Dinikmati Orang Kaya, Arahkan Subsidi BBM ke Pendidikan dan Kesehatan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat ekonomi Faisal Basri mengungkapkan bahan bakar minyak (BBM) yang diperuntukkan bagi orang tidak mampu sebagian besar dinikmati orang kaya.
Mayoritas pengguna BBM bersubsidi sebesar 98,7% merupakan mobil pribadi, taksi online 0,6%, taksi plat kuning 0,3%, dan angkot 0,4%. Adapun 10% termiskin menikmati subsidi 3,1% saja sedangkan 20% termiskin 4,4% dan terus begitu.
"Yang terkaya paling banyak menikmati, yakni 29,1%," ujar Faisal saat diskusi virtual bertajuk Telaah Kebijakaan Penyesuaian Harga BBM untuk Subsidi Tepat Sasaran, di Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Menurut dia upaya mengurangi subsidi BBM harus dilakukan dengan konsisten, karena ongkos sosial, fiskal, dan lingkungannya terlalu mahal untuk terus menerus ditumpuk. Di samping itu cadangan minyak kian menipis, sementara konsumsi BBM semakin meningkat.
Harga BBM yang murah karena subsidi membuat pola konsumsi masyarakat, terutama yang mampu makin tak terkendali. Hal itu menjadikan Indonesia harus melakukan impor minyak dari luar negeri, yang harganya saat ini melonjak naik, salah satunya akibat dari perang di Eropa.
"Cadangan makin tipis, tapi kita membakar energi, membakar BBM, makin lama makin banyak. Akibatnya apa, kita harus menutup selisih ini dengan cara mengimpor. Sekarang kira-kira impornya mendekati 800 ribu barel per hari," ungkap Faisal.
Pada kesempatan yang sama, Ketua PB HMI Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba (PEMM) Muhamad Ikram Pelesa meminta agar subsidi BBM dialihkan ke sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kegiatan produktif lainnya. Ikram juga menyoroti adanya penggunaan subsidi yang tidak tepat sasaran dan banyak disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, ketimbang dinikmati warga yang membutuhkan.
"Lebih baik dialokasikan kepada hal-hal yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Ini lebih terasa manfaatnya," kata Ikram.
Dia menyarankan agar sebelum menyesuaikan harga BBM memperkuat daya beli masyarakat terlebih dahulu. Sebab, daya beli masyarakat yang kuat tidak akan terpengaruh meskipun ada penyesuaian harga BBM. "Kalau misalkan disubsidi manusianya, maka kemampuan dan daya beli masyarakat meningkat, bagaimanapun arah kebijakan pemerintah, daya beli masyarakat dapat menyesuaikan," ucapnya.
Mayoritas pengguna BBM bersubsidi sebesar 98,7% merupakan mobil pribadi, taksi online 0,6%, taksi plat kuning 0,3%, dan angkot 0,4%. Adapun 10% termiskin menikmati subsidi 3,1% saja sedangkan 20% termiskin 4,4% dan terus begitu.
"Yang terkaya paling banyak menikmati, yakni 29,1%," ujar Faisal saat diskusi virtual bertajuk Telaah Kebijakaan Penyesuaian Harga BBM untuk Subsidi Tepat Sasaran, di Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Menurut dia upaya mengurangi subsidi BBM harus dilakukan dengan konsisten, karena ongkos sosial, fiskal, dan lingkungannya terlalu mahal untuk terus menerus ditumpuk. Di samping itu cadangan minyak kian menipis, sementara konsumsi BBM semakin meningkat.
Harga BBM yang murah karena subsidi membuat pola konsumsi masyarakat, terutama yang mampu makin tak terkendali. Hal itu menjadikan Indonesia harus melakukan impor minyak dari luar negeri, yang harganya saat ini melonjak naik, salah satunya akibat dari perang di Eropa.
"Cadangan makin tipis, tapi kita membakar energi, membakar BBM, makin lama makin banyak. Akibatnya apa, kita harus menutup selisih ini dengan cara mengimpor. Sekarang kira-kira impornya mendekati 800 ribu barel per hari," ungkap Faisal.
Pada kesempatan yang sama, Ketua PB HMI Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba (PEMM) Muhamad Ikram Pelesa meminta agar subsidi BBM dialihkan ke sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kegiatan produktif lainnya. Ikram juga menyoroti adanya penggunaan subsidi yang tidak tepat sasaran dan banyak disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, ketimbang dinikmati warga yang membutuhkan.
"Lebih baik dialokasikan kepada hal-hal yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Ini lebih terasa manfaatnya," kata Ikram.
Dia menyarankan agar sebelum menyesuaikan harga BBM memperkuat daya beli masyarakat terlebih dahulu. Sebab, daya beli masyarakat yang kuat tidak akan terpengaruh meskipun ada penyesuaian harga BBM. "Kalau misalkan disubsidi manusianya, maka kemampuan dan daya beli masyarakat meningkat, bagaimanapun arah kebijakan pemerintah, daya beli masyarakat dapat menyesuaikan," ucapnya.
(nng)