Warren Buffett Kena Apes: Perusahaannya Tekor Rp657 Triliun

Minggu, 07 Agustus 2022 - 15:30 WIB
loading...
Warren Buffett Kena Apes: Perusahaannya Tekor Rp657 Triliun
Perusahaan Warren Buffett mengalami kerugian Rp657 triliun. Foto/Reuters
A A A
JAKARTA - Warren Buffett , salah satu orang terkaya di dunia, kena apes. Gara-gara harga saham perusahaannya jatuh, Berkshire Hathaway Inc (BRKa.N membukukan kerugian USD43,8 miliar atau sekitar Rp657 triliun (kurs Rp15.000) pada kuartal II tahun ini.



Meskipun demikian, Berkshire masih "menghasilkan" hampir USD9,3 miliar (Rp139,5 triliun) laba operasi, karena keuntungan dari reasuransi dan kereta api BNSF. Capaian itu mengimbangi kerugian baru di perusahaan asuransi mobil Geico, karena kekurangan suku cadang dan harga kendaraan bekas yang lebih tinggi mendorong klaim kecelakaan.

Di sisi lain, kenaikan suku bunga dan pembayaran dividen membantu bisnis asuransi menghasilkan lebih banyak uang dari investasi. Sementara penguatan dolar AS mendorong keuntungan dari investasi utang Eropa dan Jepang.

Meskipun kerugian bersih besar, "Hasil menunjukkan ketahanan Berkshire. Bisnis berkinerja baik meskipun suku bunga lebih tinggi akibat tekanan inflasi dan kekhawatiran geopolitik. Ini memberi saya kepercayaan pada perusahaan jika ada resesi," kata James Shanahan, seorang analis Edward Jones & Co dikutip dari Reuters, Minggu (7/8/2022).

Diketahui, Berkshire juga memperlambat pembelian sahamnya, termasuk miliknya sendiri, meskipun masih memiliki USD105,4 miliar uang tunai yang dapat digunakan. Investor mengamati Berkshire dengan cermat karena reputasi Buffett, dan karena hasil dari lusinan unit operasi konglomerat yang berbasis di Nebraska, Omaha, itu sering mencerminkan tren ekonomi yang lebih luas.

Unit-unit tersebut termasuk berpenghasilan tetap seperti perusahaan energi Senama, beberapa perusahaan industri, dan merek konsumen yang sudah dikenal seperti Dairy Queen, Duracell, Fruit of the Loom dan See's Candies.



"Berkshire adalah mikrokosmos dari ekonomi yang lebih luas," kata Cathy Seifert, analis CFRA Research dengan peringkat "hold" di Berkshire. "Banyak bisnis menikmati peningkatan permintaan, tetapi mereka tidak kebal terhadap biaya input yang lebih tinggi dari inflasi," tandasnya.

(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.8767 seconds (0.1#10.140)