Tujuan Besar Pengalihan Subsidi BBM Akan Dirasakan Warga Kurang Mampu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah memutuskan untuk mengalihkan sebagian subsidi BBM untuk masyarakat kurang mampu. Menyusul BLT (bantuan langsung tunai) yang sudah mulai disalurkan sejak awal September lalu, hari ini BSU (bantuan subsidi upah) mulai didistribusikan.
Bila BLT ditujukan bagi 20,65 juta warga tak mampu, maka BSU dialokasikan untuk sekitar 16 juta pekerja bergaji maksimal Rp3,5 juta per bulan di seluruh Indonesia. Kepastian dimulainya penyaluran BSU ini disampaikan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
"Insya Allah dana BSU (bantuan subsidi upah) Rp600 ribu bisa diambil secara bertahap mulai Senin ini sesuai operasional Bank Himbara. Saya mengingatkan, tahap pertama ini penerima BSU (atau BLT subsidi gaji) yang sudah memiliki rekening Bank Himbara ya," jelas Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi dalam pernyataan resmi, di Jakarta, Senin (12/9/2022).
Terpisah, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan berdasarkan kajian Pemerintah, tambahan dana Rp24,17 triliun untuk melengkapi berbagai program perlindungan sosial yang sudah ada di APBN, bisa membantu masyarakat tak mampu menghadapi tekanan ekonomi saat ini. Terutama lonjakan inflasi yang diprediksi paling tidak terjadi dua bulan usai kebijakan penyesuaian harga BBM.
"Semoga bulan November mulai kembali ke pola normal. Biasanya inflasi yang seperti ini cepat, dalam satu dua bulan naik, kemudian bulan ketiga mulai normalisasi," kata Suahasil.
Hal itu juga ditegaskan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu. "Dengan pemberian bansos, kita bisa sama-sama jaga daya beli khususnya yang miskin dan rentan. Sehingga angka kemiskinan justru enggak naik, walaupun sudah terjadi kenaikan harga BBM. Kita hitung dengan adanya bansos mengakibatkan angka kemiskinan bisa turun, mungkin sekitar 0,3 persen," jelas Febrio.
Kepentingan yang Lebih Besar
Masyarakat seharusnya bisa memahami keputusan sulit yang diambil Pemerintah beserta langkah mitigasi yang telah dibuat. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Yahya Cholil Staquf mengatakan, semua langkah tersebut merupakan upaya Pemerintah menjaga kepentingan yang lebih besar baik terkait dengan stabilitas fiskal di APBN maupun perbaikan penyaluran subsidi yang selama ini diakui salah sasaran.
"Kita memaklumi kenapa pemerintah menaikkan BBM," kata Gus Yahya di sela-sela kegiatannya membuka Kaderisasi Wilayah NU Sumatera Utara XVIII di Medan, baru-baru ini.
Pilihan sulit harus diambil pemerintah, lanjut Gus Yahya, karena bila tidak keadaan akan lebih sulit lagi jika harga BBM tidak dinaikkan. Gus Yahya menyatakan NU siap membantu pemerintah dalam mengatasi persoalan bangsa. "Kita harus bantu meringankan beban dengan tidak menambah beban Pemerintah," ujarnya.
Menurut pemerhati isu-isu strategis Prof Imron Cotan, perbedaan pendapat terhadap setiap kebijakan akan selalu ada dan harus diberi tempat di alam demokrasi. Namun tentu perbedaan pendapat tersebut sebaiknya disalurkan melalui perangkat demokrasi yang memang tersedia.
“Perbedaan pendapat atas penyesuaian harga BBM tersebut sebaiknya disalurkan via perangkat demokrasi yang tersedia, yaitu parpol, DPR, atau media massa. Aksi anarkis hanya mempersulit keadaan rakyat," ujar Imron Cotan.
Menurut Kepala Badan Intelijen Negara (Kabin) Jend Pol (Purn) Budi Gunawan, Pemerintah memastikan tujuan penyesuaian harga BBM akan tercapai. Kebijakan ini merupakan koreksi atas akses subsidi selama ini yang tidak tepat sasaran.
“Semua program perlindungan sosial yang dijalankan Pemerintah akan benar-benar bisa secara efektif membantu kelompok masyarakat yang rentan secara ekonomi dalam menghadapi tekanan ekonomi karena situasi global hari ini,” papar Kabin.
Bahwa ada potensi risiko dari keputusan berani Presiden Joko Widodo mengambil kebijakan ini, lanjut Budi Gunawan, semua telah terpetakan dan akan dikelola dengan baik. Pemerintah, misalnya telah memperbaiki sistem penyaluran bantuan sosial agar benar-benar efektif dan tepat sasaran.
Begitu pun risiko inflasi akan bisa dikelola dengan bauran kebijakan di dalam APBN yang akan memastikan ketersediaan barang, efektifnya stimulus ekonomi masyarakat bawah, dan pemanfaatan berbagai mata anggaran yang akan memperkuat upaya ini.
“Ya, tentu ada risiko-risiko di sejumlah bidang. Pemerintah menyadari dengan baik hal tersebut. Tapi Bapak Presiden sudah mengatakan, tujuan kebijakan ini jauh lebih penting dibanding risiko-risiko yang tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat banyak,” tegas Kabin Budi Gunawan.
Bila BLT ditujukan bagi 20,65 juta warga tak mampu, maka BSU dialokasikan untuk sekitar 16 juta pekerja bergaji maksimal Rp3,5 juta per bulan di seluruh Indonesia. Kepastian dimulainya penyaluran BSU ini disampaikan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
"Insya Allah dana BSU (bantuan subsidi upah) Rp600 ribu bisa diambil secara bertahap mulai Senin ini sesuai operasional Bank Himbara. Saya mengingatkan, tahap pertama ini penerima BSU (atau BLT subsidi gaji) yang sudah memiliki rekening Bank Himbara ya," jelas Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi dalam pernyataan resmi, di Jakarta, Senin (12/9/2022).
Terpisah, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan berdasarkan kajian Pemerintah, tambahan dana Rp24,17 triliun untuk melengkapi berbagai program perlindungan sosial yang sudah ada di APBN, bisa membantu masyarakat tak mampu menghadapi tekanan ekonomi saat ini. Terutama lonjakan inflasi yang diprediksi paling tidak terjadi dua bulan usai kebijakan penyesuaian harga BBM.
"Semoga bulan November mulai kembali ke pola normal. Biasanya inflasi yang seperti ini cepat, dalam satu dua bulan naik, kemudian bulan ketiga mulai normalisasi," kata Suahasil.
Hal itu juga ditegaskan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu. "Dengan pemberian bansos, kita bisa sama-sama jaga daya beli khususnya yang miskin dan rentan. Sehingga angka kemiskinan justru enggak naik, walaupun sudah terjadi kenaikan harga BBM. Kita hitung dengan adanya bansos mengakibatkan angka kemiskinan bisa turun, mungkin sekitar 0,3 persen," jelas Febrio.
Kepentingan yang Lebih Besar
Masyarakat seharusnya bisa memahami keputusan sulit yang diambil Pemerintah beserta langkah mitigasi yang telah dibuat. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Yahya Cholil Staquf mengatakan, semua langkah tersebut merupakan upaya Pemerintah menjaga kepentingan yang lebih besar baik terkait dengan stabilitas fiskal di APBN maupun perbaikan penyaluran subsidi yang selama ini diakui salah sasaran.
"Kita memaklumi kenapa pemerintah menaikkan BBM," kata Gus Yahya di sela-sela kegiatannya membuka Kaderisasi Wilayah NU Sumatera Utara XVIII di Medan, baru-baru ini.
Pilihan sulit harus diambil pemerintah, lanjut Gus Yahya, karena bila tidak keadaan akan lebih sulit lagi jika harga BBM tidak dinaikkan. Gus Yahya menyatakan NU siap membantu pemerintah dalam mengatasi persoalan bangsa. "Kita harus bantu meringankan beban dengan tidak menambah beban Pemerintah," ujarnya.
Menurut pemerhati isu-isu strategis Prof Imron Cotan, perbedaan pendapat terhadap setiap kebijakan akan selalu ada dan harus diberi tempat di alam demokrasi. Namun tentu perbedaan pendapat tersebut sebaiknya disalurkan melalui perangkat demokrasi yang memang tersedia.
“Perbedaan pendapat atas penyesuaian harga BBM tersebut sebaiknya disalurkan via perangkat demokrasi yang tersedia, yaitu parpol, DPR, atau media massa. Aksi anarkis hanya mempersulit keadaan rakyat," ujar Imron Cotan.
Menurut Kepala Badan Intelijen Negara (Kabin) Jend Pol (Purn) Budi Gunawan, Pemerintah memastikan tujuan penyesuaian harga BBM akan tercapai. Kebijakan ini merupakan koreksi atas akses subsidi selama ini yang tidak tepat sasaran.
“Semua program perlindungan sosial yang dijalankan Pemerintah akan benar-benar bisa secara efektif membantu kelompok masyarakat yang rentan secara ekonomi dalam menghadapi tekanan ekonomi karena situasi global hari ini,” papar Kabin.
Bahwa ada potensi risiko dari keputusan berani Presiden Joko Widodo mengambil kebijakan ini, lanjut Budi Gunawan, semua telah terpetakan dan akan dikelola dengan baik. Pemerintah, misalnya telah memperbaiki sistem penyaluran bantuan sosial agar benar-benar efektif dan tepat sasaran.
Begitu pun risiko inflasi akan bisa dikelola dengan bauran kebijakan di dalam APBN yang akan memastikan ketersediaan barang, efektifnya stimulus ekonomi masyarakat bawah, dan pemanfaatan berbagai mata anggaran yang akan memperkuat upaya ini.
“Ya, tentu ada risiko-risiko di sejumlah bidang. Pemerintah menyadari dengan baik hal tersebut. Tapi Bapak Presiden sudah mengatakan, tujuan kebijakan ini jauh lebih penting dibanding risiko-risiko yang tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat banyak,” tegas Kabin Budi Gunawan.
(nng)