saudi menaikkan harga jual minyak mentah nya secara tajam untuk bulan Juli 2022.
Ini merupakan sebuah indikasi betapa ketatnya pasokan meskipun negara-negara pengekspor minyak bumi dan sekutunya (OPEC+) sepakat untuk mempercepat peningkatan produksi selama dua bulan ke depan.
Arab Saudi menaikkan harga jual resmi (OSP) untuk minyak mentah ringan Arab premium andalannya ke Asia menjadi USD6,50 premium, dibandingkan rata-rata benchmark Oman dan Dubai, naik dari premium USD4,40 pada bulan Juni. Demikian sumber dari produsen minyak Aramco, dikutip dari Reuters, Senin (6/6/2022).
Langkah Saudi dilakukan saat OPEC+ berusaha meningkatkan produksi pada Juli dan Agustus sebesar 648.000 barel per hari, atau 50% lebih banyak dari yang direncanakan sebelumnya.
"Hanya beberapa hari setelah keran produksi terbuka lebar, Arab Saudi menaikkan harga jual resminya untuk Asia, yang merupakan pasar utamanya. Hal ini berimbas terhadap harganya di seluruh pasar minyak," kata SPI Asset Management Stephen Innes dalam sebuah catatan.
Arab Saudi juga meningkatkan harga jual resmi minyak Arab Light ke Eropa barat laut menjadi USD4,30 di atas ICE Brent untuk bulan Juli, naik dari premium USD2,10 pada bulan Juni.
Langkah OPEC dan sekutunya untuk memajukan kenaikan produksi secara masif diprediksi belum mampu untuk memenuhi permintaan. Ini terjadi karena beberapa negara anggota, termasuk Rusia, tidak dapat meningkatkan produksi, sementara permintaan terus melonjak di Amerika Serikat dan China.
"Saat peningkatan itu sangat dibutuhkan, tetapi itu jauh dari ekspektasi permintaan," kata analis Commonwealth Bank Vivek Dhar dalam sebuah catatan.
Sementara Brent untuk pengiriman September 2022 bergerak naik 0,79% di USD117,96 per barel. Sedangkan West Texas Intermediate (WTI) Juli 2022 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) naik 0,87% menjadi USD119,91 per barel, dimana WTI Agustus 2022 melesat 0,88% di USD117,25 per barel.
Kenaikan harga minyak di waktu perdagangan Asia pagi ini terjadi setelah Arab Saudi menaikkan harga jual minyak mentah nya secara tajam untuk bulan Juli 2022.
Ini merupakan sebuah indikasi betapa ketatnya pasokan meskipun negara-negara pengekspor minyak bumi dan sekutunya (OPEC+) sepakat untuk mempercepat peningkatan produksi selama dua bulan ke depan.
Arab Saudi menaikkan harga jual resmi (OSP) untuk minyak mentah ringan Arab premium andalannya ke Asia menjadi USD6,50 premium, dibandingkan rata-rata benchmark Oman dan Dubai, naik dari premium USD4,40 pada bulan Juni. Demikian sumber dari produsen minyak Aramco, dikutip dari Reuters, Senin (6/6/2022).
Langkah Saudi dilakukan saat OPEC+ berusaha meningkatkan produksi pada Juli dan Agustus sebesar 648.000 barel per hari, atau 50% lebih banyak dari yang direncanakan sebelumnya.
"Hanya beberapa hari setelah keran produksi terbuka lebar, Arab Saudi menaikkan harga jual resminya untuk Asia, yang merupakan pasar utamanya. Hal ini berimbas terhadap harganya di seluruh pasar minyak," kata SPI Asset Management Stephen Innes dalam sebuah catatan.
Arab Saudi juga meningkatkan harga jual resmi minyak Arab Light ke Eropa barat laut menjadi USD4,30 di atas ICE Brent untuk bulan Juli, naik dari premium USD2,10 pada bulan Juni.
Langkah OPEC dan sekutunya untuk memajukan kenaikan produksi secara masif diprediksi belum mampu untuk memenuhi permintaan. Ini terjadi karena beberapa negara anggota, termasuk Rusia, tidak dapat meningkatkan produksi, sementara permintaan terus melonjak di Amerika Serikat dan China.
"Saat peningkatan itu sangat dibutuhkan, tetapi itu jauh dari ekspektasi permintaan," kata analis Commonwealth Bank Vivek Dhar dalam sebuah catatan.
(akr)