Komitmen Hasilkan Sawit Berkelanjutan, Petani SPKS Kantongi Sertifikat RSPO
loading...
A
A
A
JAKARTA - Petani sawit Indonesia terus berkomitmen untuk menghasilkan minyak sawit berkualitas dan berkelanjutan sesuai dengan standar permintaan minyak sawit pasar global terutama negara-negara Kawasan Eropa dan Amerika, salah satunya melalui standar sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Komitmen memproduksi minyak sawit berkelanjutan sesuai dengan standar pasar global tersebut ditunjukkan oleh petani-petani swadaya kecil di Indonesia di bawah asosiasi petani serikat petani kelapa sawit (SPKS). Dimana sekitar 600 petani yang tergabung dalam 3 Koperasi yaitu Koperasi Produsen Karya Desa Mandiri dari Kab. Labura Sumut, Koperasi Makmur Barokah Belutu Kab. Siak Riau dan Koperasi Produsen Usaha Bersama Tunas Merapi Manunggal Kab. Rohul Riau, menerima sertifikat RSPO di Bangkok Thailand pada tanggal 10 November 2024.
Ketua Umum SPKS, Sabarudin menegaskan, bahwa petani sawit Indonesia memiliki komitmen keberlanjutan sesuai dengan standar pasar global, petani-petani sawit swadaya telah menerapkan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), standar sawit berkelanjutan sesuai peraturan Indonesia. Bahkan juga sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) standar sertifikasi sawit berkelanjutan di level global.
12 Koperasi Anggota SPKS tercatat sudah menerapkan sertifikasi ISPO dan RSPO dengan total jumlah petani 2.300 petani dengan luas lahan sekitar 3.500 hektare. Ini menunjukan bahwa petani sawit memiliki komitmen kuat memproduksi sawit berkelanjutan sesuai dengan yang diinginkan atau tuntutan pasar global.
"Kami ingin sampaikan bahwa jangan lagi ada anggapan petani sawit tidak bisa memproduksi sawit berkelanjutan sesuai dengan permintaan global, bahwa tidak hanya perusahaan yang mampu melakukan produksi sawit berkelanjutan. Bahwa kami ingin sampaikan petani sawit selain menerapkan sertifikasi juga melakukan konservasi hutan dengan melakukan perlindungan hutan sekitar kebun yang dikelola. Hal ini ditunjukkan oleh petani sawit di Kalimantan barat anggota dari SPKS," bebernya.
Sabarudin juga mengakui, bahwa untuk menerapkan standar sawit berkelanjutan butuh biaya yang besar, sementara dukungan dari perusahaan-perusahaan besar yang selama ini mendapatkan keuntungan besar dalam industri sawit nasional itu sangat minim. Terutama perusahaan-perusahan selama ini yang berkomitmen pada keberlanjutan termasuk perusahaan anggota RSPO sangat minim memberikan dukungan kepada petani sawit swadaya kecil.
Sementara untuk dukungan pemerintah juga belum maksimal kita mengharapkan dukungan dari perusahan dan pemerintah kepada petani sawit agar lebih banyak lagi petani yang mengelola sawit sesuai dengan standar pasar global.
Lebih lanjut Sabarudin mengatakan, bahwa SPKS berkomitmen mendukung upaya pemerintah dalam percepatan sertifikasi ISPO. "Semua koperasi SPKS akan disertifikasi dengan ISPO, kami melihat ISPO juga akan menjadi kunci untuk perbaikan pada produktivitas sawit Nasional, selain pada perbaikan tata kelola sawit itu sendiri," jelasnya.
Komitmen memproduksi minyak sawit berkelanjutan sesuai dengan standar pasar global tersebut ditunjukkan oleh petani-petani swadaya kecil di Indonesia di bawah asosiasi petani serikat petani kelapa sawit (SPKS). Dimana sekitar 600 petani yang tergabung dalam 3 Koperasi yaitu Koperasi Produsen Karya Desa Mandiri dari Kab. Labura Sumut, Koperasi Makmur Barokah Belutu Kab. Siak Riau dan Koperasi Produsen Usaha Bersama Tunas Merapi Manunggal Kab. Rohul Riau, menerima sertifikat RSPO di Bangkok Thailand pada tanggal 10 November 2024.
Ketua Umum SPKS, Sabarudin menegaskan, bahwa petani sawit Indonesia memiliki komitmen keberlanjutan sesuai dengan standar pasar global, petani-petani sawit swadaya telah menerapkan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), standar sawit berkelanjutan sesuai peraturan Indonesia. Bahkan juga sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) standar sertifikasi sawit berkelanjutan di level global.
12 Koperasi Anggota SPKS tercatat sudah menerapkan sertifikasi ISPO dan RSPO dengan total jumlah petani 2.300 petani dengan luas lahan sekitar 3.500 hektare. Ini menunjukan bahwa petani sawit memiliki komitmen kuat memproduksi sawit berkelanjutan sesuai dengan yang diinginkan atau tuntutan pasar global.
"Kami ingin sampaikan bahwa jangan lagi ada anggapan petani sawit tidak bisa memproduksi sawit berkelanjutan sesuai dengan permintaan global, bahwa tidak hanya perusahaan yang mampu melakukan produksi sawit berkelanjutan. Bahwa kami ingin sampaikan petani sawit selain menerapkan sertifikasi juga melakukan konservasi hutan dengan melakukan perlindungan hutan sekitar kebun yang dikelola. Hal ini ditunjukkan oleh petani sawit di Kalimantan barat anggota dari SPKS," bebernya.
Sabarudin juga mengakui, bahwa untuk menerapkan standar sawit berkelanjutan butuh biaya yang besar, sementara dukungan dari perusahaan-perusahaan besar yang selama ini mendapatkan keuntungan besar dalam industri sawit nasional itu sangat minim. Terutama perusahaan-perusahan selama ini yang berkomitmen pada keberlanjutan termasuk perusahaan anggota RSPO sangat minim memberikan dukungan kepada petani sawit swadaya kecil.
Sementara untuk dukungan pemerintah juga belum maksimal kita mengharapkan dukungan dari perusahan dan pemerintah kepada petani sawit agar lebih banyak lagi petani yang mengelola sawit sesuai dengan standar pasar global.
Lebih lanjut Sabarudin mengatakan, bahwa SPKS berkomitmen mendukung upaya pemerintah dalam percepatan sertifikasi ISPO. "Semua koperasi SPKS akan disertifikasi dengan ISPO, kami melihat ISPO juga akan menjadi kunci untuk perbaikan pada produktivitas sawit Nasional, selain pada perbaikan tata kelola sawit itu sendiri," jelasnya.
(akr)