Belum Dibayar, PLN Tagih Utang Kompensasi Listrik Sejak 2017
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah mempunyai utang kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar Rp45,46 triliun. Apabila utang ini tak segera dilunasi pemerintah, maka keuangan PLN terancam.
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini menjelaskan, utang pemerintah sebesar Rp45,46 triliun tersebut merupakan utang kompensasi tarif listrik yang tidak berubah sejak 2017. Mestinya di tengah pergerakan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP), nilai kurs, dan inflasi, PLN menerapkan penyesuaian tarif.
Namun karena pemerintah memutuskan tak menaikkan tarif listrik, maka ada selisih beban biaya. Selisih itu harusnya dibayarkan pemerintah sebagai bentuk kompensasi.
Utang Rp45,46 triliun tersebut terdiri atas utang kompensasi pada 2018 sebesar Rp23,17 triliun dan Rp22,25 triliun utang kompensasi pada 2019. “Utang ini hingga kini belum dibayarkan oleh pemerintah. Dengan masuknya dana Rp45 triliun itu, maka operasional akan tetap aman sampai 2020,” ujar Zulkifli dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI kemarin. (Baca:Rusia Mengaku Siap Hidupkan Kembali Pembicaraan Palestina-Israel)
Zulkifli pun tak menampik keuangan PLN selama ini ketika pemerintah belum membayarkan utang kompensasi, PLN bertahan dengan pinjaman. “Untuk menutupi kekurangan, kami pakai pinjaman. Kalau kompensasi Rp45 triliun dibayarkan, maka kami akan dapat menutup utang dan keuangan kami akan semakin sehat,” ujar Zulkifli.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Arya Bima dalam rapat tersebut menanyakan dampak terhadap keuangan PLN bila pemerintah membayar utang kompensasi. “Jadi kalau ada pencairan ini, PLN sampai Oktober enggak akan bangkrut kan?” tanya Arya Bima. (Baca: Utang Bengkak Rp500Triliun, Dirut: PLN Tidak Sehat)
Arya pun menilai, hal ini penting diverifikasi. Sebab menurut laporan keuangan pada kuartal pertama, PLN tercatat merugi hingga Rp38 triliun. Apalagi, PLN punya banyak utang yang harus segera dibayar.
Dalam kesempatan tersebut, Zulkifli membenarkan bahwa pada kuartal I/2020, perusahaan yang dipimpinnya mengalami kerugian sebesar Rp38,78 triliun. Kerugian tersebut merupakan kerugian yang sifatnya rugi kurs.
Dia menjelaskan, ada perbedaan kurs dolar pada 31 Desember 2019 dengan 21 Maret 2020 saat laporan keuangan disampaikan. “Berdasarkan praktik korporasi, harga kurs sebagai basis perhitungan ditetapkan sesuai dengan harga dolar saat laporan keuangan dibuat,” terangnya.
Meski merugi, Zulkifli optimistis PLN bisa bertahan hingga akhir tahun. Dengan syarat, pemerintah membayarkan kompensasi utang sebesar Rp45,42 triliun tersebut. “Saya optimistis jika utang itu dibayarkan pemerintah, PLN akan bertahan. Dana itu tentunya akan menyelamatkan kondisi keuangan perusahaan,” tegasnya.
Zulkifli juga menjelaskan, untuk menyehatkan kondisi keuangan, PLN juga telah mengupayakan pinjaman internasional dengan bunga rendah di pasar global. Selain itu, PLN juga telah bekerja sama dengan himpunan bank milik negara (Himbara) yang memberikan dana sebesar Rp28 triliun. “Perusahaan terus menjaga likuiditas keuangan secara bijaksana dan konservatif. Berbagai cara dilakukan untuk menstabilkan keuangan perusahaan,” tegasnya. (Baca juga: Pemkot Bogor Luncurkan Aplikasi Jejak untuk Data Pengunjung Mal)
Anggota Komisi VI DPR Fraksi Partai Gerindra Andre Rosiade mengungkapkan, pembayaran utang pemerintah sangat diperlukan bagi PLN. Andre mengatakan, jika tidak segera dibayar, maka utang PLN akan semakin besar.
“Bicara soal PSO (public service obligation) kita tahu dana kompensasi dibutuhkan PLN karena utang PLN sudah Rp500 triliun setahu saya, bayar bunga Rp3,5 triliun per bulan, bunga tok. Makanya pada 20 Februari 2020 raker Komisi VI dengan Menteri BUMN saya sudah sampaikan Pak Menteri BUMN, Pak Erick, untuk ini jadi prioritas,” katanya.
PLN Tinjau Ulang Rencana Investasi
Pada kesempatan tersebut, Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini juga mengatakan, perseroan akan meninjau ulang rencana investasi proyek-proyek ketenagalistrikan akibat pandemi Covid-19. Peninjauan ulang ini akan menyesuaikan proyeksi pertumbuhan beban dan kondisi terkini.
“Investasi perusahaan untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan skala kecil seperti pembangkit, transmisi, dan gardu induk, dilakukan dengan skala prioritas dengan mempertahankan urgensinya terhadap sistem kelistrikan dan proyeksi waktu penyelesaian pada 2020,” ujarnya. (Lihat videonya: Dua Anggota Keluarga Mempelai Meninggal Dunia Positif Covid-19 Usai Ijab Kabul)
Proyek PLN dengan prioritas tinggi ini juga didorong agar tetap berjalan dengan penyediaan anggaran sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat selesai tahun 2020. “Proyek yang secara prioritas masih dapat ditunda penyelesaiannya, maka dilakukan penundaan pelaksanaannya dengan mitigasi risiko yang baik sehingga tidak berdampak signifikan terhadap sistem,” katanya. (Ferdi Rantung)
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini menjelaskan, utang pemerintah sebesar Rp45,46 triliun tersebut merupakan utang kompensasi tarif listrik yang tidak berubah sejak 2017. Mestinya di tengah pergerakan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP), nilai kurs, dan inflasi, PLN menerapkan penyesuaian tarif.
Namun karena pemerintah memutuskan tak menaikkan tarif listrik, maka ada selisih beban biaya. Selisih itu harusnya dibayarkan pemerintah sebagai bentuk kompensasi.
Utang Rp45,46 triliun tersebut terdiri atas utang kompensasi pada 2018 sebesar Rp23,17 triliun dan Rp22,25 triliun utang kompensasi pada 2019. “Utang ini hingga kini belum dibayarkan oleh pemerintah. Dengan masuknya dana Rp45 triliun itu, maka operasional akan tetap aman sampai 2020,” ujar Zulkifli dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI kemarin. (Baca:Rusia Mengaku Siap Hidupkan Kembali Pembicaraan Palestina-Israel)
Zulkifli pun tak menampik keuangan PLN selama ini ketika pemerintah belum membayarkan utang kompensasi, PLN bertahan dengan pinjaman. “Untuk menutupi kekurangan, kami pakai pinjaman. Kalau kompensasi Rp45 triliun dibayarkan, maka kami akan dapat menutup utang dan keuangan kami akan semakin sehat,” ujar Zulkifli.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Arya Bima dalam rapat tersebut menanyakan dampak terhadap keuangan PLN bila pemerintah membayar utang kompensasi. “Jadi kalau ada pencairan ini, PLN sampai Oktober enggak akan bangkrut kan?” tanya Arya Bima. (Baca: Utang Bengkak Rp500Triliun, Dirut: PLN Tidak Sehat)
Arya pun menilai, hal ini penting diverifikasi. Sebab menurut laporan keuangan pada kuartal pertama, PLN tercatat merugi hingga Rp38 triliun. Apalagi, PLN punya banyak utang yang harus segera dibayar.
Dalam kesempatan tersebut, Zulkifli membenarkan bahwa pada kuartal I/2020, perusahaan yang dipimpinnya mengalami kerugian sebesar Rp38,78 triliun. Kerugian tersebut merupakan kerugian yang sifatnya rugi kurs.
Dia menjelaskan, ada perbedaan kurs dolar pada 31 Desember 2019 dengan 21 Maret 2020 saat laporan keuangan disampaikan. “Berdasarkan praktik korporasi, harga kurs sebagai basis perhitungan ditetapkan sesuai dengan harga dolar saat laporan keuangan dibuat,” terangnya.
Meski merugi, Zulkifli optimistis PLN bisa bertahan hingga akhir tahun. Dengan syarat, pemerintah membayarkan kompensasi utang sebesar Rp45,42 triliun tersebut. “Saya optimistis jika utang itu dibayarkan pemerintah, PLN akan bertahan. Dana itu tentunya akan menyelamatkan kondisi keuangan perusahaan,” tegasnya.
Zulkifli juga menjelaskan, untuk menyehatkan kondisi keuangan, PLN juga telah mengupayakan pinjaman internasional dengan bunga rendah di pasar global. Selain itu, PLN juga telah bekerja sama dengan himpunan bank milik negara (Himbara) yang memberikan dana sebesar Rp28 triliun. “Perusahaan terus menjaga likuiditas keuangan secara bijaksana dan konservatif. Berbagai cara dilakukan untuk menstabilkan keuangan perusahaan,” tegasnya. (Baca juga: Pemkot Bogor Luncurkan Aplikasi Jejak untuk Data Pengunjung Mal)
Anggota Komisi VI DPR Fraksi Partai Gerindra Andre Rosiade mengungkapkan, pembayaran utang pemerintah sangat diperlukan bagi PLN. Andre mengatakan, jika tidak segera dibayar, maka utang PLN akan semakin besar.
“Bicara soal PSO (public service obligation) kita tahu dana kompensasi dibutuhkan PLN karena utang PLN sudah Rp500 triliun setahu saya, bayar bunga Rp3,5 triliun per bulan, bunga tok. Makanya pada 20 Februari 2020 raker Komisi VI dengan Menteri BUMN saya sudah sampaikan Pak Menteri BUMN, Pak Erick, untuk ini jadi prioritas,” katanya.
PLN Tinjau Ulang Rencana Investasi
Pada kesempatan tersebut, Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini juga mengatakan, perseroan akan meninjau ulang rencana investasi proyek-proyek ketenagalistrikan akibat pandemi Covid-19. Peninjauan ulang ini akan menyesuaikan proyeksi pertumbuhan beban dan kondisi terkini.
“Investasi perusahaan untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan skala kecil seperti pembangkit, transmisi, dan gardu induk, dilakukan dengan skala prioritas dengan mempertahankan urgensinya terhadap sistem kelistrikan dan proyeksi waktu penyelesaian pada 2020,” ujarnya. (Lihat videonya: Dua Anggota Keluarga Mempelai Meninggal Dunia Positif Covid-19 Usai Ijab Kabul)
Proyek PLN dengan prioritas tinggi ini juga didorong agar tetap berjalan dengan penyediaan anggaran sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat selesai tahun 2020. “Proyek yang secara prioritas masih dapat ditunda penyelesaiannya, maka dilakukan penundaan pelaksanaannya dengan mitigasi risiko yang baik sehingga tidak berdampak signifikan terhadap sistem,” katanya. (Ferdi Rantung)
(ysw)