Dorong Ekonomi Sirkular, Unilever Dukung Digitalisasi Pengelolaan Sampah Plastik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komitmen untuk memperkuat dan merealisasikan ekonomi sirkular di Indonesia perlu didukung seluruh pemangku kepentingan dan PT Unilever Indonesia, Tbk (Unilever) memilih untuk ikut menjadi bagian dari solusi di dalamnya.
Hal itu diwujudkan melalui berbagai terobosan untuk mewujudkan lingkungan Indonesia yang lebih baik. Terutama pengelolaan sampah plastik yang semakin baik dari hari ke hari. Unilever, melalui TRANSFORM Project berkolaborasi dengan Waste4Change menghadirkan program berbasis digital DIVERT. Waste4Change sendiri adalah perusahaan pengelola sampah secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
TRANSFORM adalah sebuah program yang secara global telah banyak membantu lahirnya puluhan proyek yang mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Program DIVERT yg dilahirkan oleh Waste4Change telah berhasil terpilih menjadi salah satu proyek yang mendapatkan dukungan pendanaan dari Unilever global, melalui project TRANSFORM, sebesar lebih dari Rp3 miliar. Program DIVERT yang didukung Unilever, diapresiasi positif oleh pemerintah Indonesia.
Direktur Pengurangan Sampah Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sinta Saptarina Soemiarno pun memberikan apresiasi kepada Unilever dan Waste4Change yang telah melahirkan aksi nyata proyek berbasis digital melalui program TRANSFORM.
"Program ini sangat mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) serta selaras dengan berbagai upaya strategis yang dilakukan pemerintah dalam pengurangan dan penanganan sampah nasional," ucap Sinta, dalam Webinar bertajuk Bicara Sirkular Ekonomi: Pentingnya Data dan Traceability Sampah Plastik, baru-baru ini.
Sinta mengatakan dengan kecenderungan peningkatan sampah plastik dari 11 % di 2010 menjadi 17% di 2021, Pemerintah melalui Peraturan Menteri LHK 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen mendorong secara konstruktif upaya-upaya pengurangan sampah dari produsen mulai dari hulu yakni upaya pembatasan timbulan sampah hingga di tingkat hilir yakni menarik kembali kemasan paska pakai untuk dimanfaatkan kembali atau di daur ulang. Dengan demikian, semakin sedikit kemasan yang terbuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sesuai dengan tujuan pembangunan Ekonomi Sirkular di Indonesia.
"Pemanfaatan teknologi digital yang dilakukan proyek DIVERT menjadi solusi tepat untuk monitoring, evaluasi dan verifikasi sehingga mendapat hasil yang terukur," lanjut Sinta.
Sementara itu, Head of Sustainable Environment Unilever Indonesia Foundation Maya Tamimi menyampaikan Unilever terus mengajak semua pihak turut serta ambil bagian, berperan secara aktif sesuai dengan peran masing-masing menjaga bumi.
"Sebagai perusahan yang telah berada di Indonesia selama lebih dari 88 tahun, kami memiliki komitmen kuat untuk menciptakan bumi yang lestari, sejalan dengan strategi besar Unilever yang dinamakan The Unilever Compass," ujarnya.
Maya mengatakan bahwa saat ini permasalahan lingkungan beragam salah satunya permasalahan sampah plastik yang sangat pelik. Berdasarkan data The National Plastic Action Partnership (NPAP) 2021, sampah plastik di Indonesia 4,8 juta ton tidak terkelola dengan baik tiap tahun, seperti dibakar di ruang terbuka 48%, tidak dikelola secara layak di tempat pembuangan sampah resmi 13% dan sisanya mencemari saluran air dan laut 9%.
Dia mengatakan penerapan ekonomi sirkular dipercaya banyak pihak sebagai salah satu upaya yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan sampah plastik di Indonesia. Namun penerapan di lapangan tentu tidak mudah, peran serta semua pihak dan sinergi dari semua aktor dalam mata rantai daur ulang harus dilakukan, agar sampah sebagai bahan daur ulang dapat dikumpulkan kembali dan diproses menjadi produk daur ulang atau proses pengelolaan lainnya.
Unilever percaya bahwa plastik memiliki tempatnya tersendiri dalam ekonomi, tetapi tidak di lingkungan. Untuk itu, perusahaan memiliki komitmen yang kuat bahwa paling lambat pada tahun 2025, pihaknya akan mengurangi setengah dari penggunaan virgin plastic atau plastik baru, dengan cara mengurangi penggunaan kemasan plastik sebanyak lebih dari 100.000 ton dan mempercepat penggunaan plastik daur ulang. Kemudian, memastikan 100% kemasan plastiknya dapat digunakan kembali, didaur ulang, atau diubah menjadi kompos. Selanjutnya, mengumpulkan dan memproses lebih banyak plastik daripada yang dijual. Lalu, Unilever akan meningkatkan penggunaan konten plastik daur ulang (PCR) di kemasannya, setidaknya 25%.
Upaya yang dilaksanakan mulai dari hulu ke hilir rantai bisnis ini telah memungkinkan Unilever Indonesia untuk membantu mengumpulkan dan memproses lebih dari 45.900 ton sampah plastik di 2021 melalui pengumpulan sampah plastik dari jaringan bank sampah sebanyak lebih dari 24.500 ton serta pemrosesan sampah melalui teknologi Refused Derived Fuel (RDF) sebanyak lebih dari 21.400 ton.
“Kami berharap melalui diskusi hari ini, dan juga melalui program DIVERT yang telah dijalankan, akan mampu menginspirasi lahirnya inovasi lainnya yang dapat membantu kita menciptakan planet yang lebih hijau dan lestari. Selain itu, sebagai bagian dari ekosistem mata rantai persampahan di Indonesia, mari kita bersama-sama memainkan peran kita untuk bisa menciptakan ekonomi sirkular, demi bumi kita yang hanya satu ini," ujar Maya.
Head of Collect Waste4Change dan Project Manager DIVERT Rizky Ambardi menerangkan proyek DIVERT bertujuan untuk menjawab permasalahan rantai pasokan limbah pasca konsumsi. Sejak dimulai pada September 2021 lalu, proyek ini telah berhasil mengurangi kesenjangan upaya daur ulang sampah plastik dengan memvalidasi dan melacak seluruh alur sampah menuju terciptanya ekonomi sirkular yang lebih efektif dan efisien.
Rangkaian program yang telah terlaksana tidak lepas dari peran serta mitra pemulung dan pengepul sampah daur ulang. Hingga saat ini, proyek DIVERT telah melibatkan 556 mitra pengumpul sampah, melakukan scale-up sistem ERP untuk 51 mitra, dan berhasil mengumpulkan 778 ton sampah plastik dalam jangka waktu 6 bulan.
Salah satu program yang dilaksanakan dalam proyek ini adalah membuat sistem Enterprise Resource Planning (ERP) untuk memastikan ketertelusuran sampah, capacity building bagi mitra-mitra pengumpul sampah, hingga pengoptimalan fasilitas pengumpulan dan pengolahan sampah. Dengan adanya ERP, maka pengumpulan, ketertelusuran, serta kuantitas dan kualitas sampah plastik menjadi lebih meningkat.
Menurut pengamatan Waste4Change, kurangnya data di fase pengumpulan sampah plastik salah satunya menyebabkan masih adanya gap yang besar antara sampah plastik yang diproduksi, yang saat ini didaur ulang, dan yang berpotensi untuk didaur ulang. Hal ini turut berdampak ke pihak produsen seperti Unilever, dimana data yang belum memadai mengakibatkan rantai pasok daur ulang yang ada saat ini menjadi panjang dan belum efisien. Diperlukan upaya yang lebih besar agar dapat memperoleh bahan baku dari plastik daur ulang dalam jumlah signifikan untuk dapat diolah menjadi kemasan kembali.
Astri Puji Lestari selaku pegiat gaya hidup ramah lingkungan mengingatkan, di tengah tantangan mewujudkan ekonomi sirkular, konsumen punya peran yang tak kalah penting. Menjadi konsumen yang lebih bertanggung jawab banyak sekali caranya, salah satunya bisa dilakukan dari rumah, dengan menjadi bagian dari #GenerasiPilahPlastik.
"Saat kita terbiasa memilah sampah dari rumah dan membawanya ke Bank Sampah, artinya kita ikut menjaga nilai dan kualitas sampah plastik agar dapat menjadi komoditi berguna yang mendukung industri daur ulang," kata dia.
Hal itu diwujudkan melalui berbagai terobosan untuk mewujudkan lingkungan Indonesia yang lebih baik. Terutama pengelolaan sampah plastik yang semakin baik dari hari ke hari. Unilever, melalui TRANSFORM Project berkolaborasi dengan Waste4Change menghadirkan program berbasis digital DIVERT. Waste4Change sendiri adalah perusahaan pengelola sampah secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
TRANSFORM adalah sebuah program yang secara global telah banyak membantu lahirnya puluhan proyek yang mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Program DIVERT yg dilahirkan oleh Waste4Change telah berhasil terpilih menjadi salah satu proyek yang mendapatkan dukungan pendanaan dari Unilever global, melalui project TRANSFORM, sebesar lebih dari Rp3 miliar. Program DIVERT yang didukung Unilever, diapresiasi positif oleh pemerintah Indonesia.
Direktur Pengurangan Sampah Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sinta Saptarina Soemiarno pun memberikan apresiasi kepada Unilever dan Waste4Change yang telah melahirkan aksi nyata proyek berbasis digital melalui program TRANSFORM.
"Program ini sangat mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) serta selaras dengan berbagai upaya strategis yang dilakukan pemerintah dalam pengurangan dan penanganan sampah nasional," ucap Sinta, dalam Webinar bertajuk Bicara Sirkular Ekonomi: Pentingnya Data dan Traceability Sampah Plastik, baru-baru ini.
Sinta mengatakan dengan kecenderungan peningkatan sampah plastik dari 11 % di 2010 menjadi 17% di 2021, Pemerintah melalui Peraturan Menteri LHK 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen mendorong secara konstruktif upaya-upaya pengurangan sampah dari produsen mulai dari hulu yakni upaya pembatasan timbulan sampah hingga di tingkat hilir yakni menarik kembali kemasan paska pakai untuk dimanfaatkan kembali atau di daur ulang. Dengan demikian, semakin sedikit kemasan yang terbuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sesuai dengan tujuan pembangunan Ekonomi Sirkular di Indonesia.
"Pemanfaatan teknologi digital yang dilakukan proyek DIVERT menjadi solusi tepat untuk monitoring, evaluasi dan verifikasi sehingga mendapat hasil yang terukur," lanjut Sinta.
Sementara itu, Head of Sustainable Environment Unilever Indonesia Foundation Maya Tamimi menyampaikan Unilever terus mengajak semua pihak turut serta ambil bagian, berperan secara aktif sesuai dengan peran masing-masing menjaga bumi.
"Sebagai perusahan yang telah berada di Indonesia selama lebih dari 88 tahun, kami memiliki komitmen kuat untuk menciptakan bumi yang lestari, sejalan dengan strategi besar Unilever yang dinamakan The Unilever Compass," ujarnya.
Maya mengatakan bahwa saat ini permasalahan lingkungan beragam salah satunya permasalahan sampah plastik yang sangat pelik. Berdasarkan data The National Plastic Action Partnership (NPAP) 2021, sampah plastik di Indonesia 4,8 juta ton tidak terkelola dengan baik tiap tahun, seperti dibakar di ruang terbuka 48%, tidak dikelola secara layak di tempat pembuangan sampah resmi 13% dan sisanya mencemari saluran air dan laut 9%.
Dia mengatakan penerapan ekonomi sirkular dipercaya banyak pihak sebagai salah satu upaya yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan sampah plastik di Indonesia. Namun penerapan di lapangan tentu tidak mudah, peran serta semua pihak dan sinergi dari semua aktor dalam mata rantai daur ulang harus dilakukan, agar sampah sebagai bahan daur ulang dapat dikumpulkan kembali dan diproses menjadi produk daur ulang atau proses pengelolaan lainnya.
Unilever percaya bahwa plastik memiliki tempatnya tersendiri dalam ekonomi, tetapi tidak di lingkungan. Untuk itu, perusahaan memiliki komitmen yang kuat bahwa paling lambat pada tahun 2025, pihaknya akan mengurangi setengah dari penggunaan virgin plastic atau plastik baru, dengan cara mengurangi penggunaan kemasan plastik sebanyak lebih dari 100.000 ton dan mempercepat penggunaan plastik daur ulang. Kemudian, memastikan 100% kemasan plastiknya dapat digunakan kembali, didaur ulang, atau diubah menjadi kompos. Selanjutnya, mengumpulkan dan memproses lebih banyak plastik daripada yang dijual. Lalu, Unilever akan meningkatkan penggunaan konten plastik daur ulang (PCR) di kemasannya, setidaknya 25%.
Upaya yang dilaksanakan mulai dari hulu ke hilir rantai bisnis ini telah memungkinkan Unilever Indonesia untuk membantu mengumpulkan dan memproses lebih dari 45.900 ton sampah plastik di 2021 melalui pengumpulan sampah plastik dari jaringan bank sampah sebanyak lebih dari 24.500 ton serta pemrosesan sampah melalui teknologi Refused Derived Fuel (RDF) sebanyak lebih dari 21.400 ton.
“Kami berharap melalui diskusi hari ini, dan juga melalui program DIVERT yang telah dijalankan, akan mampu menginspirasi lahirnya inovasi lainnya yang dapat membantu kita menciptakan planet yang lebih hijau dan lestari. Selain itu, sebagai bagian dari ekosistem mata rantai persampahan di Indonesia, mari kita bersama-sama memainkan peran kita untuk bisa menciptakan ekonomi sirkular, demi bumi kita yang hanya satu ini," ujar Maya.
Head of Collect Waste4Change dan Project Manager DIVERT Rizky Ambardi menerangkan proyek DIVERT bertujuan untuk menjawab permasalahan rantai pasokan limbah pasca konsumsi. Sejak dimulai pada September 2021 lalu, proyek ini telah berhasil mengurangi kesenjangan upaya daur ulang sampah plastik dengan memvalidasi dan melacak seluruh alur sampah menuju terciptanya ekonomi sirkular yang lebih efektif dan efisien.
Rangkaian program yang telah terlaksana tidak lepas dari peran serta mitra pemulung dan pengepul sampah daur ulang. Hingga saat ini, proyek DIVERT telah melibatkan 556 mitra pengumpul sampah, melakukan scale-up sistem ERP untuk 51 mitra, dan berhasil mengumpulkan 778 ton sampah plastik dalam jangka waktu 6 bulan.
Salah satu program yang dilaksanakan dalam proyek ini adalah membuat sistem Enterprise Resource Planning (ERP) untuk memastikan ketertelusuran sampah, capacity building bagi mitra-mitra pengumpul sampah, hingga pengoptimalan fasilitas pengumpulan dan pengolahan sampah. Dengan adanya ERP, maka pengumpulan, ketertelusuran, serta kuantitas dan kualitas sampah plastik menjadi lebih meningkat.
Menurut pengamatan Waste4Change, kurangnya data di fase pengumpulan sampah plastik salah satunya menyebabkan masih adanya gap yang besar antara sampah plastik yang diproduksi, yang saat ini didaur ulang, dan yang berpotensi untuk didaur ulang. Hal ini turut berdampak ke pihak produsen seperti Unilever, dimana data yang belum memadai mengakibatkan rantai pasok daur ulang yang ada saat ini menjadi panjang dan belum efisien. Diperlukan upaya yang lebih besar agar dapat memperoleh bahan baku dari plastik daur ulang dalam jumlah signifikan untuk dapat diolah menjadi kemasan kembali.
Astri Puji Lestari selaku pegiat gaya hidup ramah lingkungan mengingatkan, di tengah tantangan mewujudkan ekonomi sirkular, konsumen punya peran yang tak kalah penting. Menjadi konsumen yang lebih bertanggung jawab banyak sekali caranya, salah satunya bisa dilakukan dari rumah, dengan menjadi bagian dari #GenerasiPilahPlastik.
"Saat kita terbiasa memilah sampah dari rumah dan membawanya ke Bank Sampah, artinya kita ikut menjaga nilai dan kualitas sampah plastik agar dapat menjadi komoditi berguna yang mendukung industri daur ulang," kata dia.
(nng)