Lonjakan Inflasi Menghantui Negara-negara Asia, Bagaimana dengan Indonesia?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lonjakan inflasi yang terjadi di negara-negara Asia belakangan ini memaksa para pemerintah berpikir keras untuk mengambil langkah-langkah strategis. Pasalnya, lonjakan inflasi yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina membawa efek domino pada rantai pasokan yang masih terganggu karena pandemi.
Hal ini juga membuat bank sentral bertindak agresif untuk mengetatkan kebijakan moneternya dan meningkatkan kekhawatiran perlambatan ekonomi global. Berbagai upaya telah dilakukan oleh negara-negara di Asia untuk menekan laju inflasi.
Pemerintah Korea Selatan telah menaikkan tarif 6 komoditas antara lain minyak bunga matahari, gandum, jagung, dan tanaman biji-bijian. Selain itu, Bank Sentral Korea Selatan juga telah menaikkan suku bunga menjadi 1,75% di bulan Mei untuk mengurangi inflasi dari level tertinggi dalam 13 tahun.
Di Jepang, inflasi melonjak 2,5% YoY (year-on-year) pada bulan Mei, setelah menunjukkan kenaikan yang sama di bulan sebelumnya. Lonjakan tersebut merupakan yang tertinggi dalam tujuh tahun. Sementara di China, harga produsen naik 8,3% dari tahun lalu, meskipun turun 8,8% pada Februari, tetapi masih di atas median 8,1 persen.
Di Asia Tenggara, berdasarkan data Tradingeconomics, Myanmar merupakan negara dengan laju inflasi tertinggi di kawasan Asia Tenggara dengan kenaikan sebesar 12,63% YoY pada Desember 2021. Negara ASEAN dengan inflasi tertinggi berikutnya adalah Laos, yakni sebesar 9,9% YoY hingga April 2022, diikuti Thailand dengan inflasi 7,1% YoY pada Mei 2022, lalu Kamboja 6,3% YoY hingga Februari 2022, dan Filipina sebesar 5,4% YoY pada Mei 2022.
Bagaimana dengan Indonesia?
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, inflasi Indonesia pada Juni 2022 yang tercatat 4,35% masih tergolong moderat dibandingkan negara lain. Meskipun inflasi pada bulan Juni 2022 ini merupakan yang tertinggi sejak Juni 2017, yang mana pada waktu itu berada di level 4,37% YoY.
Febrio Kacaribu juga menambahkan, melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah berhasil meredam tingginya tekanan inflasi global, sehingga daya beli masyarakat serta momentum pemulihan ekonomi nasional masih tetap dapat dijaga.
“Seperti negara-negara lainnya, banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya inflasi di Indonesia, antara lain adanya pengaruh global seperti situasi perang Rusia-Ukraina yang telah menyulut kenaikan harga komoditas. Meskipun demikian, inflasi di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia lainnya," ujar CEO Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani di Jakarta.
Inflasi tersebut diterangkan juga olehnya, telah menyebabkan kenaikan harga pangan dalam negeri seperti minyak goreng, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan telur ayam. Hal ini tentunya akan mengganggu proses pemulihan ekonomi terutama terhadap konsumsi rumah tangga.
“Oleh sebab itu, pemerintah dan BI perlu memperkuat koordinasi dan komunikasi terutama terkait dengan rencana penyesuaian harga yang diatur pemerintah, sehingga dapat mengatur kebijakan moneter dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Pemerintah juga perlu melakukan stabilisasi harga pangan dengan memastikan pasokannya terutama harga minyak goreng, sehingga diharapkan tekanan inflasi tidak meningkat signifikan dan masih dapat terkendali,” tutup Johanna.
Hal ini juga membuat bank sentral bertindak agresif untuk mengetatkan kebijakan moneternya dan meningkatkan kekhawatiran perlambatan ekonomi global. Berbagai upaya telah dilakukan oleh negara-negara di Asia untuk menekan laju inflasi.
Pemerintah Korea Selatan telah menaikkan tarif 6 komoditas antara lain minyak bunga matahari, gandum, jagung, dan tanaman biji-bijian. Selain itu, Bank Sentral Korea Selatan juga telah menaikkan suku bunga menjadi 1,75% di bulan Mei untuk mengurangi inflasi dari level tertinggi dalam 13 tahun.
Di Jepang, inflasi melonjak 2,5% YoY (year-on-year) pada bulan Mei, setelah menunjukkan kenaikan yang sama di bulan sebelumnya. Lonjakan tersebut merupakan yang tertinggi dalam tujuh tahun. Sementara di China, harga produsen naik 8,3% dari tahun lalu, meskipun turun 8,8% pada Februari, tetapi masih di atas median 8,1 persen.
Di Asia Tenggara, berdasarkan data Tradingeconomics, Myanmar merupakan negara dengan laju inflasi tertinggi di kawasan Asia Tenggara dengan kenaikan sebesar 12,63% YoY pada Desember 2021. Negara ASEAN dengan inflasi tertinggi berikutnya adalah Laos, yakni sebesar 9,9% YoY hingga April 2022, diikuti Thailand dengan inflasi 7,1% YoY pada Mei 2022, lalu Kamboja 6,3% YoY hingga Februari 2022, dan Filipina sebesar 5,4% YoY pada Mei 2022.
Bagaimana dengan Indonesia?
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, inflasi Indonesia pada Juni 2022 yang tercatat 4,35% masih tergolong moderat dibandingkan negara lain. Meskipun inflasi pada bulan Juni 2022 ini merupakan yang tertinggi sejak Juni 2017, yang mana pada waktu itu berada di level 4,37% YoY.
Baca Juga
Febrio Kacaribu juga menambahkan, melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah berhasil meredam tingginya tekanan inflasi global, sehingga daya beli masyarakat serta momentum pemulihan ekonomi nasional masih tetap dapat dijaga.
“Seperti negara-negara lainnya, banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya inflasi di Indonesia, antara lain adanya pengaruh global seperti situasi perang Rusia-Ukraina yang telah menyulut kenaikan harga komoditas. Meskipun demikian, inflasi di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia lainnya," ujar CEO Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani di Jakarta.
Inflasi tersebut diterangkan juga olehnya, telah menyebabkan kenaikan harga pangan dalam negeri seperti minyak goreng, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan telur ayam. Hal ini tentunya akan mengganggu proses pemulihan ekonomi terutama terhadap konsumsi rumah tangga.
“Oleh sebab itu, pemerintah dan BI perlu memperkuat koordinasi dan komunikasi terutama terkait dengan rencana penyesuaian harga yang diatur pemerintah, sehingga dapat mengatur kebijakan moneter dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Pemerintah juga perlu melakukan stabilisasi harga pangan dengan memastikan pasokannya terutama harga minyak goreng, sehingga diharapkan tekanan inflasi tidak meningkat signifikan dan masih dapat terkendali,” tutup Johanna.
(akr)