Hadapi Tekanan Resesi Global, Indonesia Optimistis Bertahan

Jum'at, 05 Agustus 2022 - 10:55 WIB
loading...
Hadapi Tekanan Resesi...
Wamenkeu Suahasil Nazara (kanan) dan Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo pada MNC Forum LXV (65th) dengan tema Indonesia Economic Outlook 2022-2023 & Corporate Business Update, Kamis (4/8/2022). Foto/MNC Media
A A A
JAKARTA - Indonesia yakin mampu bertahan di tengah tekanan resesi global . Sejumlah indikator ekonomi menunjukkan tren positif dengan berbagai kebijakan penting yang diambil pemerintah.

Hal tersebut diungkapkan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara pada MNC Forum LXV (65th) dengan tema "Indonesia Economic Outlook 2022-2023 & Corporate Business Update" yang diselenggarakan secara virtual di Jakarta, Kamis (4/8/2022).

MNC Forum juga menghadirkan Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo dan Head of Macro Economic & Financial Policies at Prospera Anton Hermanto Gunawan sebagai narasumber.

“Manager Forum ke-65, yang dihadiri lebih dari 1.100 manager dan up MNC. Pembicara termasuk Bapak Suahasil Nazara, Wakil Menteri Keuangan Indonesia dengan topik Outlook Masa Depan Ekonomi Indonesia. Terima kasih Pak Suahasil untuk insight-nya,” ujar Hary, Jumat (5/82022).



Menurut Wamenkeu Suahasil Nazara, saat ini pemulihan ekonomi memberi tantangan baru bagi banyak negara termasuk Indonesia. Jika setahun lalu negara-negara menghadapi risiko akibat pandemi, sekarang bergeser menjadi risiko tekanan ekonomi global karena ada tekanan inflasi akibat banyak faktor, seperti kurangnya supply dan perang.

“Ini double pressure sehingga banyak negara mengambil sikap dengan menaikkan suku bunga. Tapi ketika kebijakan moneter ketat, maka akan terjadi turbulensi. Ekonomi negara yang tidak mampu akan goyah. Apalagi kalau tekanan inflasi global berkepanjangan sehingga ekonomi melemah. Saat ini ekonomi AS tumbuh negatif, Tiongkok sudah 0,4%, padahal selama ini double digit," ungkapnya pada acara MNC Forum LXV secara daring, Kamis (4/8/2022).

Situasi yang saat ini terjadi menyebabkan harga komoditas naik atau turun secara cepat seperti harga gas, batu bara, minyak dunia, CPO, gandum, kedelai, dan lainnya.

Belum lagi tekanan inflasi di Amerika Serikat (AS) akan memaksa The Fed menaikkan suku bunga. Kenaikan suku bunga diperkirakan akan menimbulkan turbulensi.

"Fenomena ini yang harus disikapi tak hanya pemerintah, tapi dunia usaha. Indonesia beruntung ada tren peningkatan beberapa variabel ekonomi sejak bulan lalu. Pemulihan ekonomi terus berlangsung. PMI kita di atas 50 artinya terus bertumbuh. Tapi tetap harus waspada," jelasnya.



Bank Indonesia juga saat ini masih mempertahankan suku bunga. Dengan suku bunga saat ini dia berharap akan terus mendorong pemulihan ekonomi. Pasalnya, kenaikan suku bunga akan berdampak terhadap aliran modal.

Beberapa tren positif lainnya misalnya google mobilitas yang menunjukan angka cukup baik, impor bahan baku masih baik, konsumsi listrik double digit, kapasitas produksi manufaktur dan pertambangan masih 70%, artinya masih ada ruang untuk naik.

"Ini leading indicator yang diharapkan jadi basis Indonesia ke depan. Ekspor baik sekali, neraca perdagangan surplus. Tapi kita harus jaga dan waspada harga-harga, karena bisa naik dan turun sangat cepat," ujar dia.



Indonesia optimistis mampu bertahan, namun Indonesia juga dipastikan akan terpengaruh kondisi global. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia direvisi dari 5,4% menjadi 5,3%, atau turun 0,1%.

Angka tersebut masih cukup baik, ketimbang revisi pertumbuhan ekonomi global yang cukup dalam dari 3,6% menjadi 3,2%. Tahun depan juga turun dari 3,6% jadi 2,9%.
(ind)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1583 seconds (0.1#10.140)