Buyback Saham BBRI Dilakukan Sampai Agustus 2023
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI (BBRI) tengah dalam proses buyback saham yang total nilainya maksimal mencapai Rp3 triliun. Seperti diketahui, pada 1 Maret 2022 melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), BRI telah mendapatkan persetujuan pemegang saham untuk melaksanakan buyback saham BBRI, dan prosesnya dilaksanakan dalam kurun waktu 18 bulan sejak disetujuinya buyback lewat RUPS, atau pada rentang waktu 1 Maret 2022 - 31 Agustus 2023.
Sesuai dengan Keterbukaan Informasi yang telah disampaikan, saham hasil buyback akan digunakan untuk program kepemilikan saham bagi Insan BRILian.
Terkait hal tersebut Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan pihaknya telah mempertimbangkan kondisi likuiditas Perusahaan pada saat mengusulkan rencana buyback dalam RUPST tahun ini sehingga aksi korporasi tersebut tidak akan mengganggu keuangan perseroan.
“Di sisi lain buyback BBRI diproyeksikan akan meningkatkan motivasi dan kinerja Insan BRILian sehingga dapat lebih optimal terhadap pencapaian target sehingga dapat berujung pada peningkatan kinerja perseroan”, ujarnya.
Sementara itu, Direktur Keuangan BRI Viviana Dyah Ayu mengatakan ada beberapa hal yang dicermati terkait aksi korporasi ini. “Selain kebutuhan untuk treasury stock yang pada akhirnya akan dipergunakan untuk insentif kinerja jangka panjang kepada pekerja yang high performer, kami melihat bahwa harga saham BRI masih undervalued, terlebih apabila dibandingkan dengan pencapaian kinerja Perseroan. Hal ini membuat kami terus melakukan buyback saham," kata Viviana.
Terpisah, Analis Senior CSA Research Institute yang juga Sekretaris Jenderal Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Reza Priyambada angkat bicara perihal buyback BBRI tersebut. Menurutnya, aksi korporasi tersebut menggambarkan manajemen BRI yang memiliki optimisme terhadap pemulihan ekonomi di Tanah Air dan proyeksi kinerja BRI di masa datang.
Reza pun menilai buyback BBRI dapat menjadi penopang pertumbuhan perseroan ke depan karena pekerja biasanya akan lebih termotivasi apabila memiliki saham Perseroan. “Ibaratnya, kondisi masih pandemi saja, mereka (BRI) bisa meningkat kinerjanya. Bagaimana kalau tidak pandemi, harusnya (kinerja BRI) bisa lebih tinggi lagi. Apalagi kalau kita percaya bahwa pemulihan ekonomi ini terus terjadi, dan orang-orang Indonesia semangat dan gigih dalam bekerja, tentunya menjadi penopang pertumbuhan buat BBRI,” katanya optimistis.
Hal itu bercermin pada kinerja BRI hingga semester I/2022. Di mana BRI secara konsolidasian mencatatkan laba bersih Rp24,88 triliun atau tumbuh 98,38 persen secara year on year (yoy). Adapun total aset meningkat 6,37 persen yoy menjadi Rp1.652,84 triliun. Dari sisi pembiayaan, secara konsolidasian penyaluran kredit mencapai Rp1.104,79 triliun atau tumbuh 8,75 persen yoy.
Bahkan portofolio kredit UMKM BRI, sebagai bisnis inti perseroan tumbuh 9,81 persen dari Rp837,82 triliun pada akhir Juni 2021, menjadi Rp920 triliun pada akhir Juni 2022. Hal ini menjadikan proporsi kredit UMKM menjadi sebesar 83,27 persen dari total portofolio penyaluran pembiayaan perseroan.
Pencapaian tersebut diiringi pula dengan manajemen risiko yang baik dengan rasio kredit bermasalah atau NPL secara konsolidasian terjaga di level 3,26 persen. Manajemen BRI pun menyiapkan pencadangan sebagai langkah antisipatif atas potensi pemburukan kredit dengan NPL coverage sebesar 266,26 persen.
Sesuai dengan Keterbukaan Informasi yang telah disampaikan, saham hasil buyback akan digunakan untuk program kepemilikan saham bagi Insan BRILian.
Terkait hal tersebut Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan pihaknya telah mempertimbangkan kondisi likuiditas Perusahaan pada saat mengusulkan rencana buyback dalam RUPST tahun ini sehingga aksi korporasi tersebut tidak akan mengganggu keuangan perseroan.
“Di sisi lain buyback BBRI diproyeksikan akan meningkatkan motivasi dan kinerja Insan BRILian sehingga dapat lebih optimal terhadap pencapaian target sehingga dapat berujung pada peningkatan kinerja perseroan”, ujarnya.
Sementara itu, Direktur Keuangan BRI Viviana Dyah Ayu mengatakan ada beberapa hal yang dicermati terkait aksi korporasi ini. “Selain kebutuhan untuk treasury stock yang pada akhirnya akan dipergunakan untuk insentif kinerja jangka panjang kepada pekerja yang high performer, kami melihat bahwa harga saham BRI masih undervalued, terlebih apabila dibandingkan dengan pencapaian kinerja Perseroan. Hal ini membuat kami terus melakukan buyback saham," kata Viviana.
Terpisah, Analis Senior CSA Research Institute yang juga Sekretaris Jenderal Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Reza Priyambada angkat bicara perihal buyback BBRI tersebut. Menurutnya, aksi korporasi tersebut menggambarkan manajemen BRI yang memiliki optimisme terhadap pemulihan ekonomi di Tanah Air dan proyeksi kinerja BRI di masa datang.
Reza pun menilai buyback BBRI dapat menjadi penopang pertumbuhan perseroan ke depan karena pekerja biasanya akan lebih termotivasi apabila memiliki saham Perseroan. “Ibaratnya, kondisi masih pandemi saja, mereka (BRI) bisa meningkat kinerjanya. Bagaimana kalau tidak pandemi, harusnya (kinerja BRI) bisa lebih tinggi lagi. Apalagi kalau kita percaya bahwa pemulihan ekonomi ini terus terjadi, dan orang-orang Indonesia semangat dan gigih dalam bekerja, tentunya menjadi penopang pertumbuhan buat BBRI,” katanya optimistis.
Hal itu bercermin pada kinerja BRI hingga semester I/2022. Di mana BRI secara konsolidasian mencatatkan laba bersih Rp24,88 triliun atau tumbuh 98,38 persen secara year on year (yoy). Adapun total aset meningkat 6,37 persen yoy menjadi Rp1.652,84 triliun. Dari sisi pembiayaan, secara konsolidasian penyaluran kredit mencapai Rp1.104,79 triliun atau tumbuh 8,75 persen yoy.
Bahkan portofolio kredit UMKM BRI, sebagai bisnis inti perseroan tumbuh 9,81 persen dari Rp837,82 triliun pada akhir Juni 2021, menjadi Rp920 triliun pada akhir Juni 2022. Hal ini menjadikan proporsi kredit UMKM menjadi sebesar 83,27 persen dari total portofolio penyaluran pembiayaan perseroan.
Pencapaian tersebut diiringi pula dengan manajemen risiko yang baik dengan rasio kredit bermasalah atau NPL secara konsolidasian terjaga di level 3,26 persen. Manajemen BRI pun menyiapkan pencadangan sebagai langkah antisipatif atas potensi pemburukan kredit dengan NPL coverage sebesar 266,26 persen.
(ars)