Harga BBM Belum Turun, Respons Pemerintah Terhadap Pasar Dinilai Baik

Senin, 27 April 2020 - 05:49 WIB
loading...
Harga BBM Belum Turun, Respons Pemerintah Terhadap Pasar Dinilai Baik
Terjadi perubahan ekstrim dalam peninjauan ulang harga BBM karena terjadi perubahan harga minyak dunia juga ekstrim. Lantaran itu Pemerintah dinilai sudah merespons pasar dengan baik. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Ketika kritik bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) belum turun terus bergulir, Pemerintah justru dinilai merespons pasar dengan baik. Bahkan sesuai Keputusan Menteri ESDM No. 62.K/12/MEM/2020, peninjauan ulang yang didasarkan harga rata-rata produk kilang minyak di Singapura (MOPS-Mean Oil Platts Singapore), saat ini dilakukan dua bulan.

Demikian disampaikan pengamat energi Erizeli Jely Bandaro, dalam laman media sosialnya. "Artinya, terjadi perubahan ekstrim dari tiga bulan menjadi dua bulan, karena terjadi perubahan harga minyak dunia juga ekstrim. Pemerintah sudah merespons pasar dengan baik,” kata Erizeli.

Berdasarkan Kepmen itu pula, lanjut dia, untuk menetapkan harga di bulan berjalan, menggunakan rata-rata harga MOPS sejak akhir dua bulan sebelumnya. Hal ini berarti, harga BBM saat ini mencerminkan harga MOPS dua bulan lalu.

Menurut Erizeli, perbedaan harga jual BBM di setiap negara berbeda, tergantung metode investorinya. Ada yang menghitung berdasarkan harga harian atau mingguan dengan metode akuntasi inventori menerapkan LIFO (last in first out).

“Sistem akuntasi Indonesia menerapkan metode FIFO. Harga rata-rata pembelian crude sebelumnya menjadi harga patokan harga jual BBM sekarang. Itu harga rata-rata per dua bulan,” kata Erizeli.

Erizeli juga menambahkan, tidak bisa mencampur-adukkan antara harga MOPS sebagai acuan harga minyak dunia dengan mekanisme pengadaan oleh Petral. MOPS dijelaska olehnya merupakan patokan harga BBM yang dikeluarkan setiap hari oleh lembaga khusus di Singapura.

MOPS menjadi acuan bagi semua trader di seluruh dunia karena MOPS merupakan harga real yang dihitung dari berapa minyak yang masuk ke refinery. “Bukan hanya harga virtual lewat permainan pasar,” jelasnya.

Tak kalah penting, tegasnya yang menjadi patokan MOPS, bukan WTI (West Texas Intermediate) tetapi brent. “Yang turun sampai negatif adalah WTI. Sedangkan harga minyak jenis Brent, masih stabil di USD22,74 per barel," kata dia.

Terkait belum turunnya harga BBM, VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman juga menjelaskan, bahwa untuk menetapkan harga di bulan berjalan, menggunakan rata-rata harga MOPS sejak tanggal 25 pada dua bulan sebelumnya sampai tanggal 24 pada 1 bulan sebelumnya. Hal ini berarti, harga BBM di SPBU saat ini mencerminkan rata-rata harga MOPS sejak akhir bulan Februari sampai akhir bulan Maret 2020.

Fajriyah juga menjelaskan, Pertamina membutuhkan waktu untuk mengolah minyak mentah di kilang Pertamina, baik minyak mentah yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Terlebih apabila menggunakan minyak mentah dari luar negeri, maka pengadaan dan pembelian dilakukan pada bulan-bulan sebelumnya. “Bahkan untuk beberapa kontrak impor, ada yang sudah dibeli tiga bulan sebelumnya,” ungkapnya.

Selanjutnya produk BBM yang sudah jadi juga membutuhkan waktu untuk distribusi sampai ke tangan masyarakat, bahkan sampai ke desa-desa di 3T melalui program BBM Satu harga. Selain harga minyak dunia, hal lain yang menjadi acuan adalah nilai tukar rupiah.

Hal ini krusial, karena Pertamina melakukan transaksi pembelian minyak mentah dalam kurs dollar Amerika sementara menjual BBM dengan kurs rupiah. “Hal ini juga menjadi perhitungan tersendiri yang menentukan harga BBM saat ini,” kata dia.

Senada dengan pernyataan tersebut, sebelumnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati juga menjelaskan, bahwa Pertamina tidak seperti trading company, tidak bisa langsung menurunkan harga BBM nonsubsidi mengikuti pergerakan harga minyak mentah dunia. Pasalnya, Pertamina tidak bisa langsung menyetop operasi seluruh kilang dan produksi dari blok migasnya, kemudian beralih mengimpor BBM dan minyak mentah dengan harga murah.

“Kami tidak mungkin meng-adjust seluruh capex (belanja modal) dan opex (biaya operasional) supaya sesuai dengan harga crude hari ini. Terus terang saja, biaya produksinya itu lebih tinggi dibandingkan harga crude hari ini. Kami prioritaskan crude dalam negeri,” kata Nicke.

Nicke menerangkan, Pertamina patuh terhadap ketentuan pemerintah terkait harga BBM. Bahkan saat ini, harga bensin dan solar Pertamina tergolong cukup rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Nicke menekankan, penurunan harga minyak mentah global juga bukan berarti membuat Pertamina untung besar-besaran. “Pasalnya, melemahnya nilai tukar rupiah juga berdampak kenaikan biaya impor minyak dan BBM,” pungkasnya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1325 seconds (0.1#10.140)