Mengakselerasi Target Capaian Pertumbuhan Berkelanjutan di Tingkat Kabupaten
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jurisdiction Collective Action Forum ke-13 (JCAF#13) menghadirkan berbagai pihak dan aktor di berbagai sektor untuk berpartisipasi dan berbagi pengetahuan dalam praktik berkelanjutan dan membangun inisiatif strategis untuk mempercepat pencapaian target pembangunan yang berkelanjutan .
Pemerintah Indonesia berkomitmen terhadap Paris Climate Agreement dan telah mengintegrasikan agenda aksi iklim ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Selain itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan ( Bappenas ) telah melakukan konfigurasi lebih lanjut ke dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) sebagai salah satu mekanisme pelaksana untuk mencapai Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC).
Demi mengarusutamakan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat sub-nasional, digunakan pendekatan yurisdiksi (Jurisdiction Approach/JA) yang berperan sebagai pintu masuk terintegrasi dalam pembangunan ekonomi dan lingkungan melalui partisipasi berbagai pemangku kepentingan lintas sektor untuk mencapai target pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Prinsip gotong royong lintas pemangku kepentingan merupakan semangat dari setiap JCAF dialog. Khusus di JCAF #13, pembahasan seputar pencapaian target pembangunan nasional SDGs yang berkelanjutan dari provinsi, filantropi, bisnis sebagai bentuk dukungan untuk mengakselerasi target capaian pertumbuhan berkelanjutan di tingkat kabupaten.
Dialog yang bertempat di The Kuningan Suites - Jakarta ini mengusung tema Perjalanan Agenda SDGs Indonesia, Bagaimana mengakselerasi Pencapaian Agenda Nasional Melalui Peran Strategis Para Pihak di Tingkat Yurisdiksi. Dialog menghadirkan para pemangku kepentingan yang mengimplementasi capaian SDGs, melalui pendekatan kemitraan partisipatif dalam pencapaian prioritas penanggulangan iklim, produksi dan konsumsi yang bertanggungjawab, untuk mencapai target SDGs.
Direktur Eksekutif Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Indah Budiani sebagai representasi kemitraaan bisnis, menggarisbawahi bahwa “Pendekatan yurisdiksi merupakan pintu masuk terintegrasi dalam pembangunan ekonomi dan lingkungan yang mengedepankan prinsip gotong royong antar pemangku kepentingan lintas sektor untuk mencapai Agenda Indonesia, serta target pembangunan nasional yang berkelanjutan”.
Aksi nyata pencapaian SDGs di tingkat sub-nasional diimplementasikan secara efisien sesuai dengan tantangan dan kriteria yang beragam, agar kontribusi terhadap target nasional dapat dicapai.
Memasuki sesi diskusi interaktif bertajuk Kepemimpinan Yurisdiksi dalam mempromosikan Pembangunan yang Berkelanjutan, Perencana Ahli Utama Kedeputian MSDA, Kementerian Pembangunan Nasional BAPPENAS, Ir. Wahyuningsih Darajati MSc, menjelaskan bahwa pandemi merupakan momentum terbaik untuk transformasi pembangunan konvensional menjadi pembangunan ekonomi ekonomi hijau dan rendah karbon.
Ia menambahkan, BAPPENAS bersama United Nations Development Programme Indonesia dan didukung goleh Pemerintah Kerajaan Denmark juga baru saja meluncurkan skema “The Future is Circular” sebagai inisiatif nyata penerapan ekonomi sirkular di Indonesia.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menerapkan ekonomi sirkular sebagai model ekonomi yang mengoptimalkan penggunaan sumber daya, mendesain produk agar memiliki daya guna selama mungkin, dan mengembalikan sisa proses produksi dan konsumsi ke dalam siklus produksi.
Indonesia perlu merangkum pencapaian target-target pembangunan berkelanjutan tersebut secara menyeluruh. Dalam praktiknya, Kementerian terkait, termasuk BAPPENAS belum memiliki sumber daya yang memadai untuk mencapai target-target tersebut secara sepihak.
“Kolaborasi para pihak adalah kunci penting untuk mewujudkan target ambisius pembangunan berkelanjutan (SDGs), yaitu dengan terbangunnya kemitraan yang multipihak, baik keterlibatan pemerintah, parlemen, pakar, ormas, media, filantropi, hingga pelaku bisnis,"" tambahnya.
Turut hadir dalam dialog, Abdul Madian selaku Kepala Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah Provinsi Riau menjelaskan dalam paparannya bahwa saat ini Provinsi Riau memiliki program Riau Hijau sebagai bentuk optimalisasi pengelolaan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Riau menuju pembangunan berkelanjutan.
Abdul mengimbau agar pemerintah jangan berpikir dapat mewujudkan target pembangunan berkelanjutan ini seorang diri. Pemda Riau saat ini sangat terbuka untuk bisa bekerjasama dengan banyak mitra.
Saat ini BAPPENAS memiliki Low Carbon Development Indonesia (LCDI) bertujuan untuk mendukung iklim investasi hijau, memperkuat integrasi lintas sektor dalam pengambilan keputusan serta menjadikan Indonesia pemimpin dalam pembangunan rendah karbon sebagai upaya untuk mewujudkan SGDs ke-13.
“Dalam upaya menjawab target SDGs pemerintah, LCDI telah menghasilkan win-win-win outcome, dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Melalui penerapan kebijakan Pembangunan Rendah Karbon ini, terdapat peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan, sesuai dengan skenario yang telah diterapkan sebelumnya”, terang Abdul.
Sebagai salah satu pihak yang sangat aktif menggaungkan kolaborasi, filantropi turut memegang peranan yang penting dalam perwujudan ketercapaian pembangunan yang berkelanjutan. Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, Gusman Yahya menjelaskan bahwa Filantropi Indonesia memiliki berbagai inisiatif yang telah selaras untuk mendukung ketercapaian SDGs walaupun masih tetap diperlukan koordinasi dan sinkronisasi dengan pemangku kepentingan lainnya dalam pencapaian target tersebut di tingkat tapak.
“Forum dialog ini penting untuk mempertemukan berbagai pihak seperti pemerintah daerah, pelaku bisnis, dan filantropis untuk berkolaborasi menemukan inisiatif baik dalam hal pencapaian SDGs di tingkat Nasional dan Daerah,” tambahnya.
Sebagai bagian dalam upaya capaian SDGs ke-12, Indonesia saat ini menghadapi isu terkait food loss dan food waste, yang juga turut berdampak pada timbulnya permasalahan lain stunting dan emisi gas dari sampah makanan. Masyarakat internasional saat ini perlu untuk mengurangi setengah dari sampah makanan di level rumah tangga dan mengurangi food loss pada level produksi dan distribusi.
Pada tingkatan yurisdiksi, IBCSD telah melakukan program Gotong Royong Mengatasi Susut dan Limbah Pangan 2030 (GRASP 2030). Penanganan yang baik dari food loss dan food waste dapat berkontribusi pada penurunan angka gizi buruk pada anak-anak hingga inovasi penggunaan maggot untuk membantu penguraian sampah organik.
“Gerakan ini diharapkan dapat menarik lebih banyak lagi keterlibatan berbagai sektor untuk menyalurkan makanan mereka sebelum rusak untuk disalurkan ke pihak yang membutuhkan seperti, panti asuhan atau anak-anak yang membutuhkan. Inisiatif dan gerakan ini juga sejatinya dapat diterapkan di daerah," ujar Manager Pengembangan Program Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Aloysius Wiratmo menambahkan.
Dalam dialog ini turut bergabung pula perwakilan dari tiga Kabupaten, yaitu H. Nanang Bakran, ST., MT. selaku Kepala BAPPEDALITBANG Kabupaten Berau, Dr. Ir. H Wan Muhammad Yunus MT, selaku Kepala BAPPEDA Kabupaten Siak, dan Bimo selaku Kepala Bidang Perekonomian, Sumber Daya Alam, Infrastruktur, dan Wilayah BAPPEDA Kabupaten Kubu Raya.
Perwakilan Kabupaten berkesempatan memaparkan poin kunci dalam upata mencapai target pembangunan berkelanjutan, seperti:
1). Arah pembangunan Kabupaten Berau yang telah sejalan dengan program berkelanjutan dengan difasilitasi oleh Forum Multi Pihak Berkelanjutan dan telah diterbitkannya Perda dan Perbup Pembangunan Berkelanjutan.
2). Kabupaten Siak memiliki program Siak Hijau, yang merupakan Koalisi Private Sector untuk Siak Kabupaten Hijau (KPSSH) yang beranggotakan 22 perusahaan dan Kelompok CSO Siak Hijau dan ditetapkannya Siak menjadi bagian dari Perda no.4 tahun 2022.
3). Sebagai wilayah mangrove dan gambut terluas di Kalimantan Barat, hingga saat ini Kabupaten Kubu Raya telah melaksanakan mapping bersama BAPPEDA yang merangkul NGO, CSO, mitra pembangunan, dan pelaku usaha untuk melakukan mitigasi serta memetakan wilayah kerja dan peran para pihak di wilayah tersebut.
Sebagai penutup dialog, Rizal Algamar selaku Direktur Regional Tropical Forest Alliance (TFA) mengatakan “Kami siap untuk bersama melakukan aksi kolektif dengan berbagai pihak baik di tingkat nasional maupun luar negeri untuk menjalin multi stakeholder partnership ini”.
Pemerintah Indonesia berkomitmen terhadap Paris Climate Agreement dan telah mengintegrasikan agenda aksi iklim ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Selain itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan ( Bappenas ) telah melakukan konfigurasi lebih lanjut ke dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) sebagai salah satu mekanisme pelaksana untuk mencapai Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC).
Demi mengarusutamakan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat sub-nasional, digunakan pendekatan yurisdiksi (Jurisdiction Approach/JA) yang berperan sebagai pintu masuk terintegrasi dalam pembangunan ekonomi dan lingkungan melalui partisipasi berbagai pemangku kepentingan lintas sektor untuk mencapai target pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Prinsip gotong royong lintas pemangku kepentingan merupakan semangat dari setiap JCAF dialog. Khusus di JCAF #13, pembahasan seputar pencapaian target pembangunan nasional SDGs yang berkelanjutan dari provinsi, filantropi, bisnis sebagai bentuk dukungan untuk mengakselerasi target capaian pertumbuhan berkelanjutan di tingkat kabupaten.
Dialog yang bertempat di The Kuningan Suites - Jakarta ini mengusung tema Perjalanan Agenda SDGs Indonesia, Bagaimana mengakselerasi Pencapaian Agenda Nasional Melalui Peran Strategis Para Pihak di Tingkat Yurisdiksi. Dialog menghadirkan para pemangku kepentingan yang mengimplementasi capaian SDGs, melalui pendekatan kemitraan partisipatif dalam pencapaian prioritas penanggulangan iklim, produksi dan konsumsi yang bertanggungjawab, untuk mencapai target SDGs.
Direktur Eksekutif Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Indah Budiani sebagai representasi kemitraaan bisnis, menggarisbawahi bahwa “Pendekatan yurisdiksi merupakan pintu masuk terintegrasi dalam pembangunan ekonomi dan lingkungan yang mengedepankan prinsip gotong royong antar pemangku kepentingan lintas sektor untuk mencapai Agenda Indonesia, serta target pembangunan nasional yang berkelanjutan”.
Aksi nyata pencapaian SDGs di tingkat sub-nasional diimplementasikan secara efisien sesuai dengan tantangan dan kriteria yang beragam, agar kontribusi terhadap target nasional dapat dicapai.
Memasuki sesi diskusi interaktif bertajuk Kepemimpinan Yurisdiksi dalam mempromosikan Pembangunan yang Berkelanjutan, Perencana Ahli Utama Kedeputian MSDA, Kementerian Pembangunan Nasional BAPPENAS, Ir. Wahyuningsih Darajati MSc, menjelaskan bahwa pandemi merupakan momentum terbaik untuk transformasi pembangunan konvensional menjadi pembangunan ekonomi ekonomi hijau dan rendah karbon.
Ia menambahkan, BAPPENAS bersama United Nations Development Programme Indonesia dan didukung goleh Pemerintah Kerajaan Denmark juga baru saja meluncurkan skema “The Future is Circular” sebagai inisiatif nyata penerapan ekonomi sirkular di Indonesia.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menerapkan ekonomi sirkular sebagai model ekonomi yang mengoptimalkan penggunaan sumber daya, mendesain produk agar memiliki daya guna selama mungkin, dan mengembalikan sisa proses produksi dan konsumsi ke dalam siklus produksi.
Indonesia perlu merangkum pencapaian target-target pembangunan berkelanjutan tersebut secara menyeluruh. Dalam praktiknya, Kementerian terkait, termasuk BAPPENAS belum memiliki sumber daya yang memadai untuk mencapai target-target tersebut secara sepihak.
“Kolaborasi para pihak adalah kunci penting untuk mewujudkan target ambisius pembangunan berkelanjutan (SDGs), yaitu dengan terbangunnya kemitraan yang multipihak, baik keterlibatan pemerintah, parlemen, pakar, ormas, media, filantropi, hingga pelaku bisnis,"" tambahnya.
Turut hadir dalam dialog, Abdul Madian selaku Kepala Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah Provinsi Riau menjelaskan dalam paparannya bahwa saat ini Provinsi Riau memiliki program Riau Hijau sebagai bentuk optimalisasi pengelolaan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Riau menuju pembangunan berkelanjutan.
Abdul mengimbau agar pemerintah jangan berpikir dapat mewujudkan target pembangunan berkelanjutan ini seorang diri. Pemda Riau saat ini sangat terbuka untuk bisa bekerjasama dengan banyak mitra.
Saat ini BAPPENAS memiliki Low Carbon Development Indonesia (LCDI) bertujuan untuk mendukung iklim investasi hijau, memperkuat integrasi lintas sektor dalam pengambilan keputusan serta menjadikan Indonesia pemimpin dalam pembangunan rendah karbon sebagai upaya untuk mewujudkan SGDs ke-13.
“Dalam upaya menjawab target SDGs pemerintah, LCDI telah menghasilkan win-win-win outcome, dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Melalui penerapan kebijakan Pembangunan Rendah Karbon ini, terdapat peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan, sesuai dengan skenario yang telah diterapkan sebelumnya”, terang Abdul.
Sebagai salah satu pihak yang sangat aktif menggaungkan kolaborasi, filantropi turut memegang peranan yang penting dalam perwujudan ketercapaian pembangunan yang berkelanjutan. Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, Gusman Yahya menjelaskan bahwa Filantropi Indonesia memiliki berbagai inisiatif yang telah selaras untuk mendukung ketercapaian SDGs walaupun masih tetap diperlukan koordinasi dan sinkronisasi dengan pemangku kepentingan lainnya dalam pencapaian target tersebut di tingkat tapak.
“Forum dialog ini penting untuk mempertemukan berbagai pihak seperti pemerintah daerah, pelaku bisnis, dan filantropis untuk berkolaborasi menemukan inisiatif baik dalam hal pencapaian SDGs di tingkat Nasional dan Daerah,” tambahnya.
Sebagai bagian dalam upaya capaian SDGs ke-12, Indonesia saat ini menghadapi isu terkait food loss dan food waste, yang juga turut berdampak pada timbulnya permasalahan lain stunting dan emisi gas dari sampah makanan. Masyarakat internasional saat ini perlu untuk mengurangi setengah dari sampah makanan di level rumah tangga dan mengurangi food loss pada level produksi dan distribusi.
Pada tingkatan yurisdiksi, IBCSD telah melakukan program Gotong Royong Mengatasi Susut dan Limbah Pangan 2030 (GRASP 2030). Penanganan yang baik dari food loss dan food waste dapat berkontribusi pada penurunan angka gizi buruk pada anak-anak hingga inovasi penggunaan maggot untuk membantu penguraian sampah organik.
“Gerakan ini diharapkan dapat menarik lebih banyak lagi keterlibatan berbagai sektor untuk menyalurkan makanan mereka sebelum rusak untuk disalurkan ke pihak yang membutuhkan seperti, panti asuhan atau anak-anak yang membutuhkan. Inisiatif dan gerakan ini juga sejatinya dapat diterapkan di daerah," ujar Manager Pengembangan Program Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Aloysius Wiratmo menambahkan.
Dalam dialog ini turut bergabung pula perwakilan dari tiga Kabupaten, yaitu H. Nanang Bakran, ST., MT. selaku Kepala BAPPEDALITBANG Kabupaten Berau, Dr. Ir. H Wan Muhammad Yunus MT, selaku Kepala BAPPEDA Kabupaten Siak, dan Bimo selaku Kepala Bidang Perekonomian, Sumber Daya Alam, Infrastruktur, dan Wilayah BAPPEDA Kabupaten Kubu Raya.
Perwakilan Kabupaten berkesempatan memaparkan poin kunci dalam upata mencapai target pembangunan berkelanjutan, seperti:
1). Arah pembangunan Kabupaten Berau yang telah sejalan dengan program berkelanjutan dengan difasilitasi oleh Forum Multi Pihak Berkelanjutan dan telah diterbitkannya Perda dan Perbup Pembangunan Berkelanjutan.
2). Kabupaten Siak memiliki program Siak Hijau, yang merupakan Koalisi Private Sector untuk Siak Kabupaten Hijau (KPSSH) yang beranggotakan 22 perusahaan dan Kelompok CSO Siak Hijau dan ditetapkannya Siak menjadi bagian dari Perda no.4 tahun 2022.
3). Sebagai wilayah mangrove dan gambut terluas di Kalimantan Barat, hingga saat ini Kabupaten Kubu Raya telah melaksanakan mapping bersama BAPPEDA yang merangkul NGO, CSO, mitra pembangunan, dan pelaku usaha untuk melakukan mitigasi serta memetakan wilayah kerja dan peran para pihak di wilayah tersebut.
Sebagai penutup dialog, Rizal Algamar selaku Direktur Regional Tropical Forest Alliance (TFA) mengatakan “Kami siap untuk bersama melakukan aksi kolektif dengan berbagai pihak baik di tingkat nasional maupun luar negeri untuk menjalin multi stakeholder partnership ini”.
(akr)