Harga Minyak Mentah Memanas Dipicu Kekhawatiran Pasokan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga minyak mentah dunia terpantau menguat pada perdagangan di akhir pekan, Jumat (13/5/2022). Data bursa Intercontinental Exchange (ICE) hingga pukul 10:13 WIB menunjukkan, harga minyak Brent Juli 2022 naik 1,06% di USD108,59 per barel.
Sedangkan Brent Agustus 2022 menguat 1,06% di level USD107,11 per barel. West Texas Intermediate (WTI) Juni 2022 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) nanjak 0,97% di USD107,16 per barel, sementara WTI Juli 2022 tumbuh 1,02% di USD105,46 per barel.
Meski mengalami kenaikan, kedua benchmark harga minyak tersebut masih dalam fase penurunan sepanjang pekan ini dipicu sentimen inflasi dan lockdown di China yang mengancam permintaan.
Pasar juga masih dibayangi kabar larangan Uni Eropa terhadap pasokan minyak Rusia. Hal ini dinilai bakal semakin melemahkan permintaan, saat Kremlin memberikan balasan sanksi terhadap perusahaan gas di Eropa.
"Faktor kekhawatiran permintaan telah tumbuh," kata Analis Komoditas Commonwealth Bank Vivek Dhar, dilansir Reuters, Jumat (13/5/2022).
Inflasi dan kenaikan suku bunga yang agresif telah mendorong dolar Amerika Serikat (AS) ke level tertinggi dalam 20 tahun. Saat dolar mengangkasa, maka minyak akan menjadi lebih mahal bagi pembeli yang memegang mata uang lain.
"Minyak masih didorong oleh kekhawatiran pasokan karena Rusia mengambil langkah maju mempersenjatai energi," kata Managing Partner SPI Asset Management Stephen Innes.
Sebuah laporan Badan Energi Internasional (IEA) pada Kamis (12/5) mengatakan, peningkatan produksi minyak di Timur Tengah dan AS diharapkan dapat mengisi defisit pasokan yang timbul akibat terhentinya stok Rusia.
Badan tersebut mencatat produksi Rusia akan turun hampir 3 juta barel per hari (bph) mulai Juli, atau sekitar tiga kali lebih banyak daripada yang saat ini dipindahkan.
Ini bakal terjadi apabila sanksi untuk perang terhadap Ukraina semakin diperluas atau jika Rusia menghalangi pembelian dari negara-negara Eropa.
Sedangkan Brent Agustus 2022 menguat 1,06% di level USD107,11 per barel. West Texas Intermediate (WTI) Juni 2022 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) nanjak 0,97% di USD107,16 per barel, sementara WTI Juli 2022 tumbuh 1,02% di USD105,46 per barel.
Meski mengalami kenaikan, kedua benchmark harga minyak tersebut masih dalam fase penurunan sepanjang pekan ini dipicu sentimen inflasi dan lockdown di China yang mengancam permintaan.
Pasar juga masih dibayangi kabar larangan Uni Eropa terhadap pasokan minyak Rusia. Hal ini dinilai bakal semakin melemahkan permintaan, saat Kremlin memberikan balasan sanksi terhadap perusahaan gas di Eropa.
"Faktor kekhawatiran permintaan telah tumbuh," kata Analis Komoditas Commonwealth Bank Vivek Dhar, dilansir Reuters, Jumat (13/5/2022).
Inflasi dan kenaikan suku bunga yang agresif telah mendorong dolar Amerika Serikat (AS) ke level tertinggi dalam 20 tahun. Saat dolar mengangkasa, maka minyak akan menjadi lebih mahal bagi pembeli yang memegang mata uang lain.
"Minyak masih didorong oleh kekhawatiran pasokan karena Rusia mengambil langkah maju mempersenjatai energi," kata Managing Partner SPI Asset Management Stephen Innes.
Sebuah laporan Badan Energi Internasional (IEA) pada Kamis (12/5) mengatakan, peningkatan produksi minyak di Timur Tengah dan AS diharapkan dapat mengisi defisit pasokan yang timbul akibat terhentinya stok Rusia.
Badan tersebut mencatat produksi Rusia akan turun hampir 3 juta barel per hari (bph) mulai Juli, atau sekitar tiga kali lebih banyak daripada yang saat ini dipindahkan.
Ini bakal terjadi apabila sanksi untuk perang terhadap Ukraina semakin diperluas atau jika Rusia menghalangi pembelian dari negara-negara Eropa.
(ind)