APHI-IFCC Lakukan Kerjasama Sertifikasi untuk Pengelolaan Hutan Lestari

Rabu, 14 September 2022 - 20:02 WIB
loading...
APHI-IFCC Lakukan Kerjasama...
Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum IFCC Saniah Widuri (kanan) disaksikan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto (dua kiri) di Jakarta, Rabu (14/9/2022).
A A A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) sepakat melakukan kerjasama dalam rangka mempromosikan standar-standar pengelolaan Sumber Daya Hutan yang berkelanjutan menggunakan skema PEFC.

Nota kesepahaman Kerjasama (MoU) APHI-IFCC ditandatangani oleh Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo dan Ketua Umum IFCC Saniah Widuri disaksikan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto di Jakarta, Rabu (14/9/2022).

Agus memandang positif penandatanganan MoU tersebut dalam upaya mendorong serta meningkatkan pengelolaan hutan lestari di Indonesia. “Kami menyambut baik adanya kegiatan kerjasama antara APHI-IFCC melalui penerapan sertifikasi kehutanan yang memenuhi tolak ukur pengelolaan hutan lestari skema Program for the Endorsement of Forest Certification (PEFC). Juga tentunya memenuhi standart dan indikator dan SVLK,” ungkap Agus.

Adanya nota kesepahaman ini diharapkan ke depannya audit dilakukan secara gabungan serta membantu mempromosikan SVLK ke pasar internasional, sesuai ISO 19011 tahun 2018 bahwa dimungkinkan adanya skema penggabungan mandatory dan voluntary.

(Baca juga:Kelompok Tani Hutan di Jambi Terima SK Hutan Adat, Hutan Sosial dan SK Tora dari Presiden)

Seperti kita ketahui dalam dunia Sertifikasi dikenal dengan sebutan Sertifikasi Mandatory dan Sertifikasi Voluntary, dua skema tersebut mempunyai tujuan untuk mempromosikan pengelolaan hutan lestari.

“Sejak diterbitkan UUCK, SVLK bertransformasi menjadi sistem verifikasi legalitas dan kelestarian di mana ruang lingkup tidak hanya terbatas kayu, tapi juga hasil hutan bukan kayu, serta menjamin produk hasil hutan tersebut dapat ditelusuri dari sumber yang legal atau lestari mulai dari hulu hilir sampai pemasaran,” ungkapnya.

Adanya permintaan pasar atas produk-produk kehutanan yang bersertifikat voluntary, walaupun sudah memiliki sertifikat SVLK atau mandatory yang akan berimplikasi terhadap waktu pelaksanaan sertifikasi, SDM, khususnya auditor dengan kompetensi skema voluntary dan atau skema mandatory.

(Baca juga:Indonesia Pimpin Dialog FACT, 23 Negara Janji Bantu Hutan-hutan Dunia)

“Dalam konteks ini unit management perlu kesiapan untuk menghadapi kedua skema tersebut, selain itu juga mengakibatkan double biaya yang terkait dengan sertifikasi. Ini menjadi beban biaya bagi unit management yang disertifikasi” imbuhnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0877 seconds (0.1#10.140)