Catat Ya! Kalau Tak Segera Ditolong, Keuangan Pertamina Bisa Ambruk

Jum'at, 12 Agustus 2022 - 12:10 WIB
loading...
Catat Ya! Kalau Tak Segera Ditolong, Keuangan Pertamina Bisa Ambruk
Anggota DPR sebut keuangan Pertamina terancam kolaps jika tak ditolong pemerintah. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menilai keuangan Pertamina bisa kolaps atau ambruk akhir tahun ini, seiring tingginya harga minyak dunia yang tak sebanding dengan harga jual yang ditetapkan. Selain itu, ada penyaluran subsidi yang tak tepat sasaran, sehingga memengaruhi juga beban anggaran pemerintah yang disalurkan ke Pertamina.



"Hari ini Pertamina kalau tak segera ditolong akhir tahun ini kolaps. Catat ya, kalau tidak segera ditolong, Pertamina kolaps akhir tahun ini," kata Sugeng dalam FGD: Kemerdekaan Energi di Tengah Krisis Global, dikutip Jumat (12/8/2022).

Sugeng menuturkan, Pertamina perlu taat tehadap aturan undang-undang BUMN untuk menjadi perusahaan yang harus untung. Di sisi lain sebagai public service obligation (PSO), Pertamina tak bisa melakukan aksi korporasi sebagaimana perusahaan yang dikejar untung.

Kemudian, sejumlah harga jual bahan bakar minyak dan LPG juga ikut ditentukan pemerintah dan BPH Migas. Sementara, dari sisi harga minyak dunia, ada perbedaan yang tinggi antara harga acuan indonesia (ICP) yang ditetapkan dalam APBN dengan harga internasional. Harga minyak dunia telah tembus sekitar USD110 per barel.

"Di BBM, hari ini Pertalite harga produksinya Rp17.300, Pertamina hanya jual Rp7.600. Demikian juga di Petamax, (kadar) RON 92, Pertamina hanya jual Rp12.500," ujar dia.

Jika dibandingkan dengan BBM yang setara di perusahaan swasta, harganya jauh lebih mahal. Misalnya, Shell 90 setara Pertalite dijual Rp17.000-an, sementara Shell 92 setara Pertamax dijual sekitar Rp18.000-an.

Hal yang sama terjadi di sisi LPG. Sugeng menyebut Pertamina menanggung biaya yang cukup besar dari satu tabung gas LPG. Biaya produksi LPG sebesar Rp15.000 per kilogram. Sementara, agen penjual hanya membayar sebesar Rp4.000 per kilogram, ada selisih Rp11.000 per kilogram yang ditanggung Pertamina dan pemerintah lewat subsidi dan kompensasi.

"Maka setiap Pertamina menyubsidi, itu Rp11 ribu. Jadi kalau (tabung LPG) 3 kilogram itu (subsidinya) Rp33 ribu," terangnya.

Polemik harga BBM ini membawa Sugeng pada kesimpulan. Ada tiga pihak yang menurutnya perlu diselamatkan soal kompleksnya harga BBM ini. Satu, masyarakat terkait dengan daya beli.

"Kedua APBN kita, ketiga ya BUMN kita. maka dari itu kan Sri Mulyani terakhir menyampaikan tolong kurangi betul konsumsi BBM," bebernya.

Sugeng menyebut subsidi yang saat ini dilakukan masih belum tepat sasaran, sehingga perlu ada skema baru pemberian subsidi. Menurutnya, ketidaktepatan subsidi BBM mencapai hampir 70% atau sekitar 62%, dengan penyaluran tepat sasaran hanya 38%. Ini mencakup subsidi terhadap solar dan Pertalite.

Sementara, untuk LPG subsidi tidak tepat sasaran mencapai 42%. "Semua orang kan nenteng gas 3 kilogram, padahal kan gas 3 kilogram itu hanya untuk orang yang tak mampu," ujarnya.



Dia menilai subsidi BBM hanya menyasar kendaraan roda dua, angkutan kota, dan truk dengan roda empat. Alasannya, jika mengacu pada besaran CC mobil, belum tentu akan tepat sasaran.

"Kalau dengan pendekatan di bawah CC 1500, bayangkan kalau 1 keluarga punya dua mobil, apa itu layak untuk disubsidi?" ujarnya.

(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1600 seconds (0.1#10.140)