Sri Mulyani Waspadai Ancaman Nyata Resesi Akibat Tekanan Global
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membeberkan, ancaman resesi sangat nyata bila melihat gejolak global yang tidak kunjung usai. Mulai dari kenaikan suku bunga acuan, lonjakan harga komoditas pangan dan energi, serta ketatnya likuiditas menjadi ancaman yang berpotensi menimbulkan resesi .
Dia menyebtkan bahwa resesi ini menjadi ancaman yang sangat nyata di berbagai negara, terlebih dalam situasi krisis saat ini. Mantan Direktur Bank Dunia itu berharap agar dalam kondisi seperti ini, Indonesia masih bisa bertahan menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Maka dari itu, dia mengatakan bahwa pemerintah menyiapkan beberapa strategi.
"Pertama adalah mengatasi masalah-masalah struktural yang ada, khususnya kualitas sumber daya manusia (SDM), daya saing, infrastruktur, dan produktivitas. Hanya saja untuk masalah SDM seperti pendidikan, riset, dan inovasi, serta kesehatan tentu bukanlah hal mudah yang dapat diwujudkan dengan cepat," ujar Sri Mulyani dalam Launching of the 2022-2025 IsDB Group’s Member Country Partnership Strategy (MCPS) for Indonesia secara virtual di Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Untuk menangani hal tersebut, tentunya dibutuhkan konsistensi dalam jangka panjang. Sementara itu, strategi kedua adalah reformasi sistem kesehatan. Hal ini mengingat hantaman pandemi COVID-19 yang membuka mata akan pentingnya aspek reformasi yang perlu dilakukan pada sistem kesehatan.
"Indonesia adalah salah satu negara dari beberapa negara di dunia yang berhasil mengelola pandemi jika dilihat pada semua indikator. Namun, ini tidak berarti kita sudah rampung dengan sistem kesehatan kita," beber Sri Mulyani.
Ancaman pandemi yang belum selesai yang juga ditambah dengan ancaman global yang baru, lanjut Sri, tentunya bukanlah hal yang mudah bagi Indonesia untuk dihadapi.
Inflasi yang terjadi di mana-mana akibat kenaikan harga komoditas pangan dan energi, kenaikan inflasi baik di negara maju dan berkembang, serta kenaikan suku bunga dan ketatnya likuiditas menjadi ancaman tambahan yang juga berat.
"Ancaman-ancaman ini sangat berpotensi mengancam perekonomian, belum lagi di negara-negara yang perekonomiannya rapuh dan belum sepenuhnya pulih (dari pandemi)," pungkas Sri Mulyani.
Dia menyebtkan bahwa resesi ini menjadi ancaman yang sangat nyata di berbagai negara, terlebih dalam situasi krisis saat ini. Mantan Direktur Bank Dunia itu berharap agar dalam kondisi seperti ini, Indonesia masih bisa bertahan menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Maka dari itu, dia mengatakan bahwa pemerintah menyiapkan beberapa strategi.
"Pertama adalah mengatasi masalah-masalah struktural yang ada, khususnya kualitas sumber daya manusia (SDM), daya saing, infrastruktur, dan produktivitas. Hanya saja untuk masalah SDM seperti pendidikan, riset, dan inovasi, serta kesehatan tentu bukanlah hal mudah yang dapat diwujudkan dengan cepat," ujar Sri Mulyani dalam Launching of the 2022-2025 IsDB Group’s Member Country Partnership Strategy (MCPS) for Indonesia secara virtual di Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Untuk menangani hal tersebut, tentunya dibutuhkan konsistensi dalam jangka panjang. Sementara itu, strategi kedua adalah reformasi sistem kesehatan. Hal ini mengingat hantaman pandemi COVID-19 yang membuka mata akan pentingnya aspek reformasi yang perlu dilakukan pada sistem kesehatan.
"Indonesia adalah salah satu negara dari beberapa negara di dunia yang berhasil mengelola pandemi jika dilihat pada semua indikator. Namun, ini tidak berarti kita sudah rampung dengan sistem kesehatan kita," beber Sri Mulyani.
Ancaman pandemi yang belum selesai yang juga ditambah dengan ancaman global yang baru, lanjut Sri, tentunya bukanlah hal yang mudah bagi Indonesia untuk dihadapi.
Inflasi yang terjadi di mana-mana akibat kenaikan harga komoditas pangan dan energi, kenaikan inflasi baik di negara maju dan berkembang, serta kenaikan suku bunga dan ketatnya likuiditas menjadi ancaman tambahan yang juga berat.
"Ancaman-ancaman ini sangat berpotensi mengancam perekonomian, belum lagi di negara-negara yang perekonomiannya rapuh dan belum sepenuhnya pulih (dari pandemi)," pungkas Sri Mulyani.
(akr)