5 Pengusaha Mie Instan Terkaya Indonesia, Nomor 1 Punya Harta Rp126,30 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mie instan telah lama menjadi salah satu makanan favorit semua orang Indonesia, baik tua maupun muda. Bahkan mie instan yang merupakan bagian dari consumer goods atau barang konsumsi menjadi sumber kekayaan para miliarder Indonesia ini.
Dalam jajaran orang terkaya Indonesia , terdapat beberapa yang mendapatkan pundi-pundi hartanya dari jualan makanan seperti mie instan. Salah satu contoh brand yang paling familiar yaitu Indomie, Anda tentu sudah tidak asing dengan nama mie instan yang satu ini.
Mie instan yang telah dikenal luas tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di mancanegara seperti Amerika, Belanda, Korea Selatan, Taiwan, dan lain-lain itu merupakan produk asli Indonesia. Brand ini berasal dari anak usaha perusahaan milik PT Salim Group.
Berikut daftar beberapa orang terkaya Indonesia yang usahanya melalui menjual barang konsumsi, salah satunya mie instan:
1. Anthoni Salim
Anthoni Salim merupakan orang terkaya ketiga di Indonesia versi Forbes tahun 2021 dengan hartanya mencapai USD8,5 miliar atau setara Rp126,30 triliun (Kurs Rp14.859 per USD). Ia memimpin Salim Group, dengan beragan investasi di bidang makanan, ritel, perbankan, telekomunikasi hingga energi.
Salim adalah CEO Indofood dengan pendapatan sebesar USD5,8 miliar yang merupakan salah satu pembuat mie instan terbesar di dunia. Keluarga Salim juga memiliki saham di perusahaan investasi yang terdaftar di Hong Kong First Pacific dengan aset USD27 miliar di enam negara.
Anthoni adalah anak bungsu dari tiga bersaudara dari almarhum Liem Sioe Liong, seorang taipan yang selama beberapa dekade sangat dekat dengan Presiden Soeharto. Pada tahun 1998, tepat setelah Suharto jatuh dari kekuasaan, Salims kehilangan Bank Central Asia (BCA). Keluarga Hartonos, yang sekarang menjadi keluarga terkaya, menguasainya bertahun-tahun kemudian.
Mie instan menjadi salah satu sumber kekayaan Anthoni Salim. Produsen mie instan terbesar di Indonesia yakni Indofood merupakan anak perusahaan milik PT Salim Group yang saat ini di bawah kendali oleh Anthoni Salim.
Selain mengedarkan produknya di dalam negeri, juga memiliki brand yang cukup mendunia. Produk-produknya meliputi Indomie, Supermi, Sarimi, Pop Mie (dominan), Intermi, Sakura dan Vitami (terbatas). Ada juga produk lama seperti Top Mie, Super Cup, Nikimiku, Aseli Mi, Mi Peduli, Mie Ummah, Mie Sayaaap, Mie Semar, Pop Bihun, Anakmas Mi Sukiyaki, Miqu, dan masih banyak lagi.
Mereka memiliki pabrik produksi mie instan berjumlah 60 di Indonesia dan 20 lebih tersebar di wilayah Afrika, Timur Tengah, Eropa Tenggara. Pencapaian ini menjadikan PT Salim Group sebagai produsen mie instan terbesar di dunia.
Langkah Salim Group menjadi raksasa mie instan dimulai dari kelangkaan beras pada tahun 1970-an menurut Richard Borsuk dan Nancy Chang dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group: Pilar Bisnis Soeharto. Salim Group lalu mendirikan PT Sarimi Asli Raya yang mulai memproduksi Sarimi pada awal 1980-an.
Produk mie instan Sarimi menjadi pendatang baru dan bersaing dengan Supermie dan Indomie saat itu yang lebih dulu hadir. Singkat cerita, kemudian Sarimi dalam setahun menguasai 40% pasar dengan harga yang lebih terjangkau.
Keperkasaan Salim Group kemudian melahirkan perkawinan antara Indomie dan Sarimi, yang pada akhirnya perusahaan patungan itu juga mencaplok brand terkenal lain, Supermi pada 1986. Hingga dalam perjalannya PT Indofood Interna dikuasai Salim Group hingga mendominasi pasar mie instan dengan 3 merek, terutama Indomie yang paling dikenal masyarakat.
2. Jogi Hendra Atmadja
Pengusaha dan pemilik kelompok usaha Mayora Group, Jogi Hendra Atmadja adalah orang terkaya nomor 9 di Indonesia berdasarkan perhitungan Majalah Forbes tahun 2021. Nilai kekayaan Jogi Hendra, menurut hitungan Forbes, mencapai USD4,1 miliar atau setara Rp60,92 triliun.
Harta kekayaan itu diperoleh dari Mayora Group yang merupakan salah satu produsen mie instan dengan beragam produk inovatif, seperti Bakmi Mewah dan Mi Gelas. Dahulu juga memproduksi Miduo yang dikenal sebagai pelopor dua keping mi dalam satu kemasan pada 1995, dan merek Roma.
Jogi Hendra Atmadja adalah bos grup Mayora, salah satu perusahaan makanan terbesar di Indonesia yang menjual kopi, sereal, permen, biskuit dan banyak lagi. Grup Mayora mempunyai beragam brand, termasuk Kopiko, Danisa dan Roma, serta sudah dipasarkan lebih dari 100 negara.
Keluarganya mulai membuat biskuit di rumah pada tahun 1948 dan secara resmi mendirikan grup Mayora pada tahun 1977. Atmadja dan keluarganya memiliki saham pengendali di Mayora Indah yang diperdagangkan secara publik, yang menjadi perusahaan andalan di grup tersebut.
3. Eddy Katuari
Eddy Katuari memiliki kekayaan USD1 miliar atau setara dengan Rp14,85 triliun dan menjadikannya orang terkaya nomor 39 di Indonesia. Pria ini adalah bos dari Wings Group yang memiliki pangsa pasar terbesar kedua untuk mie instan di Indonesia, termasuk pemain baru (sejak April 2003).
Wings Group mengedarkan produk dengan merek Mie Sedaap, Eko Mie, So Yumie dan Mie Suksess. Sebagai informasi mie sedaap juga menjadi andalan, dimana merek mie-nya ini sudah dijual di puluhan negara.
Eddy Katuari mengambil alih perusahaan yang memproduksi kebutuhan rumah tangga, consumer goods dan produk kesehatan Wings pada tahun 2004, setelah kematian ayahnya yang merupakan salah satu pendiri grup tersebut.
Selain mie instan, Wings terkenal sebagai salah satu pembuat sabun terbesar di Indonesia dan barang-barang rumah tangga lainnya seperti pembersih toilet, deterjen cucian, dan pembalut wanita. Ayahnya mendirikan bisnis ini dengan Harjo Sutanto pada tahun 1948 sebagai pembuat sabun cuci yang terjangkau.
Bahan yang digunakan adalah campuran dari minyak kelapa dan Soda Abu. Wings Group juga memproduksi sabun Giv, sabun Nuvo, Daia dan So Klin Pewangi. Saat ini Wings telah menjadi perusahaan raksasa yang mengekspor produk-produknya ke seluruh dunia sejak berdiri 60 tahun yang lalu di Jawa Timur.
4. Djajadi Djaja
Djajadi Djaja, merupakan pengusaha Tanah Air yang menjadikan mie instan sebagai salah satu mesin uangnya. Lahir pada tahun 1941, Ia mengawali kariernya pada tahun 1959 sebagai wiraswasta, kemudian menjadi salah satu pendiri FA Djangkar Djati pada tahun 1964.
Banyak yang belum mengetahui bila Indomie bukanlah produk asli buatan Grup Salim. Awal kemunculan Indomie diprakarsai oleh 4 orang China asal Medan, lewat perusahaan Sanmaru Food Manufacturing Co Ltd yang didirikan pada April 1970. Mereka adalah Djajadi Djaja Chow Ming Hua, Wahyu Tjuandi, Ulong Senjaya, dan Pandi Kusuma.
Djajadi Djaja bersama rekan-rekan kemudian memperkenalkan Indomie (singkatan dari "Indonesia Mie") ke publik pada tahun 1972. Indomie merupakan produk mie instan kedua yang muncul di Indonesia setelah Supermi.
Meski demikian, Sanmaru Food Manufacturing bukanlah satu-satunya lini bisnis dari empat serangkai ini. Kelompok usaha asal tanah Batak tersebut mulanya membuat firma yang bernama Jangkar Jati Group di tahun 1954. Firma ini bergerak di bidang penyaluran barang.
Selain memasarkan produknya dalam negeri, pada 1982-1983 Sanmaru juga mulai melakukan ekspor ke Brunei, Malaysia, Singapura, benua Eropa, Australia, dan Amerika Serikat. Pada tahun 1982, kerajaan bisnis Salim Group memasuki bisnis mie instan dengan brand Sarimi.
Mengingat pada saat itu posisi Salim yang kuat dengan menguasi perdagangan terigu bersama Bogasari, Salim menginginkan merek Indomie yang populer itu agar berpindah kepadanya. Hingga akhirnya pemasaran yang agresif dari Sarimi membuat Djajadi melunak dengan tawaran dari Salim.
Pada tahun 1984, mereka sepakat untuk membentuk perusahaan patungan bernama PT Indofood Interna Corporation. Djajadi (dan rekan-rekannya) mendapat 57,5% dan Salim 42,5%. Kemudian saham Djajadi (dan rekan-rekannya) di PT Indofood Interna seluruhnya menjadi kekuasaan Salim.
Setelahnya Djajadi lebih memilih untuk melanjutkan bisnis pabrik mie instan baru yang sudah dirintisnya sejak Mei 1993 yaitu PT Jakarana Tama sampai sekarang. Pabrik tersebut memproduksi mie dengan merek Gaga.
PT. Jakarana Tama didirikan pada tanggal 20 Juni 1980 dengan lini bisnis utama perusahaan adalah memproduksi produk mie instan, makanan kalengan, sosis siap makan dan bumbu penyedap.
Menyadari pentingnya diversifikasi bisnis dan produk, perusahaan telah menginvestasikan merek “GaGa” dalam portofolionya. Perusahaan juga memiliki beberapa merek lain, seperti, “100”, “1000”, Mie Gepeng, Mie Telor A1, Otak-otak, Sosis Loncat.
Merek-merek ini melayani beberapa segmen pasar dan konsumen yang berbeda. Sejalan dengan semakin banyaknya variasi produk, perusahaan telah memperluas distribusinya yang tersebar di seluruh kota besar di Indonesia.
Dalam perjalanan karirnya, Djajadi pernah menjabat sebagai Direktur PT. Sanmaru Food Manufacturing pada tahun 1971 sampai 1978. Menjabat sebagai Direktur Utama PT. Djangkar Djati pada tahun 1978 hingga 1984.
Kemudian menjabat sebagai Komisaris PT. Slat Indah Mekar pada tahun 1981 sampai 1991, Komisaris PT. Cometstar Elektrindo pada tahun 1984 sampai 1991 dan sejak 1991 menjadi Presiden Komisaris Perusahaan, dan juga menjadi Presiden Komisaris PT. Jakarana Tama pada tahun 1991 sampai 2006.
Sejak 2006, Ia menjadi Komisaris PT. Jakarana Tama. Serta sejak 1991 menjadi Presiden Komisaris Perusahaan.
5. Husain Djojonegoro
Husain memiliki kekayaan USD1,25 miliar atau setara dengan Rp18,57 triliun. Ia merupakan orang terkaya di Indonesia pada posisi ke-34 pada tahun 2021 versi Forbes.
Almarhum ayah Husain Djojonegoro, Chandra dan pamannya, Chu Sok Sam, memulai Orang Tua Group pada tahun 1948 menjual anggur herbal. Sekarang dikelola dan dimiliki oleh Husain dan dua saudara lelakinya, kelompok ini dikenal dengan produk makanan dan minumannya.
Husain dan adiknya Pudjiono mengelola Grup ABC, yang membuat baterai ABC, minuman energi Kratingdaeng, dan minuman kesehatan ANDA. Saudaranya Hamid mengelola kelompok barang-barang konsumennya, yang memperkenalkan merek-merek baru seperti teh rasa Vit-Amin, wafer Chizmill dan minuman herbal Jagak.
ABC Holding yang saat ini di bawah PT ABC President Indonesia, perusahaan tersebut mengedarkan mie instan bermerek ABC dan Gurimi. Dahulu juga mengedarkan milik President, Yomp dan Eat & Go. Selain itu, di bawah perusahaan Orang Tua yang berkaitan, pernah juga dibuat merek Selera Rakyat, Happy Mie dan Kare.
Dalam jajaran orang terkaya Indonesia , terdapat beberapa yang mendapatkan pundi-pundi hartanya dari jualan makanan seperti mie instan. Salah satu contoh brand yang paling familiar yaitu Indomie, Anda tentu sudah tidak asing dengan nama mie instan yang satu ini.
Mie instan yang telah dikenal luas tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di mancanegara seperti Amerika, Belanda, Korea Selatan, Taiwan, dan lain-lain itu merupakan produk asli Indonesia. Brand ini berasal dari anak usaha perusahaan milik PT Salim Group.
Berikut daftar beberapa orang terkaya Indonesia yang usahanya melalui menjual barang konsumsi, salah satunya mie instan:
1. Anthoni Salim
Anthoni Salim merupakan orang terkaya ketiga di Indonesia versi Forbes tahun 2021 dengan hartanya mencapai USD8,5 miliar atau setara Rp126,30 triliun (Kurs Rp14.859 per USD). Ia memimpin Salim Group, dengan beragan investasi di bidang makanan, ritel, perbankan, telekomunikasi hingga energi.
Salim adalah CEO Indofood dengan pendapatan sebesar USD5,8 miliar yang merupakan salah satu pembuat mie instan terbesar di dunia. Keluarga Salim juga memiliki saham di perusahaan investasi yang terdaftar di Hong Kong First Pacific dengan aset USD27 miliar di enam negara.
Anthoni adalah anak bungsu dari tiga bersaudara dari almarhum Liem Sioe Liong, seorang taipan yang selama beberapa dekade sangat dekat dengan Presiden Soeharto. Pada tahun 1998, tepat setelah Suharto jatuh dari kekuasaan, Salims kehilangan Bank Central Asia (BCA). Keluarga Hartonos, yang sekarang menjadi keluarga terkaya, menguasainya bertahun-tahun kemudian.
Mie instan menjadi salah satu sumber kekayaan Anthoni Salim. Produsen mie instan terbesar di Indonesia yakni Indofood merupakan anak perusahaan milik PT Salim Group yang saat ini di bawah kendali oleh Anthoni Salim.
Selain mengedarkan produknya di dalam negeri, juga memiliki brand yang cukup mendunia. Produk-produknya meliputi Indomie, Supermi, Sarimi, Pop Mie (dominan), Intermi, Sakura dan Vitami (terbatas). Ada juga produk lama seperti Top Mie, Super Cup, Nikimiku, Aseli Mi, Mi Peduli, Mie Ummah, Mie Sayaaap, Mie Semar, Pop Bihun, Anakmas Mi Sukiyaki, Miqu, dan masih banyak lagi.
Mereka memiliki pabrik produksi mie instan berjumlah 60 di Indonesia dan 20 lebih tersebar di wilayah Afrika, Timur Tengah, Eropa Tenggara. Pencapaian ini menjadikan PT Salim Group sebagai produsen mie instan terbesar di dunia.
Langkah Salim Group menjadi raksasa mie instan dimulai dari kelangkaan beras pada tahun 1970-an menurut Richard Borsuk dan Nancy Chang dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group: Pilar Bisnis Soeharto. Salim Group lalu mendirikan PT Sarimi Asli Raya yang mulai memproduksi Sarimi pada awal 1980-an.
Produk mie instan Sarimi menjadi pendatang baru dan bersaing dengan Supermie dan Indomie saat itu yang lebih dulu hadir. Singkat cerita, kemudian Sarimi dalam setahun menguasai 40% pasar dengan harga yang lebih terjangkau.
Keperkasaan Salim Group kemudian melahirkan perkawinan antara Indomie dan Sarimi, yang pada akhirnya perusahaan patungan itu juga mencaplok brand terkenal lain, Supermi pada 1986. Hingga dalam perjalannya PT Indofood Interna dikuasai Salim Group hingga mendominasi pasar mie instan dengan 3 merek, terutama Indomie yang paling dikenal masyarakat.
2. Jogi Hendra Atmadja
Pengusaha dan pemilik kelompok usaha Mayora Group, Jogi Hendra Atmadja adalah orang terkaya nomor 9 di Indonesia berdasarkan perhitungan Majalah Forbes tahun 2021. Nilai kekayaan Jogi Hendra, menurut hitungan Forbes, mencapai USD4,1 miliar atau setara Rp60,92 triliun.
Harta kekayaan itu diperoleh dari Mayora Group yang merupakan salah satu produsen mie instan dengan beragam produk inovatif, seperti Bakmi Mewah dan Mi Gelas. Dahulu juga memproduksi Miduo yang dikenal sebagai pelopor dua keping mi dalam satu kemasan pada 1995, dan merek Roma.
Jogi Hendra Atmadja adalah bos grup Mayora, salah satu perusahaan makanan terbesar di Indonesia yang menjual kopi, sereal, permen, biskuit dan banyak lagi. Grup Mayora mempunyai beragam brand, termasuk Kopiko, Danisa dan Roma, serta sudah dipasarkan lebih dari 100 negara.
Keluarganya mulai membuat biskuit di rumah pada tahun 1948 dan secara resmi mendirikan grup Mayora pada tahun 1977. Atmadja dan keluarganya memiliki saham pengendali di Mayora Indah yang diperdagangkan secara publik, yang menjadi perusahaan andalan di grup tersebut.
3. Eddy Katuari
Eddy Katuari memiliki kekayaan USD1 miliar atau setara dengan Rp14,85 triliun dan menjadikannya orang terkaya nomor 39 di Indonesia. Pria ini adalah bos dari Wings Group yang memiliki pangsa pasar terbesar kedua untuk mie instan di Indonesia, termasuk pemain baru (sejak April 2003).
Wings Group mengedarkan produk dengan merek Mie Sedaap, Eko Mie, So Yumie dan Mie Suksess. Sebagai informasi mie sedaap juga menjadi andalan, dimana merek mie-nya ini sudah dijual di puluhan negara.
Eddy Katuari mengambil alih perusahaan yang memproduksi kebutuhan rumah tangga, consumer goods dan produk kesehatan Wings pada tahun 2004, setelah kematian ayahnya yang merupakan salah satu pendiri grup tersebut.
Selain mie instan, Wings terkenal sebagai salah satu pembuat sabun terbesar di Indonesia dan barang-barang rumah tangga lainnya seperti pembersih toilet, deterjen cucian, dan pembalut wanita. Ayahnya mendirikan bisnis ini dengan Harjo Sutanto pada tahun 1948 sebagai pembuat sabun cuci yang terjangkau.
Bahan yang digunakan adalah campuran dari minyak kelapa dan Soda Abu. Wings Group juga memproduksi sabun Giv, sabun Nuvo, Daia dan So Klin Pewangi. Saat ini Wings telah menjadi perusahaan raksasa yang mengekspor produk-produknya ke seluruh dunia sejak berdiri 60 tahun yang lalu di Jawa Timur.
4. Djajadi Djaja
Djajadi Djaja, merupakan pengusaha Tanah Air yang menjadikan mie instan sebagai salah satu mesin uangnya. Lahir pada tahun 1941, Ia mengawali kariernya pada tahun 1959 sebagai wiraswasta, kemudian menjadi salah satu pendiri FA Djangkar Djati pada tahun 1964.
Banyak yang belum mengetahui bila Indomie bukanlah produk asli buatan Grup Salim. Awal kemunculan Indomie diprakarsai oleh 4 orang China asal Medan, lewat perusahaan Sanmaru Food Manufacturing Co Ltd yang didirikan pada April 1970. Mereka adalah Djajadi Djaja Chow Ming Hua, Wahyu Tjuandi, Ulong Senjaya, dan Pandi Kusuma.
Djajadi Djaja bersama rekan-rekan kemudian memperkenalkan Indomie (singkatan dari "Indonesia Mie") ke publik pada tahun 1972. Indomie merupakan produk mie instan kedua yang muncul di Indonesia setelah Supermi.
Meski demikian, Sanmaru Food Manufacturing bukanlah satu-satunya lini bisnis dari empat serangkai ini. Kelompok usaha asal tanah Batak tersebut mulanya membuat firma yang bernama Jangkar Jati Group di tahun 1954. Firma ini bergerak di bidang penyaluran barang.
Selain memasarkan produknya dalam negeri, pada 1982-1983 Sanmaru juga mulai melakukan ekspor ke Brunei, Malaysia, Singapura, benua Eropa, Australia, dan Amerika Serikat. Pada tahun 1982, kerajaan bisnis Salim Group memasuki bisnis mie instan dengan brand Sarimi.
Mengingat pada saat itu posisi Salim yang kuat dengan menguasi perdagangan terigu bersama Bogasari, Salim menginginkan merek Indomie yang populer itu agar berpindah kepadanya. Hingga akhirnya pemasaran yang agresif dari Sarimi membuat Djajadi melunak dengan tawaran dari Salim.
Pada tahun 1984, mereka sepakat untuk membentuk perusahaan patungan bernama PT Indofood Interna Corporation. Djajadi (dan rekan-rekannya) mendapat 57,5% dan Salim 42,5%. Kemudian saham Djajadi (dan rekan-rekannya) di PT Indofood Interna seluruhnya menjadi kekuasaan Salim.
Setelahnya Djajadi lebih memilih untuk melanjutkan bisnis pabrik mie instan baru yang sudah dirintisnya sejak Mei 1993 yaitu PT Jakarana Tama sampai sekarang. Pabrik tersebut memproduksi mie dengan merek Gaga.
PT. Jakarana Tama didirikan pada tanggal 20 Juni 1980 dengan lini bisnis utama perusahaan adalah memproduksi produk mie instan, makanan kalengan, sosis siap makan dan bumbu penyedap.
Menyadari pentingnya diversifikasi bisnis dan produk, perusahaan telah menginvestasikan merek “GaGa” dalam portofolionya. Perusahaan juga memiliki beberapa merek lain, seperti, “100”, “1000”, Mie Gepeng, Mie Telor A1, Otak-otak, Sosis Loncat.
Merek-merek ini melayani beberapa segmen pasar dan konsumen yang berbeda. Sejalan dengan semakin banyaknya variasi produk, perusahaan telah memperluas distribusinya yang tersebar di seluruh kota besar di Indonesia.
Dalam perjalanan karirnya, Djajadi pernah menjabat sebagai Direktur PT. Sanmaru Food Manufacturing pada tahun 1971 sampai 1978. Menjabat sebagai Direktur Utama PT. Djangkar Djati pada tahun 1978 hingga 1984.
Kemudian menjabat sebagai Komisaris PT. Slat Indah Mekar pada tahun 1981 sampai 1991, Komisaris PT. Cometstar Elektrindo pada tahun 1984 sampai 1991 dan sejak 1991 menjadi Presiden Komisaris Perusahaan, dan juga menjadi Presiden Komisaris PT. Jakarana Tama pada tahun 1991 sampai 2006.
Sejak 2006, Ia menjadi Komisaris PT. Jakarana Tama. Serta sejak 1991 menjadi Presiden Komisaris Perusahaan.
5. Husain Djojonegoro
Husain memiliki kekayaan USD1,25 miliar atau setara dengan Rp18,57 triliun. Ia merupakan orang terkaya di Indonesia pada posisi ke-34 pada tahun 2021 versi Forbes.
Almarhum ayah Husain Djojonegoro, Chandra dan pamannya, Chu Sok Sam, memulai Orang Tua Group pada tahun 1948 menjual anggur herbal. Sekarang dikelola dan dimiliki oleh Husain dan dua saudara lelakinya, kelompok ini dikenal dengan produk makanan dan minumannya.
Husain dan adiknya Pudjiono mengelola Grup ABC, yang membuat baterai ABC, minuman energi Kratingdaeng, dan minuman kesehatan ANDA. Saudaranya Hamid mengelola kelompok barang-barang konsumennya, yang memperkenalkan merek-merek baru seperti teh rasa Vit-Amin, wafer Chizmill dan minuman herbal Jagak.
ABC Holding yang saat ini di bawah PT ABC President Indonesia, perusahaan tersebut mengedarkan mie instan bermerek ABC dan Gurimi. Dahulu juga mengedarkan milik President, Yomp dan Eat & Go. Selain itu, di bawah perusahaan Orang Tua yang berkaitan, pernah juga dibuat merek Selera Rakyat, Happy Mie dan Kare.
(akr)