Lebih Cuan, Perusahaan Batu Bara Rela Bayar Denda Agar Ekspor Jalan Terus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga batu bara melesat di tengah meningkatnya kebutuhan energi dunia. Sementara harga domestic market obligation ( DMO ) untuk PLN dipatok flat sebesar USD 70 per ton.
Disparitas harga yang sangat tinggi ini membuat pengusaha batu bara lebih suka menjual produksinya ke pasar luar negeri. Sebab dengan volume yang sama bisa mendapat keuntungan lebih dari lima kali lipat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif saat Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VII DPR RI mengatakan, bahwa tingginya disparitas harga batu bara dalam negeri membuat perusahaan batu bara cenderung memilih ekspor ke luar negeri.
Pemerintah sendiri telah mewajibkan pemenuhan 25% untuk kebutuhan dalam negeri dari rencana produksi dengan harga yang dipatok USD70 per ton.
"Kondisi harga batu bara yang cukup tinggi, saat ini perusahaan cenderung ingin mendapatkan pendapatan yang lebih baik, karena ada disparitas harga yang demikian besar. Ini mengakibatkan potensi industri dalam negeri bisa mengalami kekurangan," kata Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII, Jakarta, Selasa (9/8/2022).
Dia menuturkan, adanya sanksi berupa kompensasi dengan tarif yang kecil dan pembayaran denda bagi yang melanggar kontrak. Perusahaan batu bara cenderung lebih memilih untuk membayar sanksi tersebut agar bisa ekspor.
"Sanksi berupa pembayaran dana kompensasi dengan tarif yang kecil dan pembayaran denda bagi yang melanggar kontrak, menyebabkan perusahaan batu bara cenderung untuk lebih memilih membayar denda sanksi dan kompensasi, dibandingkan dengan nilai ekspor yang bisa diperoleh," terangnya.
"Untuk itu ada kecenderungan untuk menghindari kontrak dengan industri dalam negeri," tambahnya.
Dia mengatakan, perlu adanya badan layanan umum (BLU) DMO Batu Bara untuk menjamin ketersediaan pasokan batu bara melalui penghimpunan dan penyaluran dana kompensasi.
"Sehingga dalam hal ini perlu kebijakan baru untuk menjamin ketersediaan pasokan batu bara dalam negeri melalui penghimpunan, penyaluran dana kompensasi melalui badan layanan usaha DMO batu bara," katanya.
Disparitas harga yang sangat tinggi ini membuat pengusaha batu bara lebih suka menjual produksinya ke pasar luar negeri. Sebab dengan volume yang sama bisa mendapat keuntungan lebih dari lima kali lipat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif saat Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VII DPR RI mengatakan, bahwa tingginya disparitas harga batu bara dalam negeri membuat perusahaan batu bara cenderung memilih ekspor ke luar negeri.
Pemerintah sendiri telah mewajibkan pemenuhan 25% untuk kebutuhan dalam negeri dari rencana produksi dengan harga yang dipatok USD70 per ton.
"Kondisi harga batu bara yang cukup tinggi, saat ini perusahaan cenderung ingin mendapatkan pendapatan yang lebih baik, karena ada disparitas harga yang demikian besar. Ini mengakibatkan potensi industri dalam negeri bisa mengalami kekurangan," kata Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII, Jakarta, Selasa (9/8/2022).
Dia menuturkan, adanya sanksi berupa kompensasi dengan tarif yang kecil dan pembayaran denda bagi yang melanggar kontrak. Perusahaan batu bara cenderung lebih memilih untuk membayar sanksi tersebut agar bisa ekspor.
"Sanksi berupa pembayaran dana kompensasi dengan tarif yang kecil dan pembayaran denda bagi yang melanggar kontrak, menyebabkan perusahaan batu bara cenderung untuk lebih memilih membayar denda sanksi dan kompensasi, dibandingkan dengan nilai ekspor yang bisa diperoleh," terangnya.
"Untuk itu ada kecenderungan untuk menghindari kontrak dengan industri dalam negeri," tambahnya.
Dia mengatakan, perlu adanya badan layanan umum (BLU) DMO Batu Bara untuk menjamin ketersediaan pasokan batu bara melalui penghimpunan dan penyaluran dana kompensasi.
"Sehingga dalam hal ini perlu kebijakan baru untuk menjamin ketersediaan pasokan batu bara dalam negeri melalui penghimpunan, penyaluran dana kompensasi melalui badan layanan usaha DMO batu bara," katanya.
(akr)