Faisal Basri: Saatnya Menata Ulang Formula Harga BBM

Selasa, 30 Agustus 2022 - 23:30 WIB
loading...
Faisal Basri: Saatnya...
Pakar ekonomi Faisal Basri menyarankan subsidi BBM dihapus bertahap. FOTO/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pakar ekonomi Faisal Basri menyarankan pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) secara bertahap untuk menjaga stabilitas fiskal di APBN. Penetapan harga BBM seharusnya berdasarkan formula yang mengacu kepada harga minyak bumi di pasar global, seperti dulu diterapkan pada awal pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Menurut Faisal, anggaran yang semula digunakan untuk subsidi BBM nantinya dapat dialokasikan ke sektor lain yang lebih produktif. Lebih lanjut, Faisal mengatakan, subsidi BBM dapat dihilangkan secara bertahap demi kebaikan perekonomian nasional dan kesejahteraan bangsa. Hal tersebut ditulis Faisal Basri dalam kajian berjudul Kebijakan Subsidi BBM: Menegakkan Disiplin Anggaran yang dirilis, baru-baru ini.



Polemik subsidi BBM mencuat menyusul potensi membengkaknya biaya subsidi BBM di APBN di tengah naiknya inflasi dunia karena disrupsi rantai pasok akibat pandemi dan perang. Karena itu, Faisal Basri yang mendalami ekonomi pembangunan ini berpendapat bahwa keberlangsungan subsidi BBM memunculkan dilema.

"Subsidi BBM dapat diibaratkan seperti candu yang membuat konsumen terlena dan menimbulkan ketergantungan. Untuk melepaskan diri dari ketergantungan tersebut memang sulit, namun tentu bukan mustahil," kata Faisal.

Faisal menilai, Presiden Joko Widodo sebenarnya sudah membuat kebijakan yang baik di awal pemerintahannya sehingga perlu dilaksanakan secara konsisten. Berdasarkan aturan tersebut harga jual eceran BBM diubah setiap bulan sesuai dengan perubahan harga minyak di bursa Singapura.

"Selain itu, pemerintah tidak perlu mengeluarkan subsidi untuk bensin premium. Subsidi hanya diberikan untuk minyak tanah dan minyak solar," kata dia.

Dalam catatan Faisal Basri, pencabutan subsidi ini berdampak besar pada pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM. Pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM turun tajam dari Rp191,0 triliun pada 2014 menjadi Rp34,9 triliun pada 2015.

Namun, sayangnya penerapan formula ini tak sepenuhnya berjalan, yaitu sejak adanya Perpres Nomor 43/2018. Perpres tersebut memberi kewenangan kepada Menteri ESDM untuk menetapkan harga BBM umum berbeda dengan harga yang dihitung berdasarkan formula.

Sejak saat itu, pemerintah harus membayar kompensasi kepada Pertamina selaku badan usaha yang ditugaskan untuk memproduksi bensin premium, atas kekurangan penerimaan yang disebabkan penetapan harga tersebut.

"Kompensasi atas kekurangan penerimaan BUMN penerima penugasan pada dasarnya bentuk subsidi terselubung," jelasnya.

Sebab itu, Faisal mendorong agar Indonesia kembali ke upaya konsisten menghapus kebijakan subsidi secara bertahap, alokasi anggaran subsidi BBM, mendorong produksi minyak bumi, dan peningkatan ketahanan energi. Langkah-langkah yang dapat ditempuh pemerintah antara lain dengan mengembalikan aturan penetapan harga BBM sesuai dengan formula sebagaimana di atur oleh Perpres Nomor 191 tahun 2014.



Kekhawatiran harga BBM berfluktuasi sehingga menyumbang pada inflasi bisa dikurangi dengan memberlakukan dana stabilisasi. Sementara itu, harga jual eceran BBM ditetapkan berdasarkan formula perhitungan harga yang sederhana dan mencerminkan keadaan sebenarnya (koefisien berdasarkan data up to date).

Dengan begitu, akan memperkecil peluang manipulasi dan pemburuan rente di pasar. Jika terpaksa masih harus ada, subsidi BBM seharusnya dapat mendorong rakyat melakukan perubahan pola konsumsi BBM dan restrukturisasi industri perminyakan.

Faisal memahami, harga BBM menjadi persoalan sensitif bagi pemerintah karena kebijakan menaikkan harga BBM selalu mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan. Namun, pemerintah bisa tetap konsisten di jalan menghapus subsidi BBM meski tidak populer.

"Memerlukan upaya keras untuk meyakinkan masyarakat bahwa kebijakan tersebut diperlukan agar pemerintah dapat menyediakan anggaran cukup untuk kebutuhan lain yang memberi manfaat lebih besar bagi orang miskin," kata dia.

Presiden Jokowi kala itu mengeluarkan Perpres Nomor 191 tahun 2014 dengan semangat melakukan pengurangan subsidi BBM. Berdasarkan aturan tersebut harga BBM ditetapkan berdasarkan formula yang mengacu kepada harga minyak bumi di pasar global, dalam hal ini harga transaksi di bursa minyak Singapura (MOPS). Peraturan tersebut mencantumkan pengecualian pada minyak tanah yang nominal harganya ditentukan dan minyak solar yang mendapat subsidi maksimum seribu rupiah per liter.

(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1607 seconds (0.1#10.140)